Friday 30 October 2015

Ada Apa Dengan NU dan PKS

Ditulis oleh : Generasi Muda NU
Sumber
***

Beberapa hari yang lalu secara tak sengaja saya membaca postingannya salah seorang Intelektual Muda NU yakni Gus Rijal Pakne Avisa ( Rijal Mumazik Zionis ). Dimana dalam postingan tersebut beliau menceritakan tentang “pertempuran” dua orang santri yang berbeda pilihan terkait dengan capres cawapres kali ini. Parahnya lagi kedua santri ini sama-sama membawa bawa nama gurunya untuk melegitimasi pilihannya, padahal guru dari kedua santri ini bersikap netral alias tidak mendukung pihak manapun.

Tentu apa yg di sampaikan oleh Gus Rijal diatas bukanlah hal yg bersifat kasuistik saja, justru saya melihat bahwa paparan beliau ini merupakan cerminan dari kondisi kaum Nahdliyyin saat ini yg juga saling gontok – gontokkan gara-gara terlalu euphoria dan latah dalam mendukung salah satu calon. Bagi kami mendukung salah satu pasangan itu boleh bahkan mungkin harus, namun menghargai pilihan saudara kita juga wajib, sehingga meskipun kita berbeda pilihan namun persatuan tetap bisa terjaga dan tentunya tidak membuat kita saling berpecah belah.

Yah itulah dunia politik praktis yang sering dikatakan orang sebagai dunia yangg keras, panas dan kejam, bahkan salah seorang pengamat politik dan budayawan Bekasi Komaruddin ibnu Mikam pernah mengatakan bahwa dalam politik itu hanya ada dua opsi, berani membunuh atau rela di bunuh. Itu pula yg sering kami saksikan dalam dunia politik praktis di Indonesia, dimana kebohongan, kelicikan, menjegal orang lain, inkonsisten dll sudah dianggap sebagai hal yg biasa. Sebaliknya obyekstifitas, sportifitas dan nalar sehat pun menjadi tumpul kalau sudah berada dalam kubangan lumpur politik praktis. Dalam politik dalam membela parpol maupun tokohnya bukan berdasarkan kebenaran, namun atas dasar fanatisme belaka.

Sebagai contoh pada postingan kami kemarin yg menyoroti salah satu parpol pendukung pasangan tertentu, beragam komentar pun datang dan mengalir dengan deras, baik yang pro dengan postingan admin maupun yang kontra. Bagi kami pro kontra dalam sebuah hal itu adalah hal yg biasa, asalkan argumen yg dibangun memiliki dasar yang bisa dipertanggung jawabkan, dan bukan hanya sekedar pembelaan yang membabi buta. Dari beragam komentar yg kontra dengan postingan admin kemaren, minimal ada dua hal yg menurut saya layak untuk saya kemukakan disini.

1. Komentator yg kontra dg admin sepertinya sengaja mencari –cari alasan untuk bisa menyerang admin dengan membelokkan subtansi postingan kearah lain sehingga mereka solah-olah menemukan alasan kuat guna menyerang admin. Dalam postingan kemarin sudah berulang kali admin menegaskan baik dalam prolog maupun epilog postingan, bahwa admin tidak memihak pasangan manapun dan bahwa postingan tersebut BUKAN SEDANG MEMBICARAKAN soal pasangan capres dan cawapres manapun, tapi hanya menyoroti sikap salah satu partai pendukung koalisi semata. Namun mereka sengaja menggiring opini bahwa admin menyerang pasangan tertentu, padahal anggapan tersebut jelas bathil dan penuh rekayasa.
Bagi admin membicarakan salah satu parpol pendukung pasangan manapun tidak ada kaitannya dengan pasangan tersebut, karena kami sudah biasa melakukan kritik, terhadap parpol, ormas ,harokah dan gerakan - gerakan lainnya jauh sebelum musim pilpres. Kalaupun kami sekarang mengkritik salah satu parpol disaat musim pilpres, maka itu hanya kebetulan saja dan sama sekali tida ada nuansa politisnya.

2. Ada komentator yg mengklaim sebagai warga NU namun anehnya justru menyerang admin dan lebih membela PeKaeS. Akun-akun yg mengaku NU namun membela peKaeS ini pun mulai menyerang admin dengan berbagai cara, mulai mempertanyakan keNUan admin, menyindir kelakuan buruk admin, biang provoktif, skuler, liberal,hingga anggapan antek jokowi.

Coba teman - teman cermati dengan baik dan dengan hati jernih, sejak kapan warga Nahdliyyin lebih membela PeKaeS ketimbang teman - temannya sendiri sesama warga NU ? Padahal selama ini yg saya tau bahwa warga NU hingga kini masih tetap konsisten dalam menolak faham Wahhabi dan varian - variannya, atau yg berbau bau Wahhabi. Kalau apa yang di lakukan admin ini salah, OK lah kami bisa memaklumi, tapi sejauh ini kami masih berkeyakian bahwa apa yg kami lakukan masih dalam batas kewajaran, karena HANYA MENAGIH JANJI saja, ya MENAGIH JANJI agar PeKaeS konsisten dengan ucapannya. Lalu dimana letak kesalahan yg di lakukan admin ini ? Silahkan anda simpulkan sendiri siapa mereka ini sebenarnya.

Sekali lagi kepada teman-teman dan suadaraku Ummat Islam Khususnya warga Nahdliyyin, marilah kita jaga persatuan dan kesatuan, perbedaan pilihan jangan di jadikan alasan untuk berpecah belah, dan marilah kita berdoa semoga pemilu kali ini bisa menghasilkan pemimpin yg terbaik bagi bangsa, Negara dan agama ini.

Kami Generasi Muda NU berjanji akan menerima siapapun presiden terpilih nanti dengan ikhlas dan lapang dada. Bagi kami Pasangan capres dan cawapres yg ada saat ini adalah tokoh - tokoh terbaik anak bangsa ini yg sudah selayaknya kita dukung dan hormati bersama sama.
Sekali lagi, apapun pilihan kita, jangan sampai membuat kita bercerai berai, waspadai pihak2 luar yg berusahan memecah belah kesatuan kita. Salam Nahdliiyin.

Monday 26 October 2015

Melihat Benturan Muhammadiyah dengan PKS

Sekitar satu bulan sebelum gempa Yogyakarta (Mei 2006), Fakultas Dakwah UIN Sunan Kalijaga seperti mendapatkan ‘gempa’ permulaan, akibat pengajuan salah satu judul skripsi yang terlalu ‘berani’. Judulnya, Pengaruh Strategi Dakwah PKS Terhadap Muhammadiyah. Selain judulnya yang sensitif, diramalkan skripsi ini juga akan sulit terselesaikan karena objek penelitiannya akan menjadi sangat subjektif. Setelah beberapa kali bolak-balik menanyakan kabar proposal tersebut, akhirnya dapat jawaban juga. Disetujui di bawah bimbingan Kepala Jurusan langsung! Waduh!

Dalam satu kesempatan sang Kajur menyampaikan bahwa beberapa dosen enggan menjadi pembimbing karena judulnya berkaitan dengan hal yang sensitif. Beberapa hari kemudian Gempa melanda Yogyakarta, dan perkuliahan di UIN Sunan Kalijaga pun diliburkan selama kurang lebih tiga bulan. Alhamdulillah....

Akibat dari libur yang terlalu lama, membuat saya khilangan gairah. Ah..... Baiklah, segera ke inti kajian yang saya temukan dalam penelitian, karena terlalu panjang maka hanya akan saya kutipkan sebagian saja.

Kehadiran PKS memiliki implikasi yang kompleks terhadap gerakan Muhammadaiyah di Kecamatan Minggir. Di satu sisi kehadiran PKS telah mengubah gerak Muhammadiyah yang statis dan monoton menjadi lebih dinamis dan kreatif. Di sisi lain kehadiran PKS telah mengubah konsentrasi dakwah umat yang selama ini digarap Muhammadiyah menjadi terpecah. Penyusutan jumlah kader potensial di Muhammadiyah juga menjadi imbas dari kehadiran PKS. Secara umum PKS telah memberi warna baru dan perubahan-perubahan bagi Muhammadiyah dalam berbagai segi di antaranya:

Struktur Organisasi
Kehadiran PKS yang juga melakukan berbagai aktifitas dakwah telah menarik kader-kader Muhammadiyah untuk ikut bergabung dengan alasan-alasan yang bemacam-macam. Baik bersifat umum sampai yang bersifat personal. Sebagian kader tersebut yang duduk di struktur organisasi cabang maupun ranting kemudian hijrah ke PKS umumya juga menjadi kader-kader tumpuan. Sehingga mereka juga dipercaya duduk dalam kepengurusan DPC PKS.

Kondisi ini secara otomatis menjadikan secara struktural terjadi dua kemungkinan, pertama, kader yang hijrah tersebut konsen ke PKS dan meninggalkan Muhammadiyah, kemudian ada pula ynag masih menjalani dua aktifitas sekaligus yakni di PKS dan Muhammadiyah. Ini mengakibatkan terjadinya ketidakefektifan dalam pelaksanaan program. Serta kemungkinan berkurangnya kader-kader potensial di tubuh Muhammdiyah.

Hal yang paling nyata dan bisa dirasakan adalah berkurangnya jumlah anggota pimpinan yang hadir pada setiap rapat rutin untuk menggodok serta mengevaluasi jalannya organisasi yang dilaksanakan setiap bulan.

Secara mencolok, perubahan ini terlihat dalam Pemuda Muhammadiyah dan Nasyiatul ‘Aisyah. Sedangkan di Muhammadiyah dan ‘Aisyiah dampak ini masih belum signifikan. Mengingat gerak langkah PKS memang sasaran utamanya adalah pemuda dengan acara yang bernuansa kepemudaan. Meskipun demikian fenomena ini mendapat cukup perhatian dari Muhammadiyah, karena bagaimanapun juga PM dan NA akan menjadi penerus pergerakan Muhammadiyah dan ‘Aisyiah.

Penataan struktur organisasi pun terus dilakukan oleh Muhammadiyah dengan mengadakan koordinasi antara Muhamamdiyah dan Ortom yang lebih intensif, membangun komunikasi dan kerja sama yang lebih erat.

Kemudian mengenai munculnya TKIT dan SDIT yang dikelola oleh kader-kader PKS, secara struktural Muhammadiyah lalu menjalin kerja sama dengan kepala TK dan Kepala Sekolah dari tingkat desa sampai atas guna menjalin koordinasi, terutama mengenai penerimanan siswa baru setiap akan dimulainya tahun ajaran baru.

Sehingga kehadiran PKS telah mendorong semakin intens dan efektifnya struktur dalam Muhammadiyah untuk saling bahu membahu dalam memperkuat ketahanan Muhammadiyah ke depan. PKS di satu sisi menjadi rival namun di sisi lain juga menjadi pemacu yang membangunkan tidur panjang Muhammadiyah.

Pengaktifan masing-masing ranting dan majlis yang semula tidak berfungsi juga menjadi perhatian Muhammadiyah sebagai dampak gencarnya perkembangan dakwah PKS. Sekarang ini ranting-ranting mendapat perhatian lebih dalam penanaman kembali ideologi Muhammadiyah. Tokoh-tokoh cabang lebih aktif turun ke ranting untuk memberikan kajian-kajian dan ceramah-ceramah mengenai ideologi Muhammadiyah.

Secara struktural kini sekolah-sekolah Muhammadiyah benar-benar di bawah cabang. Cabang yang selama ini kurang memiliki taring, kini mengeluarkan jurus-jurusnya untuk menekan sekolah-sekolah Muhammadiyah lebih serius lagi dalam mendidik dan mempersiapkan  calon-calon kader Muhammadiyah. Baik secara kwantitas maupun kwalitas.

Dampak kehadiran PKS bagi Muhammadiyah secara struktural secara garis besar dapat disimpulkan.

Manajemen organisasi yang lemah dan berbagai aktifitas pimpinan yang padat mengakibakan selama ini Muhammadiyah tidak berjalan dengan maksimal. Pasca hadirnya PKS kehadiran ini di satu sisi telah membuat Muhammadiyah kehilangan banyak kader-kader aktif yang menginginkan perubahan namun tidak mendapatkannya di Muhammadiyah. Banyak kader-kader muda potensial yang kemudian lebih aktif di PKS. Hal ini telah disikapi oleh pimpinan. Imbasnya unsur-unsur pimpinan semakin memperkuat dan menata struktur organisasi  agar tidak roboh dengan menempuh berbagai langkah di antaranya:

a.    Mempererat kedekatan Cabang dengan ranting melalui forum-forum kajian yang melibatkan pimpinan cabang sebagai pembicara.
b.    Mengaktifkan kembali majlis-majlis yang selama ini kurang diperhatikan, terutama majlis dikdasmen dan majelis Wakaf dan ZIS.
c.    Melakukan koordinasi seara rutin dengan Kepala TK dan Sekolah-sekolah Muhammadiyah. Untuk memperlancar komunikasi dan pembinaan terhadap kader-kader yang mengelola amal usaha pendidikan.
d.    Membuat Kantor Cabang secara resmi sebagai bagian dari identitas Muhammadiyah sekaligus untuk mempermudah pelayanan kepada masyarakat.

Dan seterusnya.....
Kesimpulan yang saya ambil, dilihat dari sisi positif, kehadiran PKS bagi Muhammadiyah ibarat seorang pengendara honda astrea grand tahun 1994 list merah yang sedang mengendarai dengan santainya di jalan, tiba-tiba dari belakang ada motor honda C-70 mendahului dengan kecepatan penuh. Kontan saja pengendara astrea grand tersentak dan kemudian memacu kendaraannya agar tidak tertinggal. Dengan adanya pesaing baru, Muhammadiyah bisa benar-benar mengamalkan kalimat fastabiqul khairat!

Sumber
*) Penulis pernah menjadi sekretaris Ranting Pemuda Muhammadiyah Sendangagung Minggir.

Ini Kenapa Saya Benci PKS

@Mas Nuruddin :
:::: 1. Lha kan mereka temen2 fbku mas, jadi aku tau bahwa mereka itu ikhwan PKS :')Kenapa orang PKS mem-bully salafi? Karena sampai hari ini, Salafi lah yang paling gencar mengkritik PKS (dan juga gerakan lain). Bahkan, sejak dulu (jaman aku SMA), yang diserang salafi selalu IM. Kalo gak salah, sampe nyebut Qardhawi anjing-anjing neraka segala.

Karena mereka temenku juga, maka nama mereka disamarkan, soale kalo yang temenan ama FB mereka, pasti tau kan jadinya gak enak  
Sebelum memintaku husnudzan, mohon masnya husnudzan sama akuwh ya :').

Salah satu tanda masnya udah kena 'racun' mereka ya gitu tuh. Belain mereka apapun yang terjadi. Termasuk nyuruh orang husnudzan ke pks, nyuruh orang tabayyun, nyuruh orang memahami dan toleran ke pks, tanpa melakukan itu semua terlebih dulu. Bukan tidak mungkin, suatu saat bila ada perbedaan antara MD dan PKS, masnya akan cenderung melihat dari sisi PKS terlebih dulu.Mungkin masnya lebih banyak membaca "Buku PKS", "Majalah PKS", "website PKS", dan tulisan-tulisan orang PKS, daripada dari Buku MD, Majalah MD, dan tulisan orang MD sendiri. Secara politik, banyak yang pilihannya beralih dari PAN ke PKS. Secara edukasi, ada yang menyekolahkan anaknya ke SDIT, bukan ke SDM. Tidak dapat dipungkiri, inilah bukti bahwa racun mereka mulai menyebar.

Ada humor mas,
Dalam suatu pertemuan antara ormas Islam di Jakarta, seorang pengurus NU mengeluh kepada pengurus Muhammadiyah, "Warga NU sekarang lagi prihatin. Banyak masjid yang dulunya ada doa qunutnya sekarang tidak ada lagi. Yang dulunya ada tradisi tahlil, sekarang tidak ada lagi," katanya.Maksud hati ingin menyindir pengurus Muhammadiyah yang biasa shalat subuh tak pakai qunut dan tidak suka tahlil. Tapi pengurus Muhammdiyah malah berang. "Kalau NU cuma qunutnya yang dicuri. Kalau Muhammadiyah, masjid-masjidnya sekalian dibawa kabur orang," katanya.Kali ini pengurus NU dan Muhammadiyah satu hati kalau-kalau ada gerakan sistematik dari kelompok politik dan faham keagamaan tertentu yang merebut masjid-masjid untuk kepentingan tertentu. Itu humor muncul 2008, dan itulah yang nyata2 terjadi di masyarakat mas. Itulah kenapa MD gencar melakukan sertifikasi masjid dan AUM, langkah yang belakangan juga ditiru NU. MD juga sangat keras pada organisasi 'transnasional' gitu mas (Gak cuman PKS sih, tapi intinya ya itu tadi, PKS dan HTI). Paling panas adalah tahun 2006. Dulu, orang2 itu diberi 2 pilihan, kurang lebih gini, "Kalau kalian mau tetep di MD, tinggalkan organisasi yang lain. Kalo mau di tempat lain, silakan keluar dari sini." Malah ada surat keputusan resminya. Masnya bisa coba baca ini
:  HYPERLINK "http://" \t "_blank" http://ainspirasi.wordpress.com/2008/11/04/fatwa-muhammadiyah-tentang-pks/

Di sana disebut kata infiltrasi, PKS, dan yang semacamnya. Walau tidak secara langsung menyatakan bahwa PKS menyusupi MD, tapi ada pesan tersirat yang maksudnya demikian. Coba masnya googling "Muhammadiyah PKS", dan masnya akan bisa memahami dinamika yang terjadi. Tapi jangan malah baca yang sumbernya dari PKSnya mas, sama aja bo'ong kalo gitu, hehehe

Di luar sana, warga MD juga selalu dibikin bingung dengan kelakuan PKS yang seakan menarik MD kepada PKS. Ada orang-orang yang bersikeras bahwa PKS bukan MD (membela kemurnian MD), tapi ada juga yang terlalu "toleran". Ya, "terlalu toleran", penyakit paling kronis dari warga NU dan MD. Mereka terlalu toleran, dan terus ditekan untuk selalu demikian, hingga akhirnya mereka justru diterkam dan jadi korban :')

Salah satunya, ya mengenai masjid tadi. Di suatu daerah di Yogya, ada masjid yang mau dibuat plakat. Pengurusnya aplud di grup MD. Warga MD mendukung. Tapi ada oknum PKS yang menyebarkan racun, "Ngapain masjid dikasih plakat? Masjid kan milik umat. Gak usah dikasih plakat gituan." Sungguh Mas, mereka itu manis kata-katanya, tapi sangat beracun pada hakikatnya. Kenapa aku bilang gitu? Karena di Tegal, temenku pernah cerita bahwa masjid di perumahannya dimasuki orang2 PKS yang merupakan warga baru di sana. Saat mereka mulai menguasai, mereka pun semangat untuk mnegajak warga ke masjid. Tentu warga enggan karena amalan dan pengajaran di masjid itu menjadi berbeda dengan sebelumnya. Singkat cerita, Allah mengembalikan masjid itu kepada umat, sehingga kepengurusan pun diganti. Setelah itu, apa yang terjadi? Mereka yang dulu menyeru untuk pergi ke masjid, malah sekali pun tidak lagi ke masjid itu. Mereka lebih memilih shalat d tempat yang jauh.

Dari situ, bisa disimpulkan bahwa himbauan kader PKS pada MD utk tidak memberi plakat pada masjidnya juga dilatarbelakangi tujuan yang sama : pembajakan. Untunglah para kader MD di grup itu tidak mudah dibodohi. Mereka mengikuti perkembangan selama ini, termasuk mengetahui penyusupan PKS di tubuh MD. Mereka juga tau mengenai maklumat Muhammadiyah itu yg aku kasih linknya tadi.

Tegal dan Yogya terpisah ratusan km, tapi ada motif sama. Makanya aku gak mau capek-capek lagi menuliskan kata "oknum". Aku juga gak pernah membicarakan PKS sekadar dalam konteks politik, because there's something big, something strange about them. Dan kenyataan ini dirasakan bukan cuma olehku saja mas. Ini sudah jadi rahasia umum yang diketahui orang (tentunya yang tidak dalam pengaruh PKS)

Muhammadiyah itu baik mas. Memang sayang, banyak anak MD dan NU hilang arah, dan akhirnya ikut liqo'. Bukan mereka yg salah, tapi MD dan NU yg kurang bisa menyediakan 'sarana' yg memadai. Aku juga pernah ikut mentoring Mas :')

Itu yg bikin (awalnya) aku toleran ke mereka. Waktu aku mendapati temen - temen yang mau terjerumus ke Salafi, aku selalu sarankan mereka buat rajin ikutan mentoring. Waktu ada temenku yang terlalu "fanatik" NU dan MD, aku selalu sampaikan prinsip ala tarbiyah IM 'kita bekerjasama dalam hal yang kita sepakati, dan saling toleran dalam hal yang tidak kita sepakati'. Hingga akhirnya konflik Mesir pasca - jatuhnya Mursi menyadarkanku mas.

Saat itu, terbukalah semua borok IM. Terutama saat mereka MENENTANG serta MENCACI MAKI DOSEN DAN ULAMA Al Azhar, institusi tertinggi dalam dunia Islam (Sunni). Sejak saat itu aku bertobat dari "kesalahan" masa laluku yang terlalu toleran pada IM/PKS.

Aku ndak pernah mempermasalahkan kader PKS yang korupsi, kader mereka yang mesum, dll. Memang, ada orang PKS yang akhirnya tidak suka PKS karena hal tsb. Tapi aku ndak peduli. Ketidaksukaanku ke PKS lebih karena hubungan mereka dengan IM, dan kelakuan IM yang sudah kurang ajar di Mesir sana. Sekelumit kekecewaanku di antaranya aku tuangkan di sini (monggo kalau berkenan baca)

Dalam The Muslim 500 pun sudah di bahas dalam "Issues of the Day" hal. 178 (The Fight for Azhar). Kalau mau baca versi Indonesia, masnya bisa baca di sini

Jadi, sekali lagi dipahami bahwa kita membicarakan sesuatu yang lebih besar daripada sekedar PKS. Artinya, meski ada orang di PKS paling bersih pun, ya dia tetap IM, dan karena itu aku ndak suka. Meski ada orang yang keluar dari PKS (katanya untuk menyelamatkan gerbong dakwah), aku tetap ndak suka, karena hakikatnya mereka itu ya IM.

Sikap ini bukan cuma aku yang mengambil. Ustadz Sarwat, pengelola rumahfiqih.com juga demikian. Sedikit cerita, dulu, banyak jamaahnya yang orang PKS, sampai beliau (sampai sekarang) dijuluki ustadz PKS. Bahkan, dulu beliau juga aktif mengelola tanya-jawab di eramuslim.com. Ketika beliau kritis pada PKS, astaghfirullah, kelakuan jamaahnya itu seperti orang yang tak punya adab. Itulah bahayanya virus PKS.
Di Mesir, gelar Yusuf Qardhawi akan (atau malah sudah) dicabut oleh Al Azhar. Abdullah bin Bayyah, keluar dari organisasi Persatuan Ulama Internasional (organisasi bentukan Qardhawi - IM), padahal beliau tadinya menjabat wakil dan kemudian justru mendirikan organisasi baru, Dewan Ulama Islam. (Baca)

Kalangan Masisir (Mahasiswa Indonesia di Mesir) juga memahami betul bahwa kader - kader PKS selalu berusaha menguasai mereka. Bahkan mereka nggak segan membuat page Info Mesir, dan yang semacamnya, padahal berita-berita di dalamnya hanya mengambil dari sisi IM saja. Mereka juga terus menerus memberikan imej bahwa Mesir dan Al Azhar adalah IM, demi menarik simpati masyarakat awam di Indonesia.

Jadi, dengan amat terpaksa, saran dari masnya harus aku kembalikan lagi tanpa mengubah satu huruf pun :
"saranku sh kl melihat sesuatu jgn subjektif jgn dr 1sudut pandang saja"

Apalagi dari sudut pandang yang jelas keliru dan penuh racun dari mereka.

:::: 2. Golongan "itu" yang dimaksud itu syi'ah pok mas? Masnya baca dari link yang aku kasih kan? Bener mas, itu biar bombastis aja, menarik perhatian massa walaupun mungkin ada beberapa oknum yang beneran syi'ah juga.

Aku juga udah tuliskan di situ, di komentar sebelumnya, bahwa tujuanku bikin postingan itu :
a. Buat nyindir mereka [IM] yang selama ini sok-sok anti-Syi'ah, eh ternyata "Nabi"-nya [Morsi] malah main mata ama Syi'ah [Iran] 
b. Makin menguatkan keyakinan kita akan goyahnya akidah dan keyakinan mereka.
c. Mengungkap kemunafikan dan standar ganda mereka.
d. Terus memperingatkan semua pihak agar tidak berlaku naif (terlalu toleran kepada pihak-pihak yang intoleran).

:::: 3. Demikianlah mas, sekelumit jawabanku. Tentu ini belum semuanya. Semua ini aku dapetnya juga gak instan, melainkan butuh waktu dan perjalanan yang penjang. Karenanya, aku juga ndak memaksa masnya buat sadar secepat kilat.
Tambahan : mereka lah (bersama HTI dan Salafi) menjadi pihak yang merusak hubungan NU-MD yang sudah mulai mesra selama 20 tahun ini. Kenapa? Karena oknum mereka kadang dengan mudahnya mengangkat isu-isu khilafiyah. Ketika warga NU resah, MD juga lah yang kena. Karena dilihat dari kacamata NU, ya MD, PKS, dll itu sama saja. Dan kenyataannya memang masyarakat masih sulit membedakan satu per satu. Buktinya masnya ikut mentoring mereka, aku juga. Maka kita tidak heran jikalau hari ini perdebatan yang sudah 20 tahun ditinggalkan, kini mulai diangkat lagi :')

Karenanya, kalau mereka musnah, tentunya kita berharap hubungan mesra yang sejati dapat kembali terjalin. Maka apa yang orang bilang, bahwa "Kalau masalah NU-MD sudah selesai, maka sebagian masalah bangsa ini juga selesai", semoga ada benarnya.

Dan aku rasa tidaklah berlebihan kalau aku selalu sarankan teman-teman untuk simply pilih NU dan/atau Muhammadiyah. Bukannya yang lain pasti sesat atau apa, tapi 2 inilah yang paling terjamin track recordnya, bahkan sebelum Indonesia merdeka. Karena itu mas, mari kembali ke Muhammadiyah. Masnya nggak perlu lagi menyembah Mursi dan me-nabi-kan LHI. Kita kembali pada ajaran Islam, agama penyeru Tauhid yang dibawa Nabi Muhammad... 

Kalo masnya mau sharing cerita, mungkin @Rauf bisa bantu. Dia Muhammadiyah, ikut mentoring, tapi sudah menemukan arah. Masnya nggak sendirian. Ada banyak teman2 yang struggle untuk keluar dari "candu" PKS. Semoga berhasil mas. Kalo udah berhasil, jangan sungkan membantu menyadarkan korban - korban lain yang masih saja kecanduan ~
Sekali lagi mohon maaf bila ada yang kurang berkenan Mas...
Sungguh Allah Maha Pemberi Taufik, tunjukilah kami pada jalan-jalan yang terbaik...
Aamiin

Oleh : Muntazal Admi
Sumber

Kebenaran Universal dan Kebenaran Absolut

Dalam kehidupan, kita sering bersinggungan dengan berbagai macam fakta dan opini. Tentang berbagai macam hal yang kita hadapi. Hingga saatnya kita dihadapkan dengan sebuah pertanyaan mendasar, “  Adakah yang kita lakukan itu benar atau salah? “

Ada seorang bos yang karena kesalahan bawahannya, lalu menyiksa bawahannya itu. Seorang lain diluar sana lalu berpendapat bahwa perbuatan majikan itu tidak benar karena menyalahi Hak Asasi. Sebagian lain berpendapat bahwa yang salah adalah bawahannya itu. Karena ia tidak membekali diri, dan akhirnya membuat kesalahan dan akhirnya pun disiksa oleh bosnya. Padahal apa yang menjadi kesalahan bawahannya itu adalah karena ia menolak untuk memotong uang setoran pada pelanggannya. Dan lagi pelanggannya itu adalah seorang koruptor, maka dalam pandangan umum wajar.

Atau kita maklum sekali dengan kata – kata Hak Asasi Manusia yang dikampanyekan oleh Barat (Amerika) -- yang belakangan juga gencar di Indonesia-- . Dengan alasan itu pula Barat lantas memburu teroris yang sudah menciderai Hak Asasi Manusia dengan aksi – aksinya. Perang melawan terorispun tidak tanggung – tanggung digelar. Ini (perang melawan teroris) tentunya hal yang "benar" untuk dilakukan sebagai bentuk perlindungan terhadap HAM. Namun faktanya kita melihat perang  -- atas alasan apapun -- selalu saja melanggar hak – hak sipil.

Apakah yang dilakukan Barat untuk membela HAM ini dengan memburu teroris adalah sesuatu yang benar ?

Satu lagi. seorang pemuda pemudi dilaporkan melakukan tindak asusila kepada wanita yang seumuran. Orang tua wanita itu melaporkan, ke Polisi. Dan karenanya ia ditangkap polisi untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya. Namun ketika ditanya, baik wanita maupun pria tersebut saling suka. Mana yang benar? Perbuatan orang tuanya atau perbuatan si lelaki tersebut ?
Kita dihadapkan dengan fakta – fakta bahwa banyak sekali hal – hal yang dianggap benar di wilayah tertentu, tapi ternyata dianggap menyimpang (salah) di wilayah lain. nilai – nilai kebenaran seperti ini sering disebut juga kebenaran universal. Yaitu kebenaran yang sudah di akui oleh dunia atau umum. Kita mendapati hasil 1 + 1 = 2 karena para ahli setuju bahwa memang hasilnya demikian. Hal ini lalu dibenarkan oleh seluruh dunia hingga akhirnya dibenarkan.

Kita tentu ingat cerita tentang Aristoteles dan Copernicus. Teori Aristoteles bahwa bumi adalah pusat tata surya dulu dianggap sebagai sebuah kebenaran. Ini karena semua orang setuju dengan hal ini dan didukung pula oleh otoritas gereja pada saat itu. Lalu ketika Copernicus datang dengan teori heliosentrisnya yang menyatakan bahwa pusat tata surya bukan bumi tapi matahari, ia malah dihukum. Selain bahwa pendapatnya ini bertentangan dengan persetujuan disitu, gereja juga menilai bahwa pendapat ini mengancam iman gereja (umat Kristiani) pada saat itu. Copernicus dianggap melakukan hal yang salah.

Tapi nayatanya kasus pusat tatasurya ini tak butuh kesepakatan dari dunia, bahkan dari ororitas gereja sekalipun. Teknologi membuktikan bahwa pusat tatasurya bukanlah bumi, tapi matahari. Copernicus menyatakan hal yang benar. Tapi kesepakatan orang (kebenaran universal) saat itu menyalahkan pendapatnya hingga membawanya ke penjara.
Hal ini tentunya tidak mengherankan, karena memang sifat dasar dari kebenaran universal adalah nisbi, tak tetap. Kebenaran yang semu bahkan kadang – kadang sarat kepentingan. Dan oleh karenanya sangat sulit dijadikan standar dalam menentukan sebuah nilai kebenaran.

Lalu mengapa kasus Copernicus ini menyalahi aturan kebenaran universal saat itu? Jawabannya tentu saja karena perkara pusat tata surya itu adalah kenyataan alam. Dan karenanya tak perlu persetujuan dari universal. Perkara pusat tatasurya tidak masuk dalam kategori kebenaran yang nisbi tapi merupakan kebenaran yang sesungguhnya, atau bisa juga kita sebut sebagai kebenaran absolut (lihat “ Kebenaran Absolut”).

Pertanyaan selanjutnya mungkin, “ Apakah perkara Iman, Ketuhanan dan Agama (seperti pada kasus Copernicus) merupakan kebenaran Universal ? “

Oleh : Imam B. Carito

Saturday 24 October 2015

Foto Lukisan KH Hasyim Asy'ari Dalam Peringatan Hari Santri 2015

" ah emang ya, tega benerr dah "

Wedeh abis Hari Santri Nasional ( HSN) kemaren banyak juga tuh ternyata yang ngucapin selamat. Tapi sambil pake embel share an artikel di Republika, Islamedia, NU Garis Lurus (NUGL), yang ada foto Hadrotu Syeikh Hasyim Asy'ari tanpa jenggot itu lho.

" Masya Allah…Mbah buyutku jenggotnya kemana? Teganya…” tulis Ipang Wahid melalui akun Facebook pribadinya. Tapi sayangnya saya telat jeh liat postingan aslinya. Karna sudah dihapus, dan sebagai gantinya beliyo, Gus Ipang nya sudah minta maaf atas ke iuew an yg disebabkan oleh karena postingan beliyo tersebut. *heleh heleh

Apa daya, namanya dunia maya, sekali post yang bau sara, di ss lansung bisa tersebar kemana mana. Wah kalo udah begini bisa jadi panjang ceritanya. Dan akhirnya muncul berkali kali di beranda saya. Kan tadinya ndak mau komentar dan biasa aja, sayanya jadi tergoda. Kalo kata gus Ipang sih " Komen salah. Nggak komen geregetan."

Walhasil karena penasaran jadilah googling foto dan lukisan Hadrotus Syeikh. Pengen tau kayak gimana. Setelah googling, eh ternyata emang beneran berjenggot semua . Lagian lukisan yang punya Gus Ipang juga katanya emang berjenggot semua sih. Duh, kalau saya sih boro boro punya, ada juga potret dirimu sahaja dek yang tersimpan dalam dompetku. Paling enggak bisa bikin tetep senyum, walau melihat isinya yang carut marut kering kerontang itu.

Terus itu kok sampai ada yang ga berjenggot itu darimana? Soalnya saya coba googling pake keyword, " hasyim asy'ari tanpa jenggot " , eh malah yang muncul berita dan artikel seputar HSN yang iuewh itu ( sebelum ada konfirmasi di Republika).
Eh usut punya usut, di situsnya tebuireng.org itu ada satu posting yang pake foto tanpa jenggot. Adalah sampul buku " Guru Sejati Hasyim Asy'ari " karangan mas Masyamsul Huda yang make sampul pake foto beliyo Hadrotus Syeikh yang tanpa jenggot ( foto bawah kedua dari kiri).

"Sosok KH. Hasyim Asy’ari adalah pribadi yang sangat sederhana, tidak mau menonjolkan diri, bahkan untuk difoto sekalipun, beliau sangat berkeberatan. Nyaris hanya sebuah foto yang terlihat samar ketika Mbah Hasyim sedang dalam pertemuan dengan Laksamana Maeda. Maka, tidaklah heran bila sampai hari ini belum satupun foto KH. Hasyim Asy’ari yang bisa dikatakan sesuai dan cocok dengan wajah asli Beliau, masih banyak yang berdebat soal ada jenggot atau tidak ada jenggot, termasuk baju kesukaan Beliau? Sebab menurut yang sempat menemuai Beliau pada masa itu, KH. Hasyim Asy’ari itu selalu rapi, wangi dengan baju jas model krah shanghai dan selalu memegang tonggat rotan yang multi fungsi; biasa digunakan untuk melempar pintu kamar santri agar bangun shalat subuh, atau memukul santri yang nakal (tentu mukulnya terukur dan tidak membahayakan).

Menurut pendapat penulis, hingga hari ini belum pernah ada penyajian sejarah Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari dan Tebuireng yang bisa dikatakan akurat. Dalam hal soal foto pribadi saja, masih banyak pihak memperdebatkan, apalagi sejarah, nama dan kondisi Tebuireng masa lalu, pastilah banyak versi yang sumbernya bisa jadi dari utak atik ghatuk(dicocok-cocokkan). " gitu kata mas Masyamsul Huda ( eh bow, kok namamu agak iuw juga ya mas. Aku jadi....ah sudahlah.

Diluar berjenggot atau enggak nya foto beliyo, demi melihat foto lukisan yang di HSN itu saya akhirnya faham kenapa Gus Ipang sampe geregetan. Lha coba anda liat lagi foto itu. Coba anda zoom in, bandingkan sama foto2 lainnya. Zoom out....zoom in lagi...zoom out lagi..zoom in lagi...Terus sampe filmnya the end sambil diiringi musing jeng jeng jreng. *lupakan

Dalam foto lukisan yang di HSN, beliyo hadrotus syeikh keliatan lebih muda. Bener an. Saya saja pernah dibilang lebih muda 50 Tahun gara gara abis potong jenggot, dulu. Padahal umur belum segitu, pun setengahnya (waktu tulisan ini dibikin sih belum...serius belom. Menurut perhitungan tahun Masehi sih). Kan ndak macem, wong beliyo sudah syeikh, sudah mumpuni di bidang tasawuf kan harusnya jenggotnya ya panjang. Jadi mencirikan bahwa otak logikanya sudah menjulur sampai ke hati. Kayak yang kata di pidatonya KH Said aqil kemaren. Perkara nanti jadi dibilang goblok, ya memang kalau menurut beliyo dan hadist dan juga hikayat para sufi begitu, ya gimana lagi. Maksudnya ya goblok karena pertimbangan logikanya sudah ga penting, yang penting bashirah dalam hatinya. Dicerminkan dengan jenggot yang panjang itu.

Balik ke Gus Ipang nihhh.....

Gus Ipang, yang masih naik daun dan dalam masa gagah gagah nya itu kan tentunya jadi gregetan. Ya mbok menowo kegagahannya jadi tersingkirkan gara gara pesona foto lukisan Hadrotus Syeikh itu, kan bahaya. Jadi semacam resah galau gregetan gundah gulana gitu. Pernah ndak, kepikiran gimana perasaannya Gus Ipang? Kok ya tega bener yang melukis itu lhooo. Kalo sudah begini sih saya juga cuma bisa bilang, " Yang sabar ya Gus, mungkin ini tanda tanda mau naek maqom nya."

Saya juga sebagaimana yang lain, maklum kalo beliyo Hadrotus Syeikh kayaknya lebih tok cer kalo foto nya make jenggot. Bukan apa apa, baik Gus Ipang maupun saya, kan sama sama pria muda yang bahkan belum menginjak paruh baya. Tentu sangat terganggu dengan hadirnya pesona kegagahan Hadrotus syeikh ini. Lagian Kan ya ndak macem, wong beliyo sudah syeikh, sudah mumpuni di bidang tasawuf kan harusnya jenggotnya ya panjang. Jadi mencirikan bahwa otak logikanya sudah menjulur sampai ke hati. Kayak yang kata di pidatonya KH Said aqil kemaren. Perkara nanti jadi dibilang goblok, ya memang kalau menurut beliyo dan hadist dan juga hikayat para sufi begitu, ya gimana lagi. Maksudnya ya goblok karena pertimbangan logikanya sudah ga penting, yang penting bashirah dalam hatinya. Dicerminkan dengan jenggot yang panjang itu.

Lalu, itu yang foto paling atas?

Ohh, itu saya dapatnya dari Republika jeh. Katanya sih kiriman nya Kang Abiq ( Habiburrakman el Shirazy , bener gitu ga sih tulisannya? ). Saya coba cari link nya dan baru menu satu blog. Dan artikel nya cukup oke. Judulnya RESOLUSI JIHAD (Spirit Rakyat dalam Perang 10 November 1945). Terbit Sabtu, 15 September 2014.

Yang jelas diluar saya setuju sama model jenggot beliau yang mana, adalah lebih baik kita membaca bagaiman pribadi beliyo nya. Lagian beliyo gagah baik pake jenggot ataupun enggak. Ndak kayak kita kita ini, pake jenggotnya buat gaya gayaan, padahal taraf gagah nya masih blepetan. Jadi, kalo yang ndak ad jenggotnya ya ndak usah nggoyo pake minyak segala biar rimbun jenggotnya. Kalau yang udah terlanjur tumbuh ya dirapihkan to ya. 

Jadi semoga beliyo Hadrotus Syeikh Hasyim Asy'ari senantiasa diberkahi oleh Allah SWT dan kita menjadi penerus perjuangan beliau melalui cara cara yang kita mampu.

Oh iya, kalau beberapa link ini yang sya kunjungi barangkali mas mba nya, atau kamu juga mau berkunjung juga dek..silahkan sahaja. Tapi kamu berkunjung ke hati mas aja deh sinih..  

1. Buku Guru Sejati Hasyim Asy'ari ( )
2.Konfirmasi Penulis buku tsb ( http://tebuireng.org/klarifikasi-penulis-novel-guru-sejati-hasyim-asyari/ )
3. Foto yang paling atas ( http://maynahdliyin.blogspot.co.id/2012/12/resolusi-jihad-spirit-rakyat-dalam.html?m=1 )


Thursday 22 October 2015

MENGUAK RAHASIA MUHAMMADIYAH SELALU NAMPAK BEDA DENGAN NAHDLATUL ULAMA (NU)

Bagaimanapun, di Negeri ini Muhammadiyah (MD) dan Nahdlatul Ulama (NU) adalah salah dua organisasi terbesar. Dan nyatanya perbedaan diantara kedua adalah yang paling panjang. Artikel ini adalah secuil pandangan. Pembahasan lebih lengkapnya, bisa di tinjau dalam Fiqih Ilktilafiah NU dan MD. Silahkan disimak, semoga bermanfaat.

***

KH. Ahmad Dahlan dan KH. Hasyim Asy’ari itu sekawan, sama-sama menunut ilmu agama di Arab Saudi. Sama-sama ahli hadits dan sama-sama ahli fikih. Saat hendak pulang ke tanah air, keduanya membuat kesepakatan menyebarkan Islam menurut skil dan lingkungan masing-masing. Kiai Ahmad bergerak di bidang dakwah dan pendidikan perkotaan, karena berasal dari Kuto Ngayogyokarto. Sementara Kiai Hasyim memilih pendidikan pesantren karena wong ndeso, Jombang. Keduanya adalah orang hebat, ikhlas dan mulia.
Keduanya memperjuangkan kemerdekaan negeri ini dengan cara melandasi anak bangsa dengan pendidikan dan agama. Kiai Ahmad mendirikan organisasi Muhammadiyah dan Kiai Hasyim mendirikan Nahdlatul Ulama (NU).
Saat beliau berdua masih hidup, tata ibadah yang diamalkan di masyarakat umumnya sama meski ada perbedaan yang sama sekali tidak mengganggu. Contoh kesamaan praktek ibadah kala itu antara lain:

1. Shalat Tarawih sama-sama 20 rakaat. Kiai Ahmad Dahlan sendiri disebut-sebut sebagai imam shalat Tarawih 20 rakaat di Masjid Syuhada Yogya. 
2. Talqin mayit di kuburan, bahkan ziarah kubur dan kirim doa dalam Yasinan dan tahlilan.
3. Baca doa Qunut Shubuh.
4. Sama-sama gemar membaca shalawat (Diba’an).
5. Dua kali khutbah dalam shalat Ied, Iedul Fithri dan Iedul Adha.
6. Tiga kali takbir, “Allah Akbar”, dalam takbiran.
7. Kalimat iqamah (qad qamat ash-shalat) diulang dua kali.
8. Dan yang paling monumental adalah itsbat hilal, sama-sama pakai rukyah. Yang terakhir inilah yang menarik direnungkan, bukan dihakimi mana yang benar dan mana yang salah.
Semua amaliah tersebut di atas berjalan puluhan tahun dengan damai dan nikmat. Semuanya tertulis dalam kitab Fiqih Muhammadiyah yang terdiri dari 3 jilid, yang diterbitkan oleh: Muhammadiyah Bagian Taman Pustaka Jogjakarta, tahun 1343-an H. Namun ketika Muhammadiyah membentuk Majlis Tarjih, di sinilah mulai ada penataan praktek ibadah yang rupanya “harus beda” dengan apa yang sudah mapan dan digariskan oleh pendahulunya. Otomatis berbeda pula dengan pola ibadahnya kaum Nahdhiyyin. Perkara dalail (dalil-dalil), nanti difikir bareng dan dicari-carikan.
Disinyalir, tampil beda itu lebih dipengaruhi politik ketimbang karena keshahihan hujjah atau afdhaliah ibadah. Untuk ini, ada sebuah tesis yang meneliti hadits-hadits yang dijadikan rujukan Majlis Tarjih Muhammadiyah dalam menetapkan hukum atau pola ibadah yang dipilih.

Setelah uji takhrij berstandar mutawassith, kesimpulannya adalah: bahwa mayoritas hadits-hadits yang dipakai hujjah Majlis Tarjih adalah dha’if. Itu belum dinaikkan pakai uji takhrij berstandar mutasyaddid versi Ibn Ma’in. Hal mana, menurut mayoritas al-Muhadditsin, hadis dha’if tidak boleh dijadikan hujjah hukum, tapi ditoleransi sebagai dasar amaliah berfadhilah atau fadhail al-a’mal. Tahun 1995an, Penulis masih sempat membaca tesis itu di perpustakaan Pascasarjana IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Soal dalil yang dicari-carikan kemudian tentu berefek pada perubahan praktek ibadah di masyarakat, kalau tidak disebut sebagai membingungkan. Contoh, ketika Majlis Tarjih memutuskan jumlah rakaat shalat Tarawih 8 plus 3 witir, bagaimana prakteknya?
Awal-awal instruksi itu, pakai komposisi: 4, 4, 3. Empat rakaat satu salam, empat rakaat satu salam. Ini untuk Tarawih. Dan tiga rakaat untuk Witir. Model Witir tiga sekaligus ini versi madzhab Hanafi. Sementara wong NU pakai dua-dua semua dan ditutup satu Witir. Ini versi asy-Syafi’i.

Tapi pada tahun 1987, praktek shalat Tarawih empat-empat itu diubah menjadi dua-dua. Hal tersebut atas seruan KH. Shidiq Abbas Jombang ketika halaqah di Masjid al-Falah Surabaya. Beliau tampilkan hadits dari Shahih Muslim yang meriwayatkan begitu. Karena, kualitas hadits Muslim lebih shahih ketimbang hadits empat-empat, maka semua peserta tunduk. Akibatnya, tahun itu ada selebaran keputusan Majlis Tarjih yang diedarkan ke semua masjid dan mushalla di lingkungan Muhammadiyah, bahwa praktik shalat Tarawih pakai komposisi dua-dua, hingga sekarang, meski sebagian masih ada yang tetap bertahan pada empat-empat. Inilah fakta sejarah.

Kini soal itsbat hilal pakai rukyah. Tolong, lapangkan dada sejenak, jangan emosi dan jangan dibantah kecuali ada bukti kuat. Semua ahli falak, apalagi dari Muhammadiyah pasti mengerti dan masih ingat bahwa Muhammadiyah dulu dalam penetapan hilal selalu pakai rukyah bahkan dengan derajat cukup tinggi. Hal itu berlangsung hingga era orde baru pimpinan Pak Harto. Karena orang-orang Muhammdiyah menguasai Departemen Agama, maka tetap bertahan pada rukyah derajat tinggi, tiga derajat ke atas dan sama sekali menolak hilal dua derajat. Dan inilah yang selalu dipakai pemerintah. Sementara ahli falak Nadhliyyin juga sama menggunakan rukyah tapi menerima dua derajat sebagai sudah bisa dirukyah. Dalil mereka sama, pakai hadits rukyah dan ikmal.

Oleh karena itu, tahun 90-an, tiga kali berturut-turut orang NU lebaran duluan karena hilal dua derajat nyata-nyata sudah bisa dirukyah, sementara Pemerintah-Muhammadiyah tidak menerima karena standar yang dipakai adalah hilal tinggi dan harus ikmal atau istikmal. Ada lima titik atau lebih tim rukyah gabungan menyatakan hilal terukyah, tapi tidak diterima oleh Departemen Agama, meski pengadilan setempat sudah menyumpah dan melaporkan ke Jakarta. Itulah perbedaan standar derajat hilal antara Muhammadiyah dan NU. Masing-masing bertahan pada pendiriannya.

Setelah pak Harto lengser dan Gus Dur menjadi presiden, orang-orang Muhammadiyah berpikir cerdas dan tidak mau dipermalukan di hadapan publiknya sendiri. Artinya, jika masih pakai standar hilal tinggi, sementara mereka tidak lagi menguasai pemeritahan, pastilah akan lebaran belakangan terus. Dan itu berarti lagi-lagi kalah start dan kalah cerdas. Maka segera mengubah mindset dan pola pikir soal itsbat hilal. Mereka tampil radikal dan meninggalkan cara rukyah berderajat tinggi. Tapi tak menerima hilal derajat, karena sama dengan NU.

Lalu membuat metode “wujud al-hilal”. Artinya, pokoknya hilal menurut ilmu hisab atau astronomi sudah muncul di atas ufuk, seberapapun derajatnya, nol koma sekalipun, sudah dianggap hilal penuh atau tanggal satu. Maka tak butuh rukyah-rukyahan seperti dulu, apalagi tim rukyah yang diback up pemerintah. Hadits yang dulu dielu-elukan, ayat al-Quran berisikan seruan “taat kepada Allah, RasulNya dan Ulil Amri” dibuang dan alergi didengar. Lalu dicari-carikan dalil baru sesuai dengan selera.
Populerkah metode “wujud al-hilal” dalam tradisi keilmuwan falak? Sama sekali tidak, baik ulama dulu maupun sekarang.

Di sini, Muhammdiyah membuat beda lagi dengan NU. Kalau dulu, Muhammadiyah hilal harus derajat tinggi untuk bisa dirukyah, hal mana pasti melahirkan beda keputusan dengan NU, kini membuang derajat-derajatan secara total dan tak perlu rukyah-rukyahan. Menukik lebih tajam, yang penting hilal sudah muncul berapapun derajatnya. Sementara NU tetap pada standar rukyah, meski derajat dua atau kurang sedikit. Tentu saja beda lagi dengan NU. Maka, selamanya takkan bisa disatukan, karena sengaja harus tampil beda. Dan itu sah-sah saja.

Dilihat dari fakta sejarah, pembaca bisa menilai sendiri sesungguhnya siapa yang sengaja membuat beda, sengaja tidak mau dipersatukan, siapa biang persoalan di kalangan umat?

Menyikapi lebaran dua versi, warga Muhammadiyah pasti bisa tenang karena sudah biasa diombang-ambingkan dengan perubahan pemikiran pimpinannya. Persoalannya, apakah sikap, ulah atau komentar mereka bisa menenangkan orang lain?

Perkara dalil nash atau logika, ilmu falak klasik atau neutik, rubu’ atau teropong modern sama-sama punya. Justeru, bila dalil-dalil itu dicari-cari belakangan dan dipaksakan, sungguh mudah sekali dipatahkan.

Hebatnya, semua ilmuwan Muhammadiyah yang akademis dan katanya kritis-kritis itu bungkam dan tunduk semua kepada keputusan Majlis Tarjih. Tidak ada yang mengkritik, padahal kelemahan akademik pasti ada. (Diedit ulang dari tulisan Ustadz Sulaiman Timun Mas).

Sya’roni As-Samfuriy, Cikarang 25 Juni 2014

Sumber 1
Sumber 2
Sumber 3
Sumber 4
Sumber 5

SILSILAH SANAD ULAMA' AHLUSSUNNAH WAL JAMA’AH (Termasuk NU) SAMPAI SANADNYA KE ROSULULLAH SAW.

1. Nabi Muhammad SAW
2. Sayidina Ali
3. Muhammad (Putra Sayidina Ali, dari istri kedua Kaulah bin Ja’far)
4. Wasil bin Ato’
5. Amr bin Ubaid
6. Ibrohim Annadhom
7. Abu Huzail Al-Alaq
8. Abu Hasi Adzuba’i
9. Abu Ali Adzuba’i
10. Imam Abu Hasan Ala’asyari (Pendiri Faham “AHLUSSUNNAH WALJAMA’AH”) 234 H Karangannya: Kitab Maqolatul Islamiyin, Al Ibanah, Al Risalah, Al-Luma’, dll
11. Abu Abdillah Al Bahily
12. Abu Bakar Al Baqilany, karangannya: Kitab At Tamhid, Al Insof, Al bayan, Al Imdad, dll.
13. Abdul Malik Imam Haromain Al Juwainy, karangannya : Kitab Lathoiful Isaroh, As Samil, Al Irsyad, Al Arba’in, Al kafiyah.
14. Abu hamid Muhammad Al Ghozali. Karnannya: Kitab Ihya Ulumuddin, Misyakatul Anwar, Minhajul Qowim, Minhajul Abidin dll.
15. Abdul hamid Assyeikh Irsani. Karangannya: kitab Al Milal Wannihal, Musoro’atul Fulasifah dll.
16. Muhammad bin Umar Fakhruraazi, Karangannya: Kitab Tafsir Mafatihul Ghoib, Matholibul ‘Aliyah, Mabahisul Masyriqiyah, Al Mahsul Fi Ilmil Usul.
17. Abidin Al Izzy, karangannya: Kitab Al Mawaqit Fi Ilmil Kalam.
18. Abu Abdillah Muhammad As Sanusi, Karangannya: Kitab Al Aqidatul Kubro dll.
19. Al Bajury, karangannya: Kitab Jauhar tauhuid Dll.
20. Ad Dasuqy, karangannya: Kitab Ummul Barohin, dll.
21. Ahmad Zaini Dahlan, karanggannya: Kitab Sarah jurumiyah, Sarah Al Fiyah, dll.
22. Ahmad Khotib Sambas Kalimantan, Karangannya: Kitab Fathul ‘Arifin, dll.
23. Muhammad Annawawi Banten Karangannya: Syarah Safinatunnaja, Sarah Sulamutaufiq, dll. Yang Mayoritas Ulama Di Indonesia memakai Karangan Syeikh Nawawi Albantaniy sebagai Kitab Rujukan.
24. Mahfud Termas, muridnya: – Arsyad Banjarmasin – Syech Kholil Bangkalan Madura – Abdi Shomad Palembang
25. Hasyim Asy’Ari (Pendiri NU) Sejumlah murid yang berhasil dicetak menjadi ulama besar oleh Syaikhona Kholil bangkalan adalah, Hadratus Syaikh KH Hasyim Asy’ari (Tebu Ireng Jombang), KH Wahab Hasbullah (Tambak Beras Jombang), KH Bisri Syansuri (Denanyar Jombang), KH As’ad Syamsul Arifin (Sukorejo Situbondo), Kiai Cholil Harun (Rembang), Kiai Ahmad Shiddiq (Jember), Kiai Hasan (Genggong Probolinggo), Kiai Zaini Mun’im (Paiton Probolinggo), Kiai Abi Sujak (Sumenep), Kiai Toha (Bata-Bata Pamekasan), Kiai Usymuni (Sumenep), Kiai Abdul Karim (Lirboyo Kediri), Kiai Munawir (Krapyak Yogyakarta), Kiai Romli Tamim (Rejoso Jombang), Kiai Abdul Majid (Bata-Bata Pamekasan). Dari sekian santri Syaikhona Kholil pada umumnya menjadi pengasuh pesantren dan tokoh NU seperti Hadratus Syaikh KH. Hasyim Asy’ari dan Kiai Wahab Hasbullah. Bahkan Presiden pertama RI Soekarno, juga pernah berguru pada Syaikhona Kholil Bangkalan.
Selain berhasil mencetak para santri-santrinya menjadi kiai, Syaikhona Kholil bangkalan adalah salah satu kiai yang menjadi penentu berdirinya organisasi terbesar di Indonesia, yakni Nahdlatul Ulama yang disingkat (NU). Dalam proses pendiriannya para kiai NU tidak sembarangan mendirikan sebuah organisasi, dalam jangka dua tahun Kiai Hasyim Asy’ari melakukan shalat istikharah (minta petunjuk kepada Allah), untuk mendirikan sebuah organisasi yang mewadahi para pengikut ajaran ahlussunnah wal jama’ah. Meskipun yang melakukan istkharah adalah Hadratus Syaikh KH Hasyim As’ari, akan tetapi petunjuk (isyarah) tersebut tidak jatuh ke tangan Kiai Hasyim Asy’ari, melainkan isyarah tersebut melalui Syaikhona Kholil Bangkalan. Munculnya isyarah sebuah tongkat dan tasbih yang akan diberikan kepada Hadratus Syaikh KH Hasyim Asy’ari melalui perantara Kiai As’ad Syamsul Arifin, yang merupakan tanda akan berdirinya sebuah organisasi besar yakni jam’iyah Nahdlatul Ulama (NU).
para ulama pendiri NU jelas bukan sembarang ulama. Mereka orang-orang khos yang memiliki kualitas keimanan yang luar biasa di zamannya. Salah satu pendiri jam’iyyah Nahdlatul Ulama, KH Abdul Wahab Hasbullah, selain pendirian NU kepada kepada KH Hasyim Asy’ari, beliau meminta persetujuan waliyullah tanah Jawa. Yaitu Kanjeng Sunan Ampel. mari berflashback awal mulanya berdirinya nahdlatul ulama Keresahan Kiai Hasyim
Bermula dari keresahan batin yang melanda Kiai Hasyim. Keresahan itu muncul setelah Kiai Wahab meminta saran dan nasehatnya sehubungan dengan ide untuk mendirikan jamiyyah / organisasi bagi para ulama ahlussunnah wal jamaah. Meski memiliki jangkauan pengaruh yang sangat luas, untuk urusan yang nantinya akan melibatkan para kiai dari berbagai pondok pesantren ini, Kiai Hasyim tak mungkin untuk mengambil keputusan sendiri. Sebelum melangkah, banyak hal yang harus dipertimbangkan, juga masih perlu untuk meminta pendapat dan masukan dari kiai-kiai sepuh lainnya.

Pada awalnya, ide pembentukan jamiyyah itu muncul dari forum diskusi Tashwirul Afkar yang didirikan oleh Kiai Wahab pada tahun 1924 di Surabaya. Forum diskusi Tashwirul Afkar yang berarti “potret pemikiran” ini dibentuk sebagai wujud kepedulian Kiai Wahab dan para kiai lainnya terhadap gejolak dan tantangan yang dihadapi oleh umat Islam terkait dalam bidang praktik keagamaan, pendidikan dan politik. Setelah peserta forum diskusi Tashwirul Afkar sepakat untuk membentuk jamiyyah, maka Kiai Wahab merasa perlu meminta restu kepada Kiai Hasyim yang ketika itu merupakan tokoh ulama pesantren yag sangat berpengaruh di Jawa Timur.

Setelah pertemuan dengan Kiai Wahab itulah, hati Kiai Hasyim resah. Gelagat inilah yang nampaknya “dibaca” oleh Kiai Cholil Bangkalan yang terkenal sebagai seorang ulama yang waskita (mukasyafah). Dari jauh ia mengamati dinamika dan suasana yang melanda batin Kiai Hasyim. Sebagai seorang guru, ia tidak ingin muridnya itu larut dalam keresahan hati yang berkepanjangan. Karena itulah, Kiai Cholil kemudian memanggil salah seorang santrinya, As’ad Syamsul Arifin (kemudian hari terkenal sebagai KH. As’ad Syamsul Arifin, Situbondo) yang masih terhitung cucunya sendiri. Tongkat “Musa”
“Saat ini Kiai Hasyim sedang resah. Antarkan dan berikan tongkat ini kepadanya,” titah Kiai Cholil kepada As’ad. “Baik, Kiai,” jawab As’ad sambil menerima tongkat itu.
“Setelah membeerikan tongkat, bacakanlah ayat-ayat berikut kepada Kiai Hasyim,” kata Kiai Cholil kepada As’ad seraya membacakan surat Thaha ayat 17-23. Allah berfirman: ”Apakah itu yang di tangan kananmu, hai musa? Berkatalah Musa : ‘ini adalah tongkatku, aku bertelekan padanya, dan aku pukul (daun) dengannya untuk kambingku, dan bagiku ada lagi keperluan yang lain padanya’.” Allah berfirman: “Lemparkanlah ia, wahai Musa!” Lalu dilemparkannya tongkat itu, maka tiba-tiba ia menjadi seekor ular yang merayap dengan cepat”, Allah berfirman: “Peganglah ia dan jangan takut, Kami akan mengembalikannya kepada keadaan semula, dan kepitkanlah tanganmu ke ketiakmu, niscaya ia keluar menjadi putih cemerlang tanpa cacat, sebagai mukjizat yang lain (pula), untuk Kami perlihatkan kepadamu sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Kami yang besar.” Sebagai bekal perjalanan ke Jombang, Kiai Cholil memberikan dua keeping uang logam kepada As’ad yang cukup untuk ongkos ke Jombang. Setelah berpamitan, As’ad segera berangkat ke Jombang untuk menemui Kiai Hasyim. Tongkat dari Kiai Cholil untuk Kiai Hasyim dipegangnya erat-erat. Meski sudah dibekali uang, namun As’ad memilih berjalan kaki ke Jombang. Dua keeping uang logam pemberian Kiai Cholil itu ia simpan di sakunya sebagai kenagn-kenangan. Baginya, uang pemberian Kiai Cholil itu teramat berharga untuk dibelanjakan. Sesampainya di Jombang, As’ad segera ke kediaman Kiai Hasyim. Kedatangan As’ad disambut ramah oleh Kiai Hasyim. Terlebih, As’ad merupakan utusan khusus gurunya, Kiai Cholil. Setelah bertemu dengan Kiai Hasyim, As’ad segera menyampaikan maksud kedatangannya, “Kiai, saya diutus oleh Kiai Cholil untuk mengantarkan dan menyerahkan tongkat ini,” kata As’ad seraya menyerahkan tongkat. Kiai Hasyim menerima tongkat itu dengan penuh perasaan. Terbayang wajah gurunya yang arif, bijak dan penuh wibawa. Kesan-kesan indah selama menjadi santri juga terbayang dipelupuk matanya. “Apa masih ada pesan lainnya dari Kiai Cholil?” Tanya Kiai Hasyim. “ada, Kiai!” jawab As’ad. Kemudian As’ad membacakan surat Thaha ayat 17-23. Setelah mendengar ayat tersebut dibacakan dan merenungkan kandungannya, Kiai Hasyim menangkap isyarat bahwa Kiai Cholil tak keberatan apabila ia dan Kiai Wahab beserta para kiai lainnya untuk mendirikan Jam'iyyah. Sejak saat itu proses untuk mendirikan jamiyyah terus dimatangkan. Meski merasa sudah mendapat lampu hijau dari Kiai Cholil, Kiai Hasyim tak serta merta mewujudkan niatnya untuk mendirikan jamiyyah. Ia masih perlu bermusyawarah dengan para kiai lainnya, terutama dengan Kiai Nawawi Noerhasan yang menjadi Pengasuh Pondok Pesantren Sidogiri. Terlebih lagi, gurunya (Kiai Cholil Bangkalan) dahulunya pernah mengaji kitab-kitab besar kepada Kiai Noerhasan bin Noerchotim, ayahanda Kiai Nawawi Noerhasan. Untuk itu, Kiai Hasyim meminta Kiai Wahab untuk menemui Kiai Nawawie. Setelah mendapat tugas itu, Kiai Wahab segera berangkat ke Sidogiri untuk menemui Kiai Nawawie. Setibanya di sana, Kiai Wahab segeraa menuju kediaman Kiai Nawawie. Ketika bertemu dengan Kiai Nawawie, Kiai Wahab langsung menyampaikan maksud kedatangannya. Setelah mendengarkan dengan seksama penuturan Kiai Wahab yang menyampaikan rencana pendirian jamiyyah, Kiai Nawawie tidak serta merta pula langsung mendukungnya, melainkan memberikan pesan untuk berhati-hati. Kiai Nawawie berpesan agar jamiyyah yang akan berdiri itu supaya berhati-hati dalam masalah uang. “Saya setuju, asalkan tidak pakai uang. Kalau butuh uang, para anggotanya harus urunan.” Pesan Kiai Nawawi. Proses dari sejak Kiai Cholil menyerahkan tongkat sampai dengan perkembangan terakhir pembentukan jamiyyah rupanya berjalan cukup lama. Tak terasa sudah setahun waktu berlalu sejak Kiai Cholil menyerahkan tongkat kepada Kiai Hasyim. Namun, jamiyyah yang diidam-idamkan tak kunjung lahir juga. Tongkat “Musa” yang diberikan Kiai Cholil, maskih tetap dipegang erat-erat oleh Kiai Hasyim. Tongkat itu tak kunjung dilemparkannya sehingga berwujud “sesuatu” yang nantinya bakal berguna bagi ummat Islam. Sampai pada suatu hari, As’ad muncul lagi di kediaman Kiai Hasyim dengan membawa titipan khusus dari Kiai Cholil Bangkalan. “Kiai, saya diutus oleh Kiai Cholil untuk menyerahkan tasbih ini,” kata As’ad sambil menyerahkan tasbih. “Kiai juga diminta untuk mengamalkan bacaan Ya Jabbar Ya Qahhar setiap waktu,” tambah As’ad. Entahlah, apa maksud di balik pemberian tasbih dan khasiat dari bacaan dua Asma Allah itu. Mungkin saja, tasbih yang diberikan oleh Kiai Cholil itu merupakan isyarat agar Kiai Hasyim lebih memantapkan hatinya untuk melaksanakan niatnya mendirikan jamiyyah. Sedangkan bacaan Asma Allah, bisa jadi sebagai doa agar niat mendirikan jamiyyah tidak terhalang oleh upaya orang-orang dzalim yang hendak menggagalkannya. Qahhar dan Jabbar adalah dua Asma Allah yang memiliki arti hampir sama. Qahhar berarti Maha Memaksa (kehendaknya pasti terjadi, tidak bisa dihalangi oleh siapapun) dan Jabbar kurang lebih memiliki arti yang sama, tetapi adapula yang mengartikan Jabbar dengan Maha Perkasa (tidak bisa dihalangi/dikalahkan oleh siapapun). Dikalangan pesantren, dua Asma Allah ini biasanya dijadikan amalan untuk menjatuhkan wibawa, keberanian, dan kekuatan musuh yang bertindak sewenang-wenang. Setelah menerima tasbih dan amalan itu, tekad Kiai Hasyim untuk mendirikan jamiyyah semakin mantap. Meski demikian, sampai Kiai Cholil meninggal pada 29 Ramadhan 1343 H (1925 M),jamiyyah yang diidamkan masih belum berdiri. Barulah setahun kemudian, pada 16 Rajab 1344 H, “jabang bayi” yang ditunggu-tunggu itu lahir dan diberi nama Nahdlatul Ulama (NU). Setelah para ulama sepakat mendirikan jamiyyah yang diberi nama NU, Kiai Hasyim meminta Kiai Ridhwan Abdullah untuk membuat lambangnya. Melalui proses istikharah, Kiai Ridhwan mendapat isyarat gambar bumi dan bintang sembilan. Setelah dibuat lambangnya, Kiai Ridhwan menghadap Kiai Hasyim seraya menyerahkan lambang NU yang telah dibuatnya. “Gambar ini sudah bagus. Namun saya minta kamu sowan ke Kiai Nawawi di Sidogiri untuk meminta petunjuk lebih lanjut,” pesan Kiai Hasyim. Dengan membawa sketsa gambar lambang NU, Kiai Ridhwan menemui Kiai Nawawi di Sidogiri. “Saya oleh Kiai Hasyim diminta membuat gambar lambang NU. Setelah saya buat gambarnya, Kiai Hasyim meminta saya untuk sowan ke Kiai supaya mendapat petunjuk lebih lanjut,” papar Kiai Ridhwan seraya menyerahkan gambarnya. Setelah memandang gambar lambang NU secara seksama, Kiai Nawawie memberikan saran konstruktif: “Saya setuju dengan gambar bumi dan sembilan bintang. Namun masih perlu ditambah tali untuk mengikatnya.” Selain itu, Kiai Nawawie juga meminta supaya tali yang mengikat gambar bumi ikatannya dibuat longgar. “selagi tali yang mengikat bumi itu masih kuat, sampai kiamat pun NU tidak akan sirna,” papar Kiai Nawawie. subhAnaallah, sahabatku yang dirahmati Allah Rapat pembentukan NU diadakan di kediaman Kiai Wahab dan dipimpin oleh Kiai Hasyim. September 1926 diadakanlah muktamar NU yg untuk pertama kalinya yg diikuti oleh beberapa tokoh. Muktamar kedua 1927 dihadiri oleh 36 cabang. Kaum muslim reformis dan modernis berlawanan dgn praktik keagamaan kaum tradisional yg kental dgn budaya lokal. Kaum puritan yg lebih ketat di antara mereka mengerahkan segala daya dan upaya utk memberantas praktik ibadah yang dicampur dgn kebudayaan lokal atau yg lbh dikenal dgn praktik ibadah yg bid’ah. Kaum reformis mempertanyakan relevansinya bertaklid kepada kitab-kitab fiqh klasik salah satu mazhab. Kaum reformis menolak taklid dan menganjurkan kembali kepada sumber yg aslinya yaitu Alquran dan hadis yaitu dgn ijtihad para ulama yg memenuhi syarat dan sesuai dgn perkembangan zaman. Kaum reformis juga menolak konsep-konsep akidah dan tasawuf tradisional yg dalam formatnya dipengaruhi oleh filsafat Yunani pemikiran agama dan kepercayaan lainnya. Bagi banyak kalangan ulama tradisional kritikan dan serangan dari kaum reformis itu tampaknya dipandang sebagai serangan terhadap inti ajaran Islam. Pembelaan kalangan ulama tradisional terhadap tradisi-tradisi menjadi semakin ketat sebagai sebuah ciri kepribadian Mazhab Imam Syafii merupakan inti dari tradisionalisme ini . Ulama tradisional memilih salah satu mazhab dan mewajibkan kepada pengikutnya krn di zaman sekarang ini tidak ada orang yg mampu menerjemahkan dan menafsirkan ajaran-ajaran yg terkandung di dalam Alquran dan sunah secara menyeluruh. nah, inilah kenapa kita harus bermazhab salah satu dari mahzab 4, Sejak abad dua belas Hijriah yang lalu, dunia Islam dibuat heboh oleh lahirnya gerakan baru yang lahir di Najd. Gerakan ini dirintis oleh Muhammad bin Abdul Wahhab al-Najdi dan populer dengan gerakan Wahabi. Dalam bahasa para ulama gerakan ini juga dikenal dengan nama fitnah al-wahhabiyah, karena dimana ada orang-orang yang menjadi pengikut gerakan ini, maka di situ akan terjadi fitnah. Sudah menjadi rahasia umum bahwa aliran Wahabi berupaya keras untuk menyebarkan ideologi mereka ke seluruh dunia dengan menggunakan segala macam cara. Di antaranya dengan mentahrif kitab-kitab ulama terdahulu yang tidak menguntungkan bagi ajaran Wahhabi. Hal ini mereka lakukan juga tidak lepas dari tradisi pendahulu mereka, kaum Mujassimah yang memang lihai dalam men-tahrif kitab. sahabatku semua yang dirahmati Allah, NU ADALAH SALAH SATU BENTENG AHLISUNNAH WALJAMAAH DI INDONESIA Apa itu ASWAJA ? Aswaja itu sebenarnya adalah singkatan dari Ahlussunnah Wal-Jama’ah. Dalam istilah Ahlussunnah Wal-Jama’ah itu, ada tiga kata yang membentuknya. Ketiga kata itu adalah:

1. Ahl, yang berarti keluarga, golongan atau pengikut.
2. Al-Sunnah, yaitu segala sesuatu yang telah diajarkan oleh Rasulullah Maksudnya, semua yang datang dari Nabi, baik itu berupa perbuatan, ucapan dan pengakuan Nabi
3. Al-Jama’ah, yang dimaksud dengan jama’ah disini adalah apa yang telah disepakati oleh para sahabat Nabi pada masa Khulafaur Rasyidin (yaitu Khalifah Abu Bakr, Umar bin al-Khaththab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib). Kata al-Jama’ah ini diambil dari sabda Rasulullah< ,مَنْ أَرَادَ بُحْبُوْحَةَ الْجَنَّةِ فَلْيَلْزَمِ الْجَمَاعَةَ. “Barang siapa yang ingin mendapatkan kehidupan yang damai di surga, maka hendaklah ia mengikuti al-jama’ah (kelompok mayoritas)”. Coba Nanti kamu lihat dalam kitab al-Mustadrak Juz I hal. 77 atau dalam Sunan Tirmiszi hadits no 2091. Hadits itu oleh Imam Hakim dianggap shohih dan disetujui oleh al-Hafizh al-Dzahabi.Ditempat yang lain Syaikh Abdul Qadir al-Jilani (471-561 H/1077-1166 M) juga menjelaskan menjelaskan: فَالسُّنَّةُ مَا سَنَّهُ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالْجَمَاعَةُ مَا اتَّفَقَ عَلَيْهِ أَصْحَابُ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي خِلاَفَةِ الأَئِمَّةِ الأَرْبَعَةِ الخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الْمَهْدِيِّيْنَ رَحْمَةُ اللهِ عَلَيْهِمْ أَجْمَعِيْنَ (الغنية لطالبي طريق الحق، ج 1 ص 80) “Al-Sunnah adalah apa yang telah diajarkan oleh Rasulullah (meliputi ucapan, perilaku serta ketetapan beliau). Sedangkan al-Jama‘ah adalah segala sesuatu yang telah menjadi kesepakatan para sahabat Nabi pada masa Khulafaur Rasyidin yang empat, yang telah diberi hidayah (mudah-mudahan Allah memberi rahmat kepada mereka semua” (Lihat dalam kitab Al-Ghunyah li Thalibi Thariq al-Haqq, juz I, hal. 80).Lebih jelas lagi, Hadlratusysyaikh KH. Muhammad Hasyim Asy’ari (1287-1336 H/1871-1947) menyebut-kan dalam kitabnya Ziyadat Ta’liqat (hal. 23-24) sebagai berikut : أَمَّا أَهْلُ السُّنَةِ فَهُمْ أَهْلُ التَّفْسِيرِ وَالْحَدِيْثِ وَالْفِقْهِ فَإِنَّهُمْ الْمُهْتَدُوْنَ الْمُتَمَسِّكُوْنَ بِسُنَّةِ النَّبِيْ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ والْخُلَفَاءِ بَعْدَهُ الرَّاشِدِيْنَ وَهُمْ الطَّائِفَةُ النَّاجِيَةُ قَالُوْا وَقَدْ اجْتَمَعَتْ الْيَوْمَ فِي مَذَاهِبَ أَرْبَعَةٍ الحَنَفِيُّوْنَ وَالشَّافِعِيُّوْنَ وَالْمَالِكِيُّوْنَ وَالْحَنْبَلِيُّوْنَ وَمَنْ كَانَ خَارِجًا عَنْ هَذِهِ الأَرْبَعَةِ فِي هَذَا الزَْمَانِ فَهُوَ مِنَ الْمُبْتَدِعَةِ “ Adapun Ahlussunnah Wal-Jama’ah adalah kelompok ahli tafsir, ahli hadits dan ahli fiqih. Merekalah yang mengikuti dan berpegang teguh dengan sunnah Nabi SAW dan sunnah Khulafaur Rasyidin setelahnya. Mereka adalah kelompok yang selamat (al-firqah al-najiyah). Mereka mengatakan, bahwa kelompok tersebut sekarang ini terhimpun dalam madzhab yang empat, yaitu pengikut Madzhab al-Hanafi, al-Syafi’i, al-Maliki dan al-Hanbali. Sedangkan orang-orang yang keluar dari madzhab empat tersebut pada masa sekarang adalah termasuk ahli bid’ah. ”Dari definisi ini, dapat dipahami bahwa Ahlussunnah Wal-Jama’ah bukanlah aliran baru yang muncul sebagai reaksi dari beberapa aliran yang menyimpang dari ajaran Islam yang hakiki. Tetapi Ahlussunnah Wal-Jama’ah adalah Islam yang murni sebagaimana yang diajarkan oleh Nabi saw dan sesuai dengan apa yang telah digariskan serta diamalkan oleh para sahabatnya. Kaitannya dengan pengamalan tiga sendi utama ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari, golongan Ahlussunnah Wal-Jama’ah mengikuti rumusan yang telah digariskan oleh ulama salaf. 1. Dalam bidang aqidah atau tauhid tercerminkan dalam rumusan yang digagas oleh Imam al-Asy’ari dan Imam al-Maturidi. 2. Dalam masalah amaliyah badaniyah terwujudkan dengan mengikuti madzhab empat, yakni Madzhab al-Hanafi, Madzhab al-Maliki, Madzhab al-Syafi`i, dan Madzhab al-Hanbali. 3. Bidang tashawwuf mengikuti Imam al-Junaid al-Baghdadi (w. 297 H/910 M) dan Imam al-Ghazali Jika sekarang banyak kelompok yang mengaku sebagai penganut Ahlussunnah Wal-Jama’ah maka mereka harus membuktikannya dalam praktik keseharian bahwa ia bnar-benar telah mengamalkan Sunnah rasul dan Sahabatnya.Sumber “fiqh Tradisionalis” untuk itu menjadi pelajaran bagi kita agar selalu berhati-hati dalam membaca atau membeli kitab-kitab terbitan baru, Inilah kejahatan & kebohongan aliran yang mengklaim sebagai Salafi, sesungguhnya mereka adalah Wahabi yakni ajaran yang dibawakan oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab at-Tamimi an-Najdi : namun meskipun demikian ahlussunnah waljamaah tetap kelompok terkuat dimuka bumi, namun sekte sekte yang berusaha menyesatkan tetap muncul dari kelompok yg menipu, atau yg tertipu, namun selama mereka masih muslim, maka mereka adalah saudara kita, kita berusaha mengobati kesalahan mereka semampunya, dg menyebarkan kebenaran di dunia maya dan lainnya semampu kita, dan selebih dari itu, kita terus berdoa agar Allah terus membantu pembenahan ummat ini Pesan untuk para simpatisan, pengikut, bahkan da’i salafi/wahabi ; mohon luangkan waktu sebentar, renungkan barang sejenak. Bahwa hati yang paling Allah kasihi ialah hati yang paling lembut terhadap saudaranya, paling bersih dalam keyakinannya dan paling baik dalam agamanya. InsyaAllah, jika hati tak sekeras batu, dada akan terasa lapang, pikiran pun tidak beku dan buntu. Semoga kita semua mendapat hidayah serta inayah dari Allah Subhanahu Wata’ala. Akeh kang apal Quran Hadise  Seneng ngafirke marang liyane  Kafire dewe dak digatekke  Yen isih kotor ati akale Banyak yang hafal Quran dan Hadist, suka mengkafirkan orang lain, kafirnya sendiri tidak diperhatikan, (gara-gara) masih kotor hati dan akalnya. semoga Allah swt meluhurkan setiap nafas kita dg cahaya istiqamah, dan selalu dibimbing untuk mudah mencapai tangga tangga keluhuran istiqamah, dan wafat dalam keadaan istiqamah, dan berkumpul dihari kiamat bersama ahlul istiqamah semoga Allah swt menggantikan segala musibah kita dg anugerah, wahai Allah sungguh firman Mu adalah sumpah Mu yg Kau sampaikan pada kami, bahwa : SUNGGUH BERSAMA KESULITAN ADALAH KEMUDAHAN, DAN SUNGGUH BERSAMA KESULITAN AKAN DATANG KEMUDAHAN (Al Insyirah 6-7)

Disari dari beberapa sumber. semoga bermanfa'at, Amiin

Kiai Hasyim dan Syiah ( Sebuah Tanggapan)

Tulisan ini walaupun menggunakan subyek "saya", tapi jujur saja ini bukan tulisan saya pribadi. Tapi tanggapan orang lain. Jadi silahkan saja di simak, mudah mudah an bermanfaat.

***

Di koran Republika, tiap hari kamis pekan ketiga tiap bulan, ada suplemen khusus: Jurnal Islamia. Jurnal Islamia ini diterbitkan atas kerjasama antara Republika dengan INSISTS (Institute for the Study of Islamic Thought and Civilizations). Yang duduk di dewan redaksi Islamia, antara lain, adalah Dr Hamid Fahmy Zarkasyi & Dr Adian Husaini.

Di edisi hari Kamis kemarin (20 Juni 2013) tema yang diangkat adalah tentang Hadhratusy-Syaikh Hasyim Asy’ari. Saya jarang baca Islamia sebenarnya, kecuali bila ada artikel yang ditulis Dr Adian Husaini. Tapi kali ini, karena temanya menarik, dan sepertinya memang memanfaatkan momentum film Sang Kiai, saya baca Islamia.

Ada lima artikel panjang yang membahas Hadhratusy Syaikh Hasyim Asy’ari. Dalam catatan ini saya ingin memberikan beberapa komentar saja dari artikel-artikel di jurnal Islamia itu. Saya merasa, ada cukup banyak warga Nadliyin yang kurang sreg dengan isi artikel-artikel di Jurnal Islamia itu.

[ 1 ]

Dalam artikel berjudul Kesesatan Agama Menurut KH Hasyim Asy’ari oleh seorang peneliti dari InPAS, Surabaya, tertulis:

“Beliau mengatakan dalam Muqaddimah Qanun Asasi li Jam’iyyah Nahdlatul ‘Ulama: Di zaman akhir ini tidak ada mazhab yang memenuhi persyaratan kecuali mazhab yang empat (Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali). Adapun mazhab yang lain, seperti mazhab Syiah Imamiyah dan Syiah Zaidiyah adalah ahli bid’ah. Sehingga, pendapat-pendapatnya tidak boleh diikuti.”

Dalam artikel berjudul Jihad dan Pemikiran Sang Kiai oleh dosen STAI Lukmanul Hakim, Surabaya, tertulis:

“Demikian juga terhadap hal-hal yang menurutnya berpotensi memengaruhi akidah umat tidak lepas dari perhatiannya. Sebagai bukti, dalam Muqaddimah Qanun Asasi li Jam’iyyah Nahdlatul ‘Ulama, Kiai Hasyim dengan tegas melarang warganya untuk tidak terpengaruh apalagi mengikuti aliran Syiah Zaidiyah. Padahal, Syiah Zaidiyah tergolong aliran yang relatif ringan kesalahannya, yaitu mereka berkeyakinan bahwa Ali bin Abi Thalib RA lebih utama ketimbang Abu Bakar RA dan Umar bin Khattab RA.”

Memang benar bahwa Mbah Hasyim menyatakan bahwa mazhab Zaidiyah dan Imamiyah termasuk ahli bid’ah. Termaktub dalam Muqaddimah al-Qanun al-Asasiy (yang dalam kompilasi Irsyad as-Sari oleh [Allahu yarham] Gus Ishom Hadziq digabung dengan at-Tibyan) di bab Risalah fi Ta’akkud al-Akhdzi bi Madzhahib al-A’immah al-Arba’ah halaman 29, Mbah Hasyim menulis:

وإذا تعين الاعتماد على أقاويل السلف فلا بد من أن تكون أقاويلهم التي يعتمد عليه مروية بالإسناد الصحيح أو مدونة في كتب مشهورة … وليس مذهب في هذه الأزمنة المتأخرة بهذه الصفة إلا هذه المذاهب الأربعة , اللهم إلا مذهب الإمامية والزيدية, وهم أهل البدعة لا يجوز الاعتماد على أقاويلهم.

Namun demikian, bahwa Mbah Hasyim menyatakan bahwa Syiah Zaidiyah adalah ahlul-bid’ah (apalagi di artikel itu, bagian kalimat tersebut di-highlight di bagian atas artikel) mestinya disertai dengan keterangan lebih lanjut. Ini agar lebih proporsional dalam pemaparan mengenai sebab pernyataan “ahli bid’ah” itu. Warga NU tentu tahu, kitab-kitab Zaidiyah banyak dikaji di kalangan Nahdliyin. Sebutlah di antaranya, Subulus-Salam dan Nailul-Awthar. Bahkan kitab-kitab tafsir kontemporer, tidak sedikit yang menukil az-Zamakhsyari, misalnya, yang berasal dari kelompok Mu’tazilah.

Sepemahaman saya, Mbah Hasyim menyatakan mazhab Syiah Zaidiyah tidak boleh diikuti karena kitab mereka tidak terkodifikasikan dengan baik sehingga hilanglah kepercayaan akan isi kandungan ajaranya. Ini dikuatkan dengan dua paragraf di akhir bab tentang keharusan berpegangan pada 4 mazhab itu. Mbah Hasyim menyatakan bahwa mazhab-mazhab yang diikuti tidak terbatas pada empat saja. Ada mazhab lain, seperti mazhab Dua Sufyan (at-Tsauri dan ibn ‘Uyainah), Ishaq ibn Rahawaih, Awza’i, bahkan Dawud az-Zhahiri. Namun, tersebab hilangnya kitab-kitab mereka dan tiadanya penerus mazhab mereka, maka tidak boleh mengikuti mazhab kecuali mazhab yang empat. Sebab, hanya mazhab empat yang terjamin sanadnya dan tidak mengalami distori (tahrif).

Terkait Imam Zaid ibn ‘Ali Zainal’Abidin, Mbah Hasyim menulis:

“… ولذا قال غير واحد في الإمام زيد بن علي رحمه الله: إنه إمام جليل القدر عالى الذكر, وإنما ارتفعت الثقة بمذهبه لعدم اعتناء أصحابه بالأسانيد …”

[ 2 ]

Dipaparkan dalam artikel Kesesatan Agama Menurut KH Hasyim Asy’ari, bahwa Mbah Hasyim memerangi banyak model kesesatan yang mesti diwaspadai umat Islam di Jawa. Antara lain, kebatinan, paham ibahiyah, paham hulul-ittihad alias manunggaling kawula gusti, aliran tasawuf yang menyimpang (mutashawwifah), dan Syiah Rafidhah.

Memang benar! Dan warga NU harus fair menyatakan, meski sebagian Nahdliyin merasa berat hati, bahwa Mbah Hasyim menilai sesat Syiah-Rafidhah. Mbah Hasyim menulis:

“ومنهم رافضيون يسبون سيدنا أبا بكر وعمر رضي الله عنهما, ويكرهون الصحابة رضي الله عنهم, ويبالغون هوى سيدنا علي وأهل بيته رضوان الله عليهم أجمعين, قال السيد محمد في شرح القاموس: وبعضهم يرتقي إلى الكفر والزندقة أعاذنا الله المسلمين منها…”

Namun demikian, yang bagi saya sangat janggal adalah, dalam pemaparan tentang yang “sesat” dalam artikel Kesesatan Agama Menurut KH Hasyim Asy’ari itu tidak dipaparkan kelompok pertama yang juga diwanti-wanti Mbah Hasyim agar umat Islam menjauhinya. Kelompok ini bahkan disebut terlebih dahulu sebelum Syiah-Rafidhah.

Di dalam Risalah Ahl as-Sunnah wal-Jama’ah, pada bab Fi Bayani Tamassuk Ahli Jawa bi Madzhab Ahl as-Sunnah wa al-Jama’ah, halaman 9-10, Mbah Hasyim jelas menyebutkan bahwa di antara kelompok yang mesti dijauhi adalah para pengikut pandangan Muhammad Abduh, Rasyid Ridha, Muhammad ibn ‘Abd al-Wahhab, Ahmad ibn Taimiyyah, Ibn al-Qayyim, dan Ibn ‘Abd al-Hadi. Mbah Hasyim menulis:

“ومنهم فرقة يتبعون رأي محمد عبده ورشيد رضا ويأخذون من بدعة محمد بن عبد الوهاب النجدي وأحمد بن تيمية وتلميذيه ابن القيم وابن عبد الهادى, فحرموا ما أجمع المسلمون على ندبه وهو السفر لزيارة قبر رسول الله صلى الله عليه وسلم وخالفوهم فيما ذكر وغيره, قال ابن تيمية في فتاويه: وإذا سافر لاعتقاده أنها أي زيارة قبر رسول الله صلى الله عليه وسلم طاعة, كان ذلك محرما بإجماع المسلمين…”

Kejanggalan saya adalah, mengapa Syiah-Rafidhah dll disebut sebagai sesat tanpa mengetengahkan juga “kesesatan” para perintis “salafisme” itu? Padahal jelas, yang dibid’ahkan oleh kelompok Salafi itulah justru ciri khas Nahdliyin! Apakah karena keterangan itu tak berkesesuaian dengan ideologi dari para penulis INSISTS sendiri, sebab menyinggung Muhammad ibn ‘Abd al-Wahhab dan Ibn Taimiyyah? Wallahu a’lam. Mbah Hasyim menyebut para kaum “Salafi” itu justru sebagai ahli bid’ah, perusak agama, dan penebar permusuhan (ilqa’ al-‘adawah).

Yang mengherankan adalah justru di artikel berjudul Toleransi Sang Kiai oleh seorang magister UMS, Surakarta, tertulis, “Meski ketika di Mekkah ia menerima ide-ide Muhammad Abduh agar umat Islam kembali kepada Alquran dan Sunnah namun ia tidak sejalan dengan pikiran untuk melepaskan diri dari keterikatan mazhab…”

Yang cukup mengherankan, apakah di Mekkah, Mbah Hasyim menerima ide-ide Muhammad Abduh? Padahal cukup jelas apa yang beliau tulis mengenai Muhammad Abduh, sebagaimana terpaparkan di atas.

[ 3 ]

Mengenai Syiah Zaidiyah dan Syiah Imamiyah, saya pribadi mengikuti Syaikh Wahbah az-Zuhaliy yang menyatakan dalam al-Fiqh al-Islamiy-nya bahwa keduanya adalah mazhab yang sah di dalam Islam. Selain 4 mazhab yang utama (Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali), Wahbah az-Zuhaili juga mengakui 4 mazhab lainnya, yakni: Zhahiri (Dawud ibn ‘Ali al-Ashfihani), Syiah-Zaidiyah (Zaid ibn Ali Zainal Abidin), Syiah-Imamiyah (Muhammad ibn al-Hasan al-Qummi), dan Ibadhi-Khawarij (Abdullah ibn Ibadh at-Tamimi).

Berikut komentar dari Syaikh Wahbah tentang fiqh mazhab Syiah-Imamiyah:

“وفقه الإمامية, وإن كان أقرب إلى المذهب الشافعي, فهو لا يختلف في الأمور المشهورة عن فقه أهل السنة إلا في سبع عشرة مسألة تقريبا, من أهمها إباحة نكاح المتعة. فاختلافهم لا يزيد عن اختلاف المذاهب الفقهية كالحنفية والشافعية مثلا. وينتشر هذا المذهب إلى الآن في إيران والعراق. والحقيقة أن اختلافهم مع أهل السنة لا يرجع إلى العقيدة أو إلى الفقه, وإنما يرجع لناحية الحكومة والإمامة ”

“Fiqh Imamiyah, meski lebih dekat ke mazhab Syafi’i, ia tak berbeda dengan fiqh Ahlus-Sunnah dalam persoalan yang masyhur kecuali kira-kira terkait 17 masalah. Yang paling penting (dari perbedaan itu) adalah pembolehan nikah mut’ah. Perbedaan Syiah Imamiyah dengan Ahlus Sunnah tak lebih sebagaimana perbedaan mazhab-mazhab fiqh lainnya, seperti Hanafi dengan Syafi’i. Mazhab Imamiyah ini sampai sekarang menyebar di Iran dan Irak. Secara substantif, perbedaan Syiah-Imamiyah dengan Ahlus Sunnah tidak merujuk ke soal akidah atau fiqh, melainkan hanya pada aspek pemerintahan dan imamah.”

Di samping itu, masa hidup Mbah Hasyim sudah beda dengan kondisi sekarang, saat kontak antara dunia Sunni dan Syiah makin massif dan intensif. Bahkan konflik Sunni-Syiah yang terjadi di luar negeri seolah tak berjarak, dan terasa gaungnya sampai negeri ini. Lagipula, banyak ulama besar dunia masa kini yang mengupayakan adanya “pendekatan antara mazhab” (at-taqrib baina al-madzahib) antara Sunni dengan Syiah.

[ 4 ]

Sesungguhnya, bila Anda membaca kitab-kitab karya Mbah Hasyim, Anda akan mendapati bahwa beliau adalah ulama yang tegas: banyak ajaran-ajaran yang ditulisnya boleh jadi terasa “keras” untuk zaman ini. Mbah Hasyim memang ahli hadits, sehingga sangat mendasarkan setiap amaliyah-ibadah kepada ada-tiadanya nash.

Warga NU harus fair, bahwa Mbah Hasyim melarang peringatan haul (pernah dengar ada haul Mbah Hasyim?). Mbah Hasyim melarang haul terutama karena ada unsur campur-baurnya lelaki-perempuan tanpa dibatasi. Mbah Hasyim juga mengharamkan kentongan, karena itu mengandung unsur menyerupai (tasyabbuh) terhadap kaum Nasrani, sampai-sampai beliau menulis khusus tentang ini dengan kitab berjudul al-Jasus fi Ahkam an-Naqus.

‘Ala kulli hal, jika setiap pandangan-pandangan yang muncul dari dialektika di tubuh NU harus dihantamkan ke kitab Mbah Hasyim, atau Qanun Asasi itu, menurut saya, NU akan semakin mengecil, sebab banyak Nahdliyin yang tak lagi patut dianggap NU karena bertentangan dengan Qanun Asasi. NU bisa besar seperti saat ini karena ia bisa menampung banyak orang dengan berbagai kecenderungan pemikiran. Oleh karena itu, kontekstualisasi terhadap perubahan zaman perlu kiranya menjadi salah satu opsi yang layak diupayakan.

Wallahu waliyyut-taufiq.

~ Kotagede, 21/06/2013

Wawancara dengn (alm) Ustadz Rahmat Abdullah

Menelusuri gerakan Tarbiyah, tentunya kurang lengkap jika tanpa mengetahui apa yang ada dalam pikiran pendirinya. Artikel ini adalah salah satu yang menerangkan seperti apa Tarbiyah serta keterkaitannya dengan organisasi pergerakan Islam yang sudah tua. Silahkan

***

Syaikhut Tarbiyah, KH Rahmat Abdullah:

“Ikhwanul Muslimin Inspirasi Gerakan Tarbiyah”

Usianya belumlah setengah abad. Tapi pembawaannya yang tenang kebapakan serta rambut dan janggutnya yang sebagian telah memutih, mengesankan pria kelahiran Jakarta, 3 Juli 1953 ini lebih tua dari usia yang sebenarnya. Sehingga cukup pantas bila ia kerap dituakan dan disegani oleh lingkungan pergaulannya.

Dalam publikasi acara Seminar Nasional “Tarbiyah di Era Baru” di Masjid UI, Kampus UI Depok, awal bulan lalu, ustadz keturunan Betawi ini ditetapkan sebagai pembicara utama (keynote speaker) serta disebut sebagai Syaikhut Tarbiyah; sebuah jabatan yang belum populer di telinga masyarakat, termasuk di kalangan aktivis da’wah dan harakah (pergerakan) selama ini.

Ketika dikonfirmasi Sahid tentang jabatan tersebut, sambil tersenyum dan merendah Rahmat membantahnya. Menurut Ketua Yayasan Iqro’ Bekasi ini sebutan tersebut hanyalah gurauan panitia yang kebetulan telah akrab dengannya. Rahmat sempat mengajukan keberatan kepada panitia, tapi ternyata publikasinya sudah terlanjur disebar. Akhirnya ayah dari tujuh putra-putri ini cuma bisa balik bergurau, “Adik-adik mau nyindir bahwa saya sudah kakek-kakek ya? Syaikh itu kan dalam bahasa Arab artinya kakek.”

Boleh jadi jabatan Syaikh Tarbiyah itu, seperti diakuinya, cuma gurauan atau sindiran panitia. Tapi banyak orang percaya sejatinya suami Sumarni HM Umar ini memang orang yang dituakan dalam gerakan yang bernama Tarbiyah. Apalagi mengingat di kepengurusan Partai Keadilan (PK) Rahmat memegang amanat sebagai Ketua Majelis Syuro dan Ketua Majelis Pertimbangan Partai. Seperti dimaklumi, PK didirikan dan disokong oleh para kader Tarbiyah.

Dalam seminar nasional yang dihadiri ribuan aktivis dan simpatisan Tarbiyah, Rahmat mengawali acara dengan orasi bertajuk “Kilas Balik 20 Tahun Tarbiyah Islamiyah di Indonesia dan Langkah Pasti Menyongsong Masa Depan.” Dalam kesempatan tersebut dicanangkan tahun 1422 H ini sebagai tahun kebangkitan Tarbiyah Islamiyah di Indonesia.

Dalam kancah pergerakan Islam di Indonesia, nama gerakan Tarbiyah belum populer di kalangan masyarakat awam. Kata tarbiyah lebih biasa dilekatkan orang pada Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti), sebuah ormas Islam yang berbasis di Sumatera Barat dan pernah menjadi partai Islam.
Namun bagi orang yang akrab dengan gerakan da’wah kampus, tidaklah merasa asing dengan sebutan itu. Di era ‘80-an dan ‘90-an gerakan ini kerap juga disebut Ikhwan, karena akrabnya aktivis Tarbiyah dengan manhaj gerakan Ikhwanul Muslimin, gerakan Islam di Mesir yang pengaruhnya telah mendunia.

Dari orasi yang disampaikan Rahmat, memori orang terpanggil lagi pada kenangan 20 tahun ke belakang ketika aktivis Tarbiyah merintis gerakan ini di kampus-kampus dan sekolah-sekolah. Salah satu tandanya adalah merebaknya pengajian usrah dan halaqah di kampus-kampus. Tonggak lainnya, mulai maraknya pemakaian jilbab oleh para siswi dan mahasiswi yang mendapat tentangan keras dari berbagai kalangan yang alergi terhadap syariat Islam. “Gedung sekolah dan semua peralatan sekolah, termasuk Departemen Pendidikan yang dibangun 90% dananya dari ummat Islam, harus mengusir putri-putri Islam karena mereka menggunakan busana demi melaksanakan perintah agama mereka,” ungkap murid kesayangan almarhum KH Abdullah Syafi’i ini dalam orasinya.

Begitu banyak pahit getir yang dirasakan, sehingga ada sebagian kader yang terputus dari jalan perjuangan. Tapi banyak pula yang bersabar, terus bermujahadah menempa diri dan menabung amal, bertahan hingga kini, menyemai insan dakwah ke seluruh pelosok negeri. Hasilnya antara lain, jilbab jadi pakaian jamak bagi wanita di negeri ini. Dari yang benar-benar penuh kesadaran berislam hingga yang masih ikut-ikutan lantaran telah jadi mode.

Tentu saja itu semua bukan cuma hasil kerja Rahmat Abdullah dan kawan-kawan seperjuangannya di Tarbiyah. Tapi harus diakui saham harakah Tarbiyah bersama harakah-harakah lain telah memberi itsar (bekas) perjalanan da’wah yang mengesankan di zamrud katulistiwa tercinta ini.

Bagaimana sejarah bermulanya harakah ini? Apakah benar terkait dengan Ikhwanul Muslimin yang didirikan Hasan Al-Banna di Mesir? Kepada Saiful Hamiwanto, Pambudi Utomo dan Deka Kurniawan dari Sahid, yang bertandang ke rumahnya yang sederhana nan asri di Kompleks Islamic Village Iqro’, Pondok Gede, Bekasi, kiai yang ramah ini membeberkannya untuk Anda, para pembaca. Berikut ini kutipan dari sekitar tiga jam perbincangan dengannya. Selamat mengikuti.

***

Dengan menggelar seminar “Tarbiyah di Era Baru”, gerakan Tarbiyah tampaknya mulai membuka diri secara terang-terangan. Bahkan tahun ini dicanangkan sebagai ‘Aam (Tahun Kebangkitan) At-Tarbiyah. Apa latar belakangnya?
Bismillah, sangat sadari bahwa setiap fase perjuangan itu menuntut sikap-sikap sesuai dengan fase-fase tersebut. Sehingga ada doktrin dalam Tarbiyah yang disebut, likulli marhalatin mutaqallabatuhaa (setiap fase itu ada tuntunannya); kemudian li likulli marhalatin muqtadhayatuhaa, (setiap fase ada konsekuensi yang harus dilahirkannya), dan likulli marhalatin rijaaluhaa (setiap fase ada orangnya, tokohnya atau kadernya).
Kemudian, apa yang kita sampaikan ketika dakwah ini mengalami satu fase yang berbeda dengan masa lalu? Kemarin dakwah berhasil melalui masa-masa sulit, mengayuh diantara dua persoalan dan kondisi, yakni kondisi melawan arus yang tidak terlawan dengan kekuatan yang secara thobi’i (alami) susah dihadapi secara face to face, serta kondisi larut.

Memang, dalam fase itu, kita lihat banyak juga yang tidak memiliki istimroriyah (kesinambungan), kontinyunitasnya tidak jelas. Kalaupun ada yang berjalan terus, perkembangannnya menyedihkan. Ada juga yang berkembang tapi kehilangan asholah (orisinalitas). Ini adalah kasus-kasus perjalanan dakwah dalam menghadapi rezim yang represif dan tekanan budaya. Bisa jadi banyak yang larut. Seperti para pengikut Nabi Isa, setelah beberapa lama malah jadi pengikut penjajah yang nyaris menyalib Nabi Isa sendiri.

Nah, kita ingin, keberhasilan melewati masa-masa kritis dan sulit semacam itu juga bisa kita capai ketika keadaan ini berubah, karena tidak otomatis daya tahan itu ada. Makanya harus dicanangkan sesuatu agar apa-apa yang menjadi doktrin Tarbiyah di atas, bisa direalisasikan.

Bisa jadi, kader yang dulu tahan menderita lama, tiba-tiba ketika segalanya terbuka seperti sekarang ini, menjadi tidak tahan lagi. Kalau dulu kan jelas sekali perbedaannya, furqon-nya, antara haq dan batil, sehingga akhlak para kader itu selalu berlawanan dengan akhlak buruk orang-orang memusuhi mereka. Nah, setelah keadaan ini terbuka, apa ada jaminan bahwa mereka tidak akan larut?

Memang, secara doktrin sudah diantisipasi, misalnya dengan pemahaman tentang tamayyu’ (mencairnya nilai-nilai), idzabah (pelarutan), istifdzadzat (provokasi), ighra’at (rayuan-rayuan), dan mun’athofat (tikungan-tikungan). Secara teoritis kita tahu semua tentang itu. Tapi ketika kita menjalaninya, apakah kita cukup siap?

Maka pencanangan ini beranjak dari kenyataan, dimana sebuah komunitas dakwah sedang mengalami fase-fase lain yang berbeda dengan fase ketika mereka dibesarkan dulu. Pencanangan ini untuk menyiapkan sesuatu yang secara teoritis sudah mereka kenal, tetapi secara komunal, penghayatan, apresiasi perlu dihadapi secara lebih serius agar tidak menimbulkan persoalan yang rumit yang menyebabkan taurits (pewarisan) itu menjadi terputus.

Dulu dimulai satu langkah dan hasilnya adalah hari ini. Bagi yang tidak mau melihat hasil yang sama di hari nanti, ya sekarang diam dan tidur saja. Tapi kalau ingin melihat terus-menerus keadaan seperti ini, maka harus bergerak untuk masa mendatang. Ini terutama yang melatarbelakangi pencanangan ‘Aam At-Tarbiyah (Tahun Tarbiyah).
Tapi perlu dicatat bahwa pengertian tarbiyah (pendidikan) ini tidak menafikan proses tarbiyah yang terjadi di Indonesia sejak dulu. Tanpa proses tarbiyah, bagaimana mungkin walisongo dapat melahirkan pejuang-pejuang handal. Apapun namanya, apakah itu pengkaderan dengan ‘t’ kecil (tarbiyah), yang jelas itu adalah proses pendidikan. Namun Tarbiyah yang sedang kita perbincangkan dalam konteks ini adalah dengan ‘t’ besar, Tarbiyah (sebagai nama sebuah gerakan, red).

Wanti-wanti tentang pelarutan ini pernah Anda sampaikan waktu Munas PK tahun 2000. Apakah memang anda sendiri sudah melihat kecenderungan itu, sehingga perlu ada pencanangan ini?
Kalau kita baca sirah (sejarah), Rasululllah pernah berpesan diantaranya “ma al-faqru bi akhsya alaikum, bukanlah kefakiran yang aku takutkan dari kalian, tapi aku mengkhawatirkan apabila bumi di buka (dimenangkan) lalu kamu bersaing memperebutkan dunia, sehingga kamu celaka, sebagaimana celakanya orang-orang sebelum kamu.” Dulu, kesulitan itu membuat segalanya terbatas, dan kita berhasil melewatinya. Contohnya, kita tidak punya villa, tapi bisa menikmati banyak villa. Dan kawasan Puncak (Bogor, red) yang dianggap identik dengan maksiat, seperti hari ini bisa berubah sebagai tempat acara pengajian karena seringnya digunakan untuk pengkaderan oleh semua pihak, diantaranya oleh kalangan Tarbiyah.

Wanti-wanti rasul itu, dalam kaitan ini, menegaskan bahwa setiap kondisi ada pengaruhnya. Kalau dulu, setiap waktu mereka bisa bertemu, sehingga kesalahan sedikit saja bisa langsung diketahui. Tapi ketika mereka sudah ada di kawasan yang menggiurkan, secara massal tantangan akan semakin keras. Sesuatu yang menggiurkan, kalau baru cerita, masih bisa bilang tidak mau. Tapi kalau sudah sudah di depan mata, bagaimana mungkin tidak tidak tergoda.

Supaya tidak larut, mereka jangan sampai lupa kepada akarnya. Makanya, pemantapan nilai Tarbiyah dalam pencanangan ini tidak bisa kita abaikan, meskipun sekarang mereka masih rutin bertemu setiap pekan dengan muhasabah (evaluasi) dan muraqabah (pengawasan).
 
 
Selama 20 tahun berkiprah di Indonesia, masih banyak orang yang belum tahu Tarbiyah ini. Bisakah Anda ceritakan sejarahnya?
Dulu, apa yang kita kaji sebetulnya adalah apa yang menjadi keyakinan bersama umat Islam . Kita punya keinginan dan cita-cita yang sama, tidak ada perbedaan dari segi materi. Nah Tarbiyah menjadi sejarah ketika pola pendekatan pengkajiannya tersebut dibuat integral dan menjadi aplikatif.
Kalau di berbagai tempat ukhuwah masih menjadi teriakan-teriakan yang semu, di lingkungan Tarbiyah, itu diaplikasikan. Kalau penguasaan Islam selama ini masih bersifat kognitif, maka di Tarbiyah hal itu dicoba untuk diamalkan. Tema yang dikaji dalam beberapa kali pertemuan harus ditransformasikan dari dairatul qaul (perkataan, teori), kepada dairatul amal (pengamalan). Kemudian dari amal kepada kebiasaan.

Kalau Islam dulu dibatasi pada bidang-bidang dan ruang-ruang tertentu, maka di Tarbiyah hal itu diperluas sebagaimana Islam adanya yang berbicara juga tentang politik, ekonomi dan lain-lain. Dengan kata lain ada orientasi kepada Islam kaffah (total). Mereka dibangun kesadarannya untuk melihat bahwa pemahaman Islam mereka sebelum ini harus diluruskan.

Demikianlah sebuah upaya yang dilakukan Tarbiyah supaya kita bisa mengamalkan Islam dalam satu komunitas baru. Yang intens mengkaji Islam kan biasanya dari kawasan santri, lalu dengan munculnya Tarbiyah, dakwah mulai berdaya, karena mulai memasuki kawasan-kawasan yang sebelum ini dianggap sekuler, yakni kampus-kampus yang memang bukan tempat kajian agama. Di kawasan itu subur karena para mahasiswa dan sarjana akrab dengan ilmu-ulmu kauniyah yang dalam Tarbiyah memang menjadi doktrin penting.
Mereka di laboratorium mengkaji ayat-ayat kauniyah itu, dan kemudian mendapat pembenaran dari ayat qauliyah yang dikaji dalam Tarbiyah, sehingga mereka pun jadi cenderung kepada aktivitas yang militan.

Dengan proses kesejarahan itu, maka saat ini adalah era baru dimana dakwah yang selama ini sering diumbar di mimbar mendapatkan perluasan dan diversifikasinya yakni yang melanjut menjadi dakwah kader. Mereka inilah yang dalam konsep dakwah Tarbiyah disebut dengan anasirut taghyir (elemen perubah).

Dalam proses dakwah ada obyek yang hanya bisa sekedar menerima dakwah yakni qoobilud dakwah. Ada yang bisa menerima perubahan dari dakwah itu, yakni qoobilut taghyir ada yang berpotensi menjadi anasirut taghyir. Nah, anasirut taghyir ini, ada di kawasan ilmiah, yakni kampus-kampus dan sekolah-sekolah.

Kepedulian untuk menggarap kalangan yang dalam waktu singkat bisa melakukan perubahan ini memang dilakukan dengan sadar, karena pengalaman dakwah yang sudah dilakukan sebelumnya, seperti di dalam parpol/ormas, dirasa belum efektif. Pengalaman sebelum ini, dakwah di kampus itu lebih murni, sehingga proses ini akan menyejarah dengan adanya keluarga-keluarga baru yang akan mengaplikasikan Islam secara lebih utuh.

Hal ini tentu saja tidak terlepas dari adanya satu bi’ah (lingkungan). Nah, tarbiyah ini adalah bi’ah, dimana unsur-unsurnya terus dibimbing dalam berislam dan dikawal dari segala pengaruh zaman yang masuk.

Inilah yang disebut kelompok kajian yang mengandung 3 unsur utama. Pertama, yang mengandung atmosfir dzikir dan ibadah atau aspek ruhaniah spiritual. Kedua, aspek fikriyah, keilmuan. Dan yang ketiga, aspek dakwah harakiyah, yakni implementasi dari yang pertama dan kedua. Proses yang demikian pada saatnya akan sampai pada satu titik, dimana mereka siap untuk berinteraksi dengan masyarakat dengan bekal dan kekuatan yang memadai sehingga tidak mudah larut, tapi malah bisa menciptakan perubahan.
Manhaj Tarbiyah yang demikian itu terinspirasi dari mana?
Kalau kita merujuk kepada buku yang ada, seperti yang diakui oleh sebuah parpol Islam , mereka berasal dari kelompok usrah. Dan referensi dari gerakan ini memang diantaranya merujuk kepada gerakan yang berkembang di Mesir. Secara faktual, menurut Prof. Fathi Yakan, referensi ilmiah dunia Islam sekarang ini 60 persennya berasal dari gerakan Islam di Mesir ini.
Sebenarnya hampir seluruh doktrin dakwah dari gerakan Tarbiyah, diambil dari sumber-sumber yang jauh sebelum Hasan Al-Banna. Misalnya dalam kitab Muhammad bin Abdul Wahab ada materi qul haadzihi sabiilii, yang merupakan materi dasar bagi setiap pemula yang masuk Tarbiyah. Ternyata dalam kitab Syekh Abdullah Alawi Al-Hadaad, yang sangat populer di pesantren, yaitu Ad-Da’wah at-Tammah, juga dibuka dengan ayat tersebut, jadi ini sudah biasa.
Intisari ayat dalam QS 12:108 itu pertama tentang deklarasi untuk mengikuti jalan dakwah, qul haadzihi sabiilii. Kedua, jalan itu hanya menuju kepada Allah. Ketiga, jalan itu berlangsung di atas manhaj yang jelas. Keempat adanya pemimpin yang ikhlas (qiyadah mukhlisoh) di jalan itu. Kemudian kelima adanya pengikut/pendukung yang tho’at (jundiah muthi’ah) dalam jalan itu.
Mereka semua rata-rata memiliki marja’ (rujukan) yang sama dari berbagai ulama. Bagi Tarbiyah, siapa saja yang berbicara tentang Islam akan menjadi rujukannya. Tapi yang paling mayoritas sering digunakan adalah pemikiran-pemikiran Hasan al-Banna, Sayyid Quthb, An-Nadwy dan Mushtafa Masyhur.

Tahun 1980-an pemikiran-pemikiran mereka memang masuk ke Indonesia, karena di tempat asalnya, Mesir, mereka dipukul oleh Nasser. Ini hikmahnya, mereka muncrat kemana-mana, termasuk ke sini. Mereka juga masuk ke berbagai elemen dan lembaga ummat di berbagai pelosok dunia. Dengan berbagai cover mereka menjalani gerakan mereka, misalnya, WAMY, IIFSO, OKI, Rabithah Alam Islami, termasuk juga lembaga yang pernah dipimpin Anwar Ibrahim. Lembaga-lembaga itu menjadi corong yang mensosialisasikan abad ke-15 H ini sebagai titik tolak keberangkatan ummat Islam.

Apakah yang Anda maksud gerakan dari Mesir itu adalah Ikhwanul Muslimin?
Gerakan inilah yang nampaknya banyak memberi inspirasi dan pengaruh kepada Tarbiyah. Prosesnya antara lain lewat pengiriman buku-buku tentang gerakan itu ke pesantren-pesantren oleh mahasiswa kita yang belajar di Timur Tengah. Tapi sayang kitab-kitab itu tidak dibuka, karena dianggap bukan kitab kuning.
Saya ingat, tahun 1972 Dr. Yusuf Qaradhawi pernah berkunjung ke Indonesia. Dan beliau menyumbangkan kitab-kitab sejenis itu. Di antara yang diberi itu adalah guru saya KH Abdullah Syafi’i. Beliau adalah seorang pembaca yang lahap. Di mobilnya selalu ada kitab.

Waktu itu saya masih kelas III Tsanawiyah. Mengikuti jejak beliau, saya sudah berkenalan dengan kitab Fii dzilalil qur’an serta kitab karangan Abu Hasan Ali An-Nadwi yang disumbangkan Yusuf Qaradhawi.

Begitulah inspirasi gerakan itu sampai ke sini. Waktu itu orang belum yakin, bagaimana halaqah yang paling banyak anggotanya cuma 12 orang bisa mengubah dunia. Orang-orang masih yakin perubahan itu hanya bisa terjadi dengan massa yang besar. Sementara kami terus melakukan pengkaderan intensif.
Begitu intensifnya hingga di masa awal itu ada seorang tokoh muda gerakan ini, yang bisa 3 kali ke Puncak setiap akhir pekan untuk mencetak kader-kader Tarbiyah ini. Biayanya dari kantong sendiri. Kadang numpang truk. Bahkan tidak aneh kalau waktu itu di antara mereka ada yang jalan kaki dari Depok ke Jakarta, itu biasa. Dan mereka pulang jarang yang di bawah jam 12 malam. Seperti itulah mereka menjadi kader di masa lalu. Meski begitu Tarbiyah juga tidak eksklusif, karena mereka juga terjun ke tengah masyarakat.
 
 
Apakah proses pengkaderan itu dilakukan juga di kampus dan sekolah-sekolah agama?
Ada, perekrutan itu dilakukan juga di sana. Tetapi memang respon yang paling cepat adalah di kampus-kampus umum itu. Mungkin karena berangkat dari kesadaran, bahwa mereka sudah minus keislamannya, sehingga mereka semangat untuk belajar Islam. Sedangkan orang-orang di kampus agama mengklaim, “Kami gudangnya Islam.” Jadi mereka sudah merasa cukup.

Kembali soal sejarah Tarbiyah tadi. Bisa anda jelaskan siapa-siapa saja tokoh yang membawa fikrah gerakan ini ke Indonesia?
Tentu saja ketika proses masuknya fikroh ini berlangsung, banyak pintu yang digunakan, proses ini seperti tayyar (arus). Sebuah tayyar kan tidak jelas mana awal dan mana akhir. Begitu banyak sehingga jika Anda sebut beberapa nama tokoh Tarbiyah, boleh jadi semuanya punya peran.

Tapi saya ingat salah seorang kyai di Jakarta, pulang dari Timur Tengah membawa kitab untuk pesantren. Saya mengkhatamkan tiga kitab risalah Hasan Al-Banna yang dibawa kyai saya itu yaitu Bainal Amsi wal Yaum (Antara Kemarin dan Hari Ini), Da’watuna (Dakwah Kami di Era Baru) dan Risalah Ta’lim.

Dalam perkembangannya Tarbiyah terjun ke dalam da’wah politik yakni dengan pendirian Partai Keadilan. Apa pertimbangannya?
Bukankah begitu banyak ilmu, lalu kalau bukan untuk dikaji dan diamalkan dan diaplikasikan, terus untuk apa? Apakah cukup kita membicarakan di dalam halaqah, tapi di luar kita selesai begitu saja. Kalau dilihat dari perjalanan Rasulullah, mereka mulai sembunyi selama tiga tahun, sesudah itu mengumumkan da’wahnya. Saat itu sudah eranya dakwah memasyarakat sampai hijrah dengan segala resikonya. Sesudah itu di Madinah terjadi suatu proses yang bersifat politik praktis dan kelembagaan politik.
Lagipula, kita harus membayar janji kita kepada Allah bahwa shalat, ibadah dan seluruh kehidupan kita untuk Allah. Jadi hidup itu mulai dari tidur, makan, sampai mengatur orang bermasyarakat, berarti namanya politik.

Keputusan untuk terjun ke politik didorong oleh kesadaran supaya tidak ingin berasyik-asyik saja dalam konsep da’wah, tetapi apa yang bisa kita berikan untuk ummat pada saat moment berpolitik memungkinkan. Kalau momen itu tidak diambil, ummat akan mengeluh dan kecewa. Sementara banyak orang kafir sudah mengibarkan bendera.

Orang memaklumi bahwa kader Partai Keadilan (PK) dari kalangan Tarbiyah. Sementara Doktor Yusuf Qaradhawi menulis bahwa PK adalah perpanjangan tangan dari Ikhwanul Muslimin (IM) di Indonesia. Jadi Tarbiyah sesungguhnya adalah IM di Indonesia?
Wallahu a’lam. Saya baca buku asli yang ditulis Qaradhawi itu. Di situ tertulis imtidad. Tetapi apakah betul terjemahannya sebagai perpanjangan tangan. Sebetulnya mereka adalah jamaah wahidah yang diikat oleh rabithul aqidah. Jadi di manapun mereka berada tetap dalam satu ikatan yang kokoh.

Apakah ada semacam ikatan resmi antara tokoh-tokoh Ikhwanul Muslimin di Mesir dan Tarbiyah di Indonesia?
Begini, kalau soal kerjasama ya sulit juga dijawab, karena tidak sama seperti komunis di Indonesia dulu yang punya hubungan jelas dengan komunis di Rusia. Yang jelas kalau di luar negeri seperti di Yordan, Sudan dan lain-lain, Ikhwanul Muslimin bergerak dengan bendera formal, tapi ada di sebagian negeri yang lain tidak menggunakan nama Ikhwanul Muslimin, namun semangatnya sama.

Mengapa tidak ada keinginan untuk menegaskan diri dengan menyatakan bahwa Tarbiyah tidak lain adalah Ikhwanul Muslimin?
Yang penting bukan terstruktur atau tidak, diakui atau tidak, tapi produk apa yang bisa dihasilkan oleh seorang muslim dengan komitmen dan semangat dakwahnya. Kita lebih mengandalkan kualitas komoditas, bukan propagandanya, na’tamid ‘ala husnil bdho’ah la ‘ala husnid di’ayah.

Seingat saya, selama bertahun-tahun tumbuh bersama gerakan ini, mereka tidak pernah diperkenalkan dengan satu tokoh. Kita selalu membiasakan untuk selalu merujuk kepada Al-Quran dan Sunnah. Kita mencegah agar jangan sampai kader-kader kita terpesona oleh figur dan oleh nama besar. Lebih baik begitu daripada mengibarkan bendera tapi tidak pernah membuktikan komitmennya.

Kita sendiri tidak berani mengklaim sebagai Ikhwanul Muslimin karena, pertama, sudah benarkah klaim itu, kalau tidak, berarti kita sudah membohongi masyarakat. Kedua, kalaupun kita punya hubungan dengan Ikhwanul Muslimin, apakah kualitas kita benar-benar sama dengan mereka. Kalau sudah sih tidak apa-apa mengklaim sebagai bagian dari jamaah itu. Tapi kalau pemikirannya jauh dari Hasan Al-Banna, dan produk akhlaknya mengecewakan, gaya bahasanya juga berbeda buat apa mengaku-ngaku. Jadi bagi kita yang penting adalah produknya dulu.

Di Mesir organisasi IM muncul secara terang-terangan. Mengapa di negeri lain tidak semua yang mau terang-terangan?
Mesir itu kan monumen, tempat lahirnya gerakan itu. Sebagai monumen besar, ia tidak boleh tersembunyi. Apapun risikonya, termasuk nyawa, eksistensi jama’ah harus tetap muncul. Kalau dia dibilang tidak ada, tidak ada di dunia ini, kalau dia dibilang ada, orang akan bilang ada.

Tentu saja di Indonesia tidak bisa saya katakan bahwa Tarbiyah adalah perpanjangan tangan yang terstruktur dari IM, tapi lalu disembunyikan. Benar atau tidak, itu soal lain. Paling tidak dari sisi kampanye nama, memalukan kalau orang Indonesia cuma mengambil nama lalu kualitasnya tidak sampai.
Apakah pencanangan gerakan Tarbiyah di era terbuka ini kemudian akan mengarah kepada pembentukan ormas?
Nampaknya tidak. Jadi pencanangan ini adalah da’wah ke berbagai lini. Ini lebih kepada keinginan untuk menanamkan semangat menyebar.

Dalam selebaran acara seminar “Tarbiyah di Era Baru” Anda disebut sebagai Syaikh Tarbiyah. Apakah memang dalam struktur Jamaah Tarbiyah imamnya Anda. Dan bagaimana sampai Anda didudukkan sebagai syaikh?
Antara sungguhan dan guyonan, susah membedakannya. Biasanya orang yang sudah dekat kan begitu. Sebenarnya sebutan ini hanya buatan panitia saja. Saya tanya mereka, “Kenapa dibuat seperti ini?”
Mereka bilang, “Publikasinya sudah disebar kok.” Maka saya balas gurau, “Adik-adik mau nyindir saya ya, bahwa saya sudah kakek-kakek. Syaikh itu kan artinya kakek. Jadi era saya sudah hilang, sekarang era kalian semua?”

Pertimbangan mereka mungkin saya ini kan nggak sama dengan yang lain. Yang lain kan ada yang bergelar doktor. Mereka mungkin mengira-kira untuk mengimbangi, sehingga akhirnya dibuat julukan itu. Humor itu biasa terjadi, sering si Fulan ditulis bergelar Ph.D, maksudnya bukan doktor, tapi singkatan dari Pakar Halaqah dan Daurah, hahaha…

Lantas ada yang menggelari saya dengan Kyai Haji, tapi itu orang-orang saja yang kasih. Saya sendiri risih dipanggil Kyai Haji. Kalau diangkat dengan sebutan mulia saya gemetar.

Apakah penyebutan syaikh itu terkait dengan posisi struktural anda sebagai ketua MPP di PK?
Insya Allah tidak.

Gerakan Tarbiyah selama ini banyak berbasis di kampus yang notabene masyarakat menengah dan relatif elit. Belakangan apakah juga memperhatikan kalangan bawah?
Relatif, di beberapa daerah pembinaan kalangan bawah tampaknya cukup memuaskan, walaupun untuk berpacu perlu waktu, kenapa misalnya di beberapa daerah transmigrasi ada keberhasilan yang mereka menjadi pemimpin riil.

Sering muncul kritik bahwa gerakan Tarbiyah ini cenderung eksklusif. Apakah Anda rasakah pula kecenderungan itu?
Betul, ada kalanya kopral dengan kopral berkelahi, tetapi mayor dan kolonel yang jadi atasannya biasa-biasa saja. Para jenderalnya pun saling ngobrol saja.

Kalau ada yang demikian yang saya lihat, saya mengingatkan kader-kader kita agar tidak boleh begitu. Karena sesungguhnya mereka bisa menjadi orang yang sangat dihargai masyarakat jika menggunakan cara-cara yang lebih santun.

Jadi kesan eksklusif itu bukan karena ajaran ataupun doktrin, tapi dari sisa yang belum diselesaikan dari kajian materi yang saat itu harusnya mereka cari sendiri.
Makanya mereka disuruh mengaji ke mana-mana untuk menambah wawasan. Sehingga kalau ada kajian umum mereka datang ramai-ramai untuk memperkaya dari apa yang telah mereka dapatkan dalam kelompok-kelompok kecil itu.

***

Sesuai dengan apa yang ia nasehatkan, Rahmat Abdullah sendiri adalah sosok pejuang da’wah yang sangat aktif memperkaya wawasan keilmuannya. Pendidikan formalnya hanya sampai madrasah aliyah plus setahun kuliah di LIPIA Jakarta. Tapi karena kegigihannya mencari ilmu dari beberapa halaqah kiai dan kelahapannya membaca kitab, banyak orang mengakui kapasitas keilmuannya tak kalah dari rekan-rekannya yang bergelar doktor. Sejak tahun 1985 ia sudah sering berkunjung ke luar negeri dan keliling Indonesia, memenuhi undangan seminar, mudzakarah du’at, pelatihan kader, tabligh, dan sebagainya. Meski begitu ia tetap tawadhu dan menolak disebut otodidak. “Allah-didak. Allah yang mendidik dan mengajarkan kita,” katanya meluruskan.
sumber: www.hidayatullah.com