Pages

Monday 26 October 2015

Kebenaran Universal dan Kebenaran Absolut

Dalam kehidupan, kita sering bersinggungan dengan berbagai macam fakta dan opini. Tentang berbagai macam hal yang kita hadapi. Hingga saatnya kita dihadapkan dengan sebuah pertanyaan mendasar, “  Adakah yang kita lakukan itu benar atau salah? “

Ada seorang bos yang karena kesalahan bawahannya, lalu menyiksa bawahannya itu. Seorang lain diluar sana lalu berpendapat bahwa perbuatan majikan itu tidak benar karena menyalahi Hak Asasi. Sebagian lain berpendapat bahwa yang salah adalah bawahannya itu. Karena ia tidak membekali diri, dan akhirnya membuat kesalahan dan akhirnya pun disiksa oleh bosnya. Padahal apa yang menjadi kesalahan bawahannya itu adalah karena ia menolak untuk memotong uang setoran pada pelanggannya. Dan lagi pelanggannya itu adalah seorang koruptor, maka dalam pandangan umum wajar.

Atau kita maklum sekali dengan kata – kata Hak Asasi Manusia yang dikampanyekan oleh Barat (Amerika) -- yang belakangan juga gencar di Indonesia-- . Dengan alasan itu pula Barat lantas memburu teroris yang sudah menciderai Hak Asasi Manusia dengan aksi – aksinya. Perang melawan terorispun tidak tanggung – tanggung digelar. Ini (perang melawan teroris) tentunya hal yang "benar" untuk dilakukan sebagai bentuk perlindungan terhadap HAM. Namun faktanya kita melihat perang  -- atas alasan apapun -- selalu saja melanggar hak – hak sipil.

Apakah yang dilakukan Barat untuk membela HAM ini dengan memburu teroris adalah sesuatu yang benar ?

Satu lagi. seorang pemuda pemudi dilaporkan melakukan tindak asusila kepada wanita yang seumuran. Orang tua wanita itu melaporkan, ke Polisi. Dan karenanya ia ditangkap polisi untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya. Namun ketika ditanya, baik wanita maupun pria tersebut saling suka. Mana yang benar? Perbuatan orang tuanya atau perbuatan si lelaki tersebut ?
Kita dihadapkan dengan fakta – fakta bahwa banyak sekali hal – hal yang dianggap benar di wilayah tertentu, tapi ternyata dianggap menyimpang (salah) di wilayah lain. nilai – nilai kebenaran seperti ini sering disebut juga kebenaran universal. Yaitu kebenaran yang sudah di akui oleh dunia atau umum. Kita mendapati hasil 1 + 1 = 2 karena para ahli setuju bahwa memang hasilnya demikian. Hal ini lalu dibenarkan oleh seluruh dunia hingga akhirnya dibenarkan.

Kita tentu ingat cerita tentang Aristoteles dan Copernicus. Teori Aristoteles bahwa bumi adalah pusat tata surya dulu dianggap sebagai sebuah kebenaran. Ini karena semua orang setuju dengan hal ini dan didukung pula oleh otoritas gereja pada saat itu. Lalu ketika Copernicus datang dengan teori heliosentrisnya yang menyatakan bahwa pusat tata surya bukan bumi tapi matahari, ia malah dihukum. Selain bahwa pendapatnya ini bertentangan dengan persetujuan disitu, gereja juga menilai bahwa pendapat ini mengancam iman gereja (umat Kristiani) pada saat itu. Copernicus dianggap melakukan hal yang salah.

Tapi nayatanya kasus pusat tatasurya ini tak butuh kesepakatan dari dunia, bahkan dari ororitas gereja sekalipun. Teknologi membuktikan bahwa pusat tatasurya bukanlah bumi, tapi matahari. Copernicus menyatakan hal yang benar. Tapi kesepakatan orang (kebenaran universal) saat itu menyalahkan pendapatnya hingga membawanya ke penjara.
Hal ini tentunya tidak mengherankan, karena memang sifat dasar dari kebenaran universal adalah nisbi, tak tetap. Kebenaran yang semu bahkan kadang – kadang sarat kepentingan. Dan oleh karenanya sangat sulit dijadikan standar dalam menentukan sebuah nilai kebenaran.

Lalu mengapa kasus Copernicus ini menyalahi aturan kebenaran universal saat itu? Jawabannya tentu saja karena perkara pusat tata surya itu adalah kenyataan alam. Dan karenanya tak perlu persetujuan dari universal. Perkara pusat tatasurya tidak masuk dalam kategori kebenaran yang nisbi tapi merupakan kebenaran yang sesungguhnya, atau bisa juga kita sebut sebagai kebenaran absolut (lihat “ Kebenaran Absolut”).

Pertanyaan selanjutnya mungkin, “ Apakah perkara Iman, Ketuhanan dan Agama (seperti pada kasus Copernicus) merupakan kebenaran Universal ? “

Oleh : Imam B. Carito

No comments:

Post a Comment