Friday 27 November 2015

Makna Kull Dalam Hadist Tentang Bid'ah

Oleh: Muhammad Ali Mudatsir

كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَ لَةٍ وَكُلُّ ضَلاَ لَةٍ فِى النَّارِ

“Setiap bid’ah itu sesat dan setiap kesesatan itu masuk neraka”.

Dengan membandingkan hadist tersebut serta QS Al Kahfi: 79 yg sama2 dihukumkan ke kullu majmu' akan kita dapati sebagai berikut:

Bid’ah itu kata benda, tentu mempunyai sifat, tidak mungkin ia tidak mempunyai sifat, mungkin saja ia bersifat baik atau mungkin bersifat jelek. Sifat tersebut tidak ditulis dan tidak disebutkan dalam hadits di atas; dalam Ilmu Balaghah dikatakan,

حدف الصفة على الموصوف

“Membuang sifat dari benda yg bersifat”.

Seandainya kita tulis sifat bid’ah maka terjadi dua kemungkinan:
a. Kemungkinan pertama :
كُلُّ بِدْعَةٍ (حَسَنَةٍ) ضَلاَ لَةٌ وَكُلُّ ضَلاَ لَةٍ فِى النَّارِ

“Semua bid’ah (yg baik) sesat, dan semua yg sesat masuk neraka”.

Hal ini tidak mungkin, bagaimana sifat baik dan sesat berkumpul dalam satu benda dan dalam waktu dan tempat yg sama, hal itu tentu mustahil.

b. Kemungkinan kedua:

كُلُّ بِدْعَةٍ (سَيِئَةٍ) ضَلاَ لَةٍ وَكُلُّ ضَلاَ لَةٍ فِىالنَّاِر

“Semua bid’ah (yg jelek) itu sesat, dan semua kesesatan itu masuk neraka”.

Jelek dan sesat sejalan tidak bertentangan, hal ini terjadi pula dalam Al-Qur’an, Allah Subhanahu wa Ta'ala telah membuang sifat kapal dalam firman-Nya:

وَكَانَ وَرَاءَهُمْ مَلِكٌ يَأْخُذُ كُلَّ سَفِيْنَةٍ غَصْبَا (الكهف: 79)

“Di belakang mereka ada raja yg akan merampas semua kapal dengan paksa”. (Al-Kahfi: 79).

Dalam ayat tersebut Allah Subhanahu wa Ta'ala tidak menyebutkan kapal yg baik adalah KAPAL JELEK; karena yg jelek tidak mungkin diambil oleh raja.

Maka lafadh كل سفينة sama dengan كل بد عة tidak disebutkan sifatnya, walaupun pasti punya sifat, ialah kapal yg baik كل سفينة حسنة.

كل محدث بدعة وكل بدعة ضﻻلة وكل ضﻻلة فى النار

"Kullu muhdatsin bid'ah, wa kullu bid'atin dholalah, wa kullu dholalatin fin naar"

Dalam hadits tersebut rancu sekali kalau kita maknai SETIAP bid'ah dengan makna KESELURUHAN, bukan SEBAGIAN. Untuk membuktikan adanya dua macam makna ‘kullu’ ini, dalam kitab mantiq ‘Sullamul Munauruq’ oleh Imam Al-Akhdhori yg telah diberi syarah oleh Syeikh Ahmad al-Malawi dan diberi Hasyiah oleh Syeikh Muhamad bin Ali as-Shobban tertulis:

الَكُلّ حكمنَا عَلَى الْمجْموْع ككل ذَاكَ لَيْسَ ذَا وقَوْعحيْثمَا لكُلّ فَرْد حُكمَا فَإنَّهُ كُلّيّة قَدْ علمَا

"Kullu itu kita hukumkan untuk majmu’ (sebagian atau sekelompok) seperti ‘Sebagian itu tidak pernah terjadi’. Dan jika kita hukumkan untuk tiap2 satuan, maka dia adalah kulliyyah (jami’ atau keseluruhan) yg sudah dimaklumi."

Mari perhatikan dengan seksama & cermat kalimat hadits tersebut. Jika memang maksud Rosululloh shalallahu 'alaihi wa sallam adalah SELURUH kenapa beliau BERPUTAR-PUTAR dalam haditsnya?

Kenapa Rosululloh tidak langsung saja

كل محدث فى النار

"Kullu muhdatsin fin naar" (setiap yg baru itu di neraka) ?

كل بدعة فى النار

"Kullu Bid'atin fin naar" (setiap bid'ah itu di neraka)"?

Kenapa Rosululloh Shollallohu 'alaihi wa sallam menentukan yg akhir, yakni "kullu dholalatin fin naar" bahwa yg SESAT itulah yg masuk NERAKA?

Selanjutnya, Kalimat bid'ah (بدعة) di sini adalah bentuk ISIM (kata benda) bukan FI'IL (kata kerja).
Dalam ilmu nahwu menurut kategorinya Isim terbagi 2 yakni Isim Ma'rifat (tertentu) dan Isim Nakirah (umum).

Nah disii kata BID'AH ini bukanlah
1. Isim dhomir
2. Isim alam
3. Isim isyaroh
4. Isim maushul
5. Ber alif lam

yang merupakan bagian dari isim ma'rifat. Jadi kalimat bid'ah di sini adalah isim nakiroh. Dan KULLU di sana berarti tidak beridhofah (bersandar) kepada salah satu dari yg 5 diatas. Seandainya KULLU beridhofah kepada salah 1 yg 5 diatas, maka ia akan menjadi ma'rifat. Tapi pada 'KULLU BID'AH', ia beridhofah kepada nakiroh. Sehingga dalalah -nya adalah bersifat ‘am (umum). Sedangkan setiap hal yg bersifat umum pastilah menerima pengecualian. Ini sesuai dengan pendapat imam Nawawi ra.

قَوْلُهُ وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ هَذَاعَامٌّ مَخْصٍُوْصٌ وَالْمُرَادُ غَالِبُ الْبِدَعِ.

“Sabda Nabi Shollallohu 'alaihi wa sallam, “semua bid’ah adalah sesat”, ini adalah kata2 umum yg dibatasi jangkauannya. Maksud “semua bid’ah itu sesat”, adalah sebagian besar bid’ah itu sesat, bukan seluruhnya.” (Syarh Shahih Muslim, 6/154).

Lalu apakah SAH di atas itu dikatakan MUBTADA' (awal kalimat)? Padahal dalam kitab Alfiyah (salah 1 kitab rujukan ilmu nahwu), tertulis :

لايجوز المبتدأ بالنكراة

"Tidak boleh mubtada' itu dengan nakiroh."

KECUALI ada beberapa syarat, di antaranya adalah dengan sifat. Andai pun mau dipaksakan untuk men-sah-kan mubtada' dengan ma'rifah agar tidak bersifat UMUM pada 'kullu bid'atin di atas, maka ada sifat yg di buang dilihat DARI SISI BALAGHAH

Sumber : santrijagad.org

Sunday 8 November 2015

Front Nahdliyin untuk Kedaulatan Sumber Daya Alam [ FN - KSDA ]

Apa itu Front Nahdliyin untuk Kedaulatan Sumber Daya Alam [ FN - KSDA ] ?

Jujur saja, saya sendiri baru mendengar gerakan ini pada akhir tahun 2015. Kira - kira saat Indonesia sibuk dengan bencana asap baik yang di sumatra maupun yang di Kalimantan. Pasalnya bencana asap ini termasuk yang terbesar dari yang sebelumnya. Namun tindakan pemerintah tentu saja masih minimalis dan belum maksimal, malah terkesan abai.

Selain itu juga, kasus - kasus yang sedang ramai dibicarakan sejak 2014, dan baru sampai di telinga saya tahun 2015 ini. Itupun setelah saya menonton film dokumenter " Samin vs Semen ", yang di Unibraw sampai dibubarkan penayangannya tapi justru disini ( Cilegon ) saya bisa nonton santai bersama komunitas "yang sedang tumbuh" Rumah Baca Cilegon (RBC) -- sebut saja begitu --.

Kembali ke FN - KSDA. Gerakan ini kira - kira  muncul atas muncul atas dasar yang sama, yaitu kasus - kasus diatas. Beberapa pemikirannya tentu dituangkan bisa ikuti dalam laman mereka yang bertajuk " Daulat Hijau ". Dalam laman ini dijelaskan bahwa Front ini adalah wadah koordinasi antara Jamaah NU yang memiliki kehirauan mengenai permasalahan konflik pengelolaan sumberdaya alam (SDA), seperti udara, air, tanah, dan segala yang terkandung di dalamnya, terutama yang terjadi di basis NU.

Kelahiran Front ini diawali oleh diskusi tematik bertajuk “NU dan Konflik Tata Kelola SDA” yang diadakan di Pendopo LKiS, Yogyakarta pada tanggal 4 Juli 2013 dengan pembahasan kasus di berbagai daerah di Indonesia. Diskusan sepakat untuk membentuk aliansi dengan tujuan menyiapkan media jaringan untuk kelancaran sirkulasi informasi dan kemudahan pengorganisasian serta mengarusutamakan tata kelola SDA di kalangan NU.

Pada tanggal 15 Agustus 2015 diadakanlah diskusi lanjutan yang melahirkan pernyataan sikap Front Nahdliyin untuk Kedaulatan Sumber Daya Alam [ FN - KSDA ] bersama Pengurus Besar Nahdlatul Ulama [PBNU]. Dalam pernyataan ini berisi tentang sikap terhadap masalah SDA, yang ekploitasinya kurang memperhatikan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan [AMDAL]. Dalam hal ini yang disoroti masih khusus pada kasus Pabrik Semen di Rembang dan Kalimantan. Selain itu juga, dalam pernyataan ini dimuat desakan kepada pemerintah agar dapat melaksanakan hukum tata kelola SDA yang baik dan sesuai dengan amanat UUD 1945.

Ini tentunya menjadi angin segar bagi pergerakan salah satu organisasi Islam tertua dan terbesar di Indonesia. Dimana gaung gerakan pemuda Nahdliyin, dalam hal ini KMNU, IPNU, PMII sudah mulai jenuh dan "kurang tampil" dibandingkan organisasi  kepemudaan dari induk organisasi Islam lainnya. Selanjutnya tentu kita berharap gerakan ini dapat memberikan solusi dan kontribusi dalam menyelesaikan masalah - masalah  besar Indonesia. Terutama di bidang tata kelola Sumber Daya Alam [SDA]. Dan semoga kedepannya gerakan ini bukan hanya mengadvokasi kasus - kasus di jawa saja, tapi juga kasus - kasus yang ada di daerah lain di Indonesia.

Imam B. Carito

Monday 2 November 2015

Seputar Ucapan Natal

SEBUAH PENGANTAR

Di masa kejayaannya yang lalu, umat Islam lebih kuat dan besar dari umat Kristiani. Tempat-tempat bersejarah yang dianggap sebagai tempat lahirnya nabi Isa sejak masa khalifah Umar bin Al-Khattab radhiyallahu 'anhu sudah berada di tangan umat Islam bahkan hingga pertengahan abad 20. Maka sepanjang 14 abad, pandangan muslim kepada pemeluk agama nasrani agak berbeda dengan di masa sekarang ini. Di masa kejayaan umat Islam, umat nasrani dipandang sebagai umat minoritas dan perlu dikasihi.

Bahkan di Eropa yang sebagiannya dikuasai umat Islam saat itu, begitu banyak pemeluk kristiani yang dilindungi dan disubsidi oleh pemerintah Islam.

Pandangan ini kemudian berubah ketika Barat mengekspansi negeri-negeri muslim di bawah bendera salib. Dan kekuatan salib berhasil menyelinap di balik misi ipmerialisme yang tujuannya Gold, Gospel and Glory. Gospel adalah penyebaran agama kristiani ke dunia Islam. Sejak saat itulah gambaran umat kristiani berubah dalam perspektif umat Islam. Yang tadinya dianggap umat yang lemah dan perlu dikasihani, tiba-tiba berubah menjadi agresor, penindas, penjajah dan perusak akidah.

Di masa kekuasaan Islam, ayat-ayat Al-Quran dan hadits nabi untuk menyayangi dan berempati kepada pemeluk nasrani kelihatan lebih sesuai dengan konteksnya. Misalnya ayat berikut ini:
Dan sesungguhnya kamu dapati yang paling dekat persahabatannya dengan orang-orang yang beriman ialah orang-orang yang berkata, "Sesungguhnya kami ini orang Nasrani." Yang demikian itu disebabkan karena di antara mereka itu terdapat pendeta-pendeta dan rahib-rahib, karena sesungguhnya mereka tidak menyombongkan diri. (QS. Al-Maidah: 82)

Al-Quran menggambarkan bahwa orang-orang nasrani adalah orang yang paling dekat persahabatannya dengan umat Islam. Sebab mereka masih mengakui Allah SWT sebagai Allah, juga mengakui keberadaan banyak nabi dan malaikat. Mereka juga percaya adanya kehidupan sesudah kematian (akhirat).

Apalagi di masa kejayaan Islam, umat nasrani sangat sedikit, lemah dan tertindas. Maka di berbagai pusat peradaban Islam, umat nasrani justru disebut dengan zimmy. Artinya adalah orang-orang yang dilindungi oleh umat Islam. Nyawa, harta, keluarga dan hak-hak mereka dijamin oleh pemerintah Islam.

Bahkan suasana itu juga terasa cocok dengan ayat Allah SWT yang lain lagi, yaitu tentang halalnya sembelihan mereka dan dinikahinya wanita ahli kitab oleh laki-laki muslim.

Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al-Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal bagi mereka. wanita yang menjaga kehormatan di antara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al-Kitab sebelum kamu (QS. Al-Maidah: 5)

Umat Islam mengizinkan mereka mendirikan geraja dan haram hukumnya untuk mengusik ibadah mereka. Sultan Shalahuddin Al-Ayyubi bahwa mempersilahkan umat kristiani untuk merayakan misa natal di tempat-tempat yang dianggap bersejarah. Semua itu adalah gambaran suasana kerukunan umat beragama yang sesungguhnya.

Hubungan Islam - Nasrani di Zaman Kolonialisme
Tetapi semua itu menjadi hancur berantakan gara-gara kolonialisme. Keserasian umat Islam dengan pemeluk nasrani berubah menjadi perang tiada habisnya. Darah para syuhada membasahi bumi Islam tatkala umat kristiani membonceng mesin perang Barat menjajah negeri, merampas harta benda, membunuh muslim dan membumi hangus peradaban. Umat kristiani yang tadinya umat lemah tak berdaya dan dilindungi, tiba-tiba berubah menjadi kekuatan yang congkak dan berbalik menjadi penindas umat Islam. Khilafah Islamiyah yang menyatukan umat Islam sedunia dicabik-cabik dan dibelah menjadi puluhan negara jajahan.

Akibat dari kolonialisme itu, pandangan umat Islam terhadap bangsa kristiani pun mulai mengalami pergeseran. Yang tadinya lebih banyak menyebut ayat-ayat tentang kedekatan antara dua agama, sekarang yang lebih terasa justru ayat-ayat yang mempertentangkan keduanya.

Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah, "Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk." Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu. (QS. Al-Baqarah: 120)

Juga ayat ini:
Hai orang-orang yang beriman, jika kamu mengikuti sebahagian dari orang-orang yang diberi Al-Kitab, niscaya mereka akan mengembalikan kamu menjadi orang kafir sesudah kamu beriman. (QS. Ali Imran: 100)

Maka umat Islam berperang melawan nasrani dan menolak bila negerinya dipimpin oleh mereka.
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin; sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim. (QS. Al-Maidah: 51)

Kondisi saat ini dan imbasnya pada hukum ucapan selamat Natal
Alhamdulillah, patut disyukuri bahwa sekarang hubungan kita sudah semakin membaik dan kedua belah pihak makin akrab serta saling menghormati. Namun, melihat realitas di atas, maka di dalam tubuh umat Islam berkembang dua cara pandang yang berbeda dalam menyikapi hal ini.

Di satu sisi, banyak yang menganggap bahwa nasrani itu bukan musuh, tidak boleh dibunuh atau diperangi. Justru harus dianggap sebagai komunitas yang harus ditolong. Kepada mereka tidak dipaksakan untuk memeluk Islam. Bahkan tidak terlarang untuk hidup berdampingan, saling tolong dan saling hormat, sampai saling memberi tahni'ah (congratulation) kepada masing-masing kepercayaan.

Di sisi lain, ada beberapa yang tetap berprinsip bahwa nasrani adalah umat yang harus dimusuhi, diperangi dan tidak bisa dipercaya. Maka kecenderungannya dalam fatwa yang berkembang adalah haram untuk saling mengucapkan tahni'ah di hari raya masing-masing.

Kalangan yang membolehkan ucapan selamat natal antara lain:
1. Dr. Yusuf Al-Qaradawi (Ketua Persatuan Ulama Internasional)
2. Dr. Mustafa Ahmad Zarqa'
3. Dr. Wahbah Zuhayli (Ulama Suriah)
4. Dr. M. Quraish Shihab (Mufassir Indonesia)
5. Fatwa MUI (Majlis Ulama Indonesia) dan Buya Hamka
6. DR. Din Syamsuddin
7. Gus Sholah (Pengasuh Ponpes Tebuireng, salah satu Ponpes besar di Indonesia)
8. Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah
9. Isi Fatwa MUI 1981 Seperti Dikutip Eramuslim.com
10. Prof. Dr. Sofjan Siregar, MA ((Dewan Fatwa Negeri Belanda)
11. Dr. Abdussattar Fathullah Said (Ulama bidang tafsir dan ulumul quran Universitas Al Azhar, Mesir)
12. Majelis Fatwa dan Riset Eropa
dan ulama besar lainnya, seperti Ibnu Masud, Abu Umamah, Ibnu Abbas, Al Auzayi, An Nakhoi, Attobary dll.

Kalangan yang tidak membolehkan ucapan selamat natal antara lain:
1. Ibnul Qayyim dalam kitabnya Ahkamu Ahlidz Dzimmah
2. Fatwa Syeikh Al-'Utsaimin (ulama Wahabi)
3. Seluruh ulama Wahabi Salafi.
4. Seluruh simpatisan Wahabi Salafi di Indonesia

Untuk lebih jelasnya bagaimana perbedaan pandangan itu, kami kutipkan fatwa-fatwa dari berbagai ulama terkemuka.

Fatwa Haram Ibnul Qayyim
Pendapat anda yang mengharamkan ucapan selamat natal difatwakan oleh Ibn al-Qayyim Al-Jauziyah. Beliau pernah menyampaikan bila pemberian ucapan "Selamat Natal" atau mengucapkan "Happy Christmas" kepada orang-orang Nasrani hukumnya haram.

Dalam kitabnya 'Ahkâm Ahl adz-Dzimmah', beliau berkata, "Adapun mengucapkan selamat berkenaan dengan syi'ar-syi'ar kekufuran yang khusus bagi mereka adalah haram menurut kesepakatan para ulama. Alasannya karena hal itu mengandung persetujuan terhadap syi'ar-syi'ar kekufuran yang mereka lakukan.

Sikap ini juga sama pernah disampaikan oleh Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin sebagaimana dikutip dalam Majma' Fatawa Fadlilah Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin, (Jilid.III, h.44-46, No.403).

Di negeri kita, tidak sedikit umat Islam yang mengharamkan ucapan selamat natal ini.

Fatwa Yang Membolehkan
Memang pendapat yang membolehkan ini kurang populer di banyak kalangan.

Mengapa kurang populer? Bisa jadi karena umat Islam tergesa-gesa dalam mengartikan suatu fatwa, ataupun karena pendapat yang membolehkan ini minim sekali penyebarannya. Di sisi lain, pendapat yang melarang pengucapan selamat natal malah terus disebarkan oleh simpatisannya. Taukah Anda dimana pusat gerakan Salafi/Wahabi yang disebut di atas? Ya betul, Arab Saudi. Dan taukah Anda bahwa walaupun sebetulnya jumlah mereka adalah minoritas di antara muslim dunia, namun sejak tahun 1990an, 90% dana dakwah Islam yang ada di seluruh dunia itu asalnya dari sana? Ya, sebagian besar memang disponsori oleh mereka... Maklum, mereka kan kaya... hehehe

(Data lebih lengkap bisa diperoleh dari buku "Ilusi Negara Khilafah")

Apalagi di Indonesia! Jangan heran, bila sempat kita cari di google tentang hal ini (pengucapan selamat natal), akan banyak sekali situs yang menampilkan pendapat yang melarangnya.

Tidak hanya pada masalah ini saja. Dalam banyak masalah keagamaan, mulai dari aqidah, fiqh, syariah, sampai muamalah, bila kita search di internet, maka kita akan lebih banyak terarah ke website "mereka" (sama halnya ketika kita cari di -apa yang kita sebut--- buku-buku dan media Islami, kebanyakan buatan mereka). Dan tidak jarang akan kita temukan pemahaman-pemahaman yang mungkin agak berbeda dari pemahaman kita sebelumnya.

Mungkin jadi pertanyaan, dimana NU, Muhammadiyah, Persis, dan Al-Irsyad yang seringkali menjadi rujukan mainstream umat Islam di Indonesia? Nah, itulah, memang minim sekali gerakan dakwah ormas-ormas ini via internet dan media.

Oke, kembali ke pokok masalah, yaitu tentang pengucapan Selamat Natal. Kalau kita mau agak teliti dan jujur (dalam mencari rujukan), rupanya memang tidak sedikit yang menghalalkan. Bukan hanya Dr. Quraisy Syihab saja, tetapi bahkan Majelis Ulama Indonesia, Dr. Yusuf Al-Qaradawi dan beberapa ulama dunia lainnya, ternyata kita dapati pendapat mereka membolehkan ucapan itu.

Rasanya mungkin kaget juga, tetapi itulah yang kita dapat begitu kita agak jauh menelitinya. Kami uraikan di sini petikan-petikan pendapat mereka, bukan dengan tujuan ingin mengubah pandangan yang sudah ada. Tetapi sekedar memberikan tambahan wawasan kepada kita, agar kita punya referensi yang lebih lengkap.

Menurut Dr. M. Quraish Shihab :
Dalam rangka interaksi sosial dan keharmonisan hubungan, Al-Quran memperkenalkan satu bentuk redaksi, dimana lawan bicara memahaminya sesuai dengan pandangan atau keyakinannya, tetapi bukan seperti yang dimaksud oleh pengucapnya. Karena, si pengucap sendiri mengucapkan dan memahami redaksi itu sesuai dengan pandangan dan keyakinannya. Salah satu contoh yang dikemukakan adalah ayat-ayat yang tercantum dalam QS. 34:24-25 [Katakanlah:"Siapakah yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan dari bumi?" Katakanlah: "Allah", dan sesungguhnya kami atau kamu (orang-orang musyrik), pasti berada dalam kebenaran atau dalam kesesatan yang nyata. Katakanlah: "Kamu tidak akan ditanya (bertanggung jawab) tentang dosa yang kami perbuat dan kami tidak akan ditanya (pula) tentang apa yang kamu perbuat".

Kalaupun non-Muslim memahami ucapan "Selamat Natal" sesuai dengan keyakinannya, maka biarlah demikian, karena Muslim yang memahami akidahnya akan mengucapkannya sesuai dengan garis keyakinannya. Memang, kearifan dibutuhkan dalam rangka interaksi sosial.

Tidak kelirulah, dalam kacamata ini, fatwa dan larangan itu, bila ia ditujukan kepada mereka yang dikhawatirkan ternodai akidahnya. Tetapi, tidak juga salah mereka yang membolehkannya, selama pengucapnya bersikap arif bijaksana dan tetap terpelihara akidahnya, lebih-lebih jika hal tersebut merupakan tuntunan keharmonisan hubungan.

Fatwa MUI Tentang Haramnya Natal Bersama, Bukan Ucapan Selamat Natal
Satu yang perlu dicermati adalah kenyataan bahwa MUI tidak pernah berfatwa yang mengharamkan ucapan selamat natal. Yang ada hanyalah fatwa haramnya melakukan natal bersama.
Majelis Ulama Indonesia pada 7 Maret 1981, sebagaimana ditandatangani K.H. M. Syukri Ghozali, MUI telah mengeluarkan fatwa : perayaan natal bersama bagi ummat Islam hukumnya haram.

Hal ini juga ditegaskan oleh Sekretaris Jenderal MUI, Prof DR. Din Syamsudin MA, yang juga Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah itu menyatakan bahwa MUI tidak melarang ucapan selamat Natal, tapi melarang orang Islam ikut sakramen/ritual Natal.
"Kalau hanya memberi ucapan selamat tidak dilarang, tapi kalau ikut dalam ibadah memang dilarang, baik orang Islam ikut dalam ritual Natal atau orang Kristen ikut dalam ibadah orang Islam, " katanya.

Bahkan pernah di hadapan ratusan umat Kristiani dalam seminar Wawasan Kebangsaan X BAMAG Jatim di Surabaya, beliau menyampaikan, "Saya tiap tahun memberi ucapan selamat Natal kepada teman-teman Kristiani."

Fatwa Dr. Yusuf Al-Qaradawi
Syeikh Dr. Yusuf Al-Qaradawi mengatakan bahwa merayakan hari raya agama adalah hak masing-masing agama. Selama tidak merugikan agama lain. Dan termasuk hak tiap agama untuk memberikan tahni'ah saat perayaan agama lainnya.

Maka kami sebagai pemeluk Islam, agama kami tidak melarang kami untuk untuk memberikan tahni'ah kepada non muslim warga negara kami atau tetangga kami dalam hari besar agama mereka. Bahkan perbuatan ini termasuk ke dalam kategori al-birr (perbuatan yang baik). Sebagaimana firman Allah SWT:
Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. (QS. Al-Mumtahanah: 8)

Kebolehan memberikan tahni'ah ini terutama bila pemeluk agama lain itu juga telah memberikan tahni'ah kepada kita dalam perayaan hari raya kita.

Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu. Sesungguhnya Allah memperhitungankan segala sesuatu.(QS. An-Nisa': 86)

Namun Syeikh Yusuf Al-Qaradawi secara tegas mengatakan bahwa tidak halal bagi seorang muslim untuk ikut dalam ritual dan perayaan agama yang khusus milik agama lain.

Fatwa Dr. Mustafa Ahmad Zarqa'
Di dalam bank fatwa situs Islamonline.com, Dr. Mustafa Ahmad Zarqa', menyatakan bahwa tidak ada dalil yang secara tegas melarang seorang muslim mengucapkan tahniah kepada orang non-muslim.

Beliau mengutip hadits yang menyebutkan bahwa Rasulullah SAW pernah berdiri menghormati jenazah Yahudi. Penghormatan dengan berdiri ini tidak ada kaitannya dengan pengakuan atas kebenaran agama yang dianut jenazah tersebut.

Sehingga menurut beliau, ucapan tahni'ah kepada saudara-saudara pemeluk kristiani yang sedang merayakan hari besar mereka, juga tidak terkait dengan pengakuan atas kebenaran keyakinan mereka, melainkan hanya bagian dari mujamalah (basa-basi) dan muhasanah seorang muslim kepada teman dan koleganya yang kebetulan berbeda agama.

Dan beliau juga memfatwakan bahwa karena ucapan tahni'ah ini dibolehkan, maka pekerjaan yang terkait dengan hal itu seperti membuat kartu ucapan selamat natal pun hukumnya ikut dengan hukum ucapan natalnya.

Namun beliau menyatakan bahwa ucapan tahni'ah ini harus dibedakan dengan ikut merayakan hari besar secara langsung, seperti dengan menghadiri perayaan-perayaan natal yang digelar di berbagai tempat. Menghadiri perayatan natal dan upacara agama lain hukumnya haram dan termasuk perbuatan mungkar.

Majelis Fatwa dan Riset Eropa
Majelis Fatwa dan Riset Eropa juga berpendapat yang sama dengan fatwa Dr. Ahmad Zarqa' dalam hal kebolehan mengucapkan tahni'ah, karena tidak adanya dalil langsung yang mengharamkannya.

Fatwa Dr. Abdussattar Fathullah Said
Dr. Abdussattar Fathullah Said adalah profesor bidang tafsir dan ulumul quran di Universitas Al-Azhar Mesir. Dalam masalah tahni'ah ini beliau agak berhati-hati dan memilahnya menjadi dua. Ada tahni'ah yang halal dan ada yang haram.

Tahni'ah yang halal adalah tahni'ah kepada orang non-muslim tanpa kandungan hal-hal yang bertentangan dengan syariah. Hukumnya halal menurut beliau. Bahkan termasuk ke dalam bab husnul akhlaq yang diperintahkan kepada umat Islam.

Sedangkan tahni'ah yang haram adalah tahni'ah kepada orang non-muslim yang mengandung unsur bertentangan dengan masalah diniyah, hukumnya haram. Sedangkan ucapan yang halal seperti, "Semoga tuhan memberi petunjuk dan hidayah-Nya kepada Anda."

Bahkan beliau membolehkan memberi hadiah kepada non muslim, asalkan hadiah yang halal, bukan khamar, gambar maksiat atau apapun yang diharamkan Allah.

Bagaimana bila kita diberi hadiah berupa makanan?
Terlepas dari ketidaksetujuan kita dengan aqidah mereka, khusus dalam masalah makanan yang mereka buat, pada dasarnya tidak ada larangan khusus. Bahkan dalam Al Quran telah ditegaskan bahwa hewan sembelihan ahli kitab halal buat umat Islam, seperti juga kebalikannya.

Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal pula bagi mereka. (Dan dihalalkan mengawini) wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al Kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar maskawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik. Barang siapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam) maka hapuslah amalannya dan ia di hari akhirat termasuk orang-orang merugi. (QS Al Maidah: 5)

Sedangkan yang diharamkan adalah hewan yang disembelih untuk dipersembahkan kepada selain Allah.

Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang disembelih selain untuk Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa sedang dia tidak menginginkannya dan tidak melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.(QS. Al Baqarah: 173)

Maka makanan yang ketika disembelih diniatkan untuk berhala misalnya, makanan itu haram untuk kita makan.

Tapi sebaliknya, bila tidak untuk berhala melainkan sekedar hidangan konsumsi biasa, meski untuk acara Natal sekalipun, sebenarnya tidak ada 'illat yang membuatnya menjadi haram. Baik secara zatnya atau pn secara nilainya.

Haram secara zat misalnya karena makanan itu najis seperti bangkai, anjing, babi dan sebagainya. Atau karena berupa khamar yang diharamkan. Atau karena zatnya memang berbahaya buat manusia seperti racun, drugs, narkoba dan sejenisnya.

Sedangkan haram secara nilai misalnya karena hasil curian, atau dipersembahkan untuk berhala. Sedangkan bila makanan itu pernah diedarkan untuk sebuah perayaan agama lain namun bukan buat persembahan berhala, tentu tidak ada kaitannya dengan zat dan nilainya.

Kesimpulannya
Memang ada kalangan yang melarang pengucapan selamat Natal, namun, banyak juga yang membolehkannya. Yang jelas dilarang adalah bila ikutan ritualnya. Sesuai dengan pernyataan Prof DR Din Syamsudin,
"Kalau hanya memberi ucapan selamat tidak dilarang, tapi kalau ikut dalam ibadah memang dilarang, baik orang Islam ikut dalam ritual Natal atau orang Kristen ikut dalam ibadah orang Islam."

Para ulama tentunya tidak berbeda pendapat kecuali karena memang tidak didapat dalil yang bersifat sharih dan qath'i. Seandainya ada ayat atau hadits shahih yang secara tegas menyebutkan bahwa tidak boleh memberi ucapan selamat pada Hari Raya non-muslim, tentu semua ulama akan sepakat.

Namun selama semua itu merupakan ijtihad dan penafsiran dari nash yang bersifat mujmal, maka seandainya benar ijtihad itu, mujtahidnya akan mendapat 2 pahala. Dan seandainya salah, maka hanya dapat 1 pahala.

So, bila tujuannya baik dan bisa menjaga keharmonisan hubungan, mengapa tidak kita lakukan?

Sumber Referensi:
1. Fimadani : Hukum Seputar Perayaan Natal dan Ummat
.
2. Rumah Fiqih 1
3. Rumah Fiqih 2
4. Hukum Ucapan Selamat Natal
5. Membumi Natal

Berita
~JK Mengabaikan Fatwa MUI Soal Ucapan Selamat Natal
~Pemimpin Ikhwanul Muslimin Ucapkan Selamat Natal
~Presiden Palestina Mahmoud Abbas Ikut Misa Natal
~MUI Jelaskan Kontroversi Ucapan Selamat Natal
~Menteri Agama : Muslim Boleh Ucapkan Selamat Natal

Demikianlah notes ini dicopas dengan sedikit perubahan dan tambahan informasi.

NB:
Notes ini aslinya dibuat dan diterbitkan sekitar setahun yang lalu (2013) oleh suatu akun facebook namun kini hilang, beserta akunnya yang sekarang juga tak dapat diakses. Jadi notes ini materinya hanya copas, sama dengan notes tersebut, dengan sedikit sekali perubahan. Walau mungkin beberapa link kurang relevan, dari sini kita masih bisa mengambil pelajaran.

Yang amat disayangkan, makin ke sini, logika para penentang ucapan selamat Natal itu terlihat makin rusak. Mulai muncul beberapa artikel, entah dalam bentuk artikel saja ataupun berbentuk dialog. Mereka antara lain menyatakan bahwa:

1. Umat Islam tidak boleh mengucapkan selamat natal, sama seperti umat Kristiani yang tidak mungkin mengucap syahadat.
Pernyataan ini jelas menunjukkan logika yang sangat timpang. Ucapan Natal sama sekali tidak bisa disamakan dengan syahadat. Paling maksimal, ucapan itu bisa disetarakan dengan ucapan selamat Idul Fitri atau idul Adha, sedangkan Syahadat itu hanya bisa disetarakan dengan ritual untuk mengukuhkan seseorang menjadi Nasrani, misalnya Pembaptisan (mohon koreksi)

2. Untuk apa mengucapkan selamat Natal, toh toleransi kan tidak harus ditunjukkan dengan cara itu.

3. Untuk apa mengucapkan selamat natal, toh orang Nasrani juga tidak memintanya bukan?

Kedua argumen ini nampak ada benarnya, namun jelas tidak disusun dengan berpikir panjang. Sama dengan pernyataan bahwa sekolah itu yang penting bukan nilai, tapi ilmu. Nyatanya, walaupun yang penting adalah ilmu, namun tanpa ada nilai, tentu proses pendidikan tadi sulit berlanjut. Sama juga dengan pernyataan bahwa uang bukanlah segalanya, tapi nyatanya segalanya kan perlu uang juga.
Mengenai Umat Nasrani yang tidak memintanya, bukan berarti mereka tidak senang jika diberi. Keengganan umat Islam memberi ucapan juga termasuk "mental minoritas" yang ironisnya justru menimpa mayoritas umat negeri ini. Meski katanya mayoritas, maunya selalu ditoleransi, maunya selalu dikasihani, jarang berpikir untuk mengayomi. Contoh kasus nyatanya bisa dilihat terutama ketika ada muslim yang berpuasa.

Lagipula, untuk saat ini justru sangat penting untuk mengucapkan selamat natal karena kemungkinan ada kawan Nasrani yang telanjur sakit hati. Kalau saja permasalahan ini hanya dibicarakan di internal umat Islam, tak akan terjadi "keributan". Sayangnya problem ini telanjur ter-blow-up dan menjadi konsumsi publik yang sangat luas, termasuk teman-teman non-Islam. Hal ini tentu saja mengganggu citra Islam secara keseluruhan, karena tampak sering ribut bila dilihat dari luar. Apalagi, menengok ulasan di atas tadi, media-media "islami" kebanyakan dikuasai oleh mereka yang bukan mainstream, sehingga pandangannya cenderung tidak mewakili keseluruhan umat Islam di negeri ini.

So, jangan ragu lagi...
Ayo berikan ucapan yang terbaik :D

Oleh : Mumtazal Admi

***** ***** *****
Nb" : artikel ini di copas kembali dengan izin dari penulis asli. Dan dipublikasikan dengan sedikit edit tanpa merubah konten dan ataupun isi dari artikel tersebut.
Sumber

Kilas Balik NU

Dari sekian santri Syaikhona Kholil pada umumnya menjadi pengasuh pesantren dan tokoh NU seperti Hadratus Syaikh KH. Hasyim Asy’ari dan Kiai Wahab Hasbullah. Bahkan Presiden pertama RI Soekarno, juga pernah berguru pada Syaikhona Kholil Bangkalan.

Selain berhasil mencetak para santri-santrinya menjadi kiai, Syaikhona Kholil bangkalan adalah salah satu kiai yang menjadi penentu berdirinya organisasi terbesar di Indonesia, yakni Nahdlatul Ulama yang disingkat (NU). Dalam proses pendiriannya para kiai NU tidak sembarangan mendirikan sebuah organisasi, dalam jangka dua tahun Kiai Hasyim Asy’ari melakukan shalat istikharah (minta petunjuk kepada Allah), untuk mendirikan sebuah organisasi yang mewadahi para pengikut ajaran ahlussunnah wal jama’ah. Meskipun yang melakukan istkharah adalah Hadratus Syaikh KH Hasyim As’ari, akan tetapi petunjuk (isyarah) tersebut tidak jatuh ke tangan Kiai Hasyim Asy’ari, melainkan isyarah tersebut melalui Syaikhona Kholil Bangkalan. Munculnya isyarah sebuah tongkat dan tasbih yang akan diberikan kepada Hadratus Syaikh KH Hasyim Asy’ari melalui perantara Kiai As’ad Syamsul Arifin, yang merupakan tanda akan berdirinya sebuah organisasi besar yakni jam’iyah Nahdlatul Ulama (NU). para ulama pendiri NU jelas bukan sembarang ulama. Mereka orang-orang khos yang memiliki kualitas keimanan yang luar biasa di zamannya. Salah satu pendiri jam’iyyah Nahdlatul Ulama, KH Abdul Wahab Hasbullah, selain pendirian NU kepada kepada KH Hasyim Asy’ari, beliau meminta persetujuan waliyullah tanah Jawa. Yaitu Kanjeng Sunan Ampel.
mari berflashback awal mulanya berdirinya nahdlatul ulama
Keresahan Kiai Hasyim Bermula dari keresahan batin yang melanda Kiai Hasyim. Keresahan itu muncul setelah Kiai Wahab meminta saran dan nasehatnya sehubungan dengan ide untuk mendirikan jamiyyah / organisasi bagi para ulama ahlussunnah wal jamaah. Meski memiliki jangkauan pengaruh yang sangat luas, untuk urusan yang nantinya akan melibatkan para kiai dari berbagai pondok pesantren ini, Kiai Hasyim tak mungkin untuk mengambil keputusan sendiri. Sebelum melangkah, banyak hal yang harus dipertimbangkan, juga masih perlu untuk meminta pendapat dan masukan dari kiai-kiai sepuh lainnya.

Pada awalnya, ide pembentukan jamiyyah itu muncul dari forum diskusi Tashwirul Afkar yang didirikan oleh Kiai Wahab pada tahun 1924 di Surabaya. Forum diskusi Tashwirul Afkar yang berarti “potret pemikiran” ini dibentuk sebagai wujud kepedulian Kiai Wahab dan para kiai lainnya terhadap gejolak dan tantangan yang dihadapi oleh umat Islam terkait dalam bidang praktik keagamaan, pendidikan dan politik. Setelah peserta forum diskusi Tashwirul Afkar sepakat untuk membentuk jamiyyah, maka Kiai Wahab merasa perlu meminta restu kepada Kiai Hasyim yang ketika itu merupakan tokoh ulama pesantren yag sangat berpengaruh di Jawa Timur.

Setelah pertemuan dengan Kiai Wahab itulah, hati Kiai Hasyim resah. Gelagat inilah yang nampaknya “dibaca” oleh Kiai Cholil Bangkalan yang terkenal sebagai seorang ulama yang waskita (mukasyafah). Dari jauh ia mengamati dinamika dan suasana yang melanda batin Kiai Hasyim. Sebagai seorang guru, ia tidak ingin muridnya itu larut dalam keresahan hati yang berkepanjangan. Karena itulah, Kiai Cholil kemudian memanggil salah seorang santrinya, As’ad Syamsul Arifin (kemudian hari terkenal sebagai KH. As’ad Syamsul Arifin, Situbondo) yang masih terhitung cucunya sendiri.
Tongkat “Musa”
“Saat ini Kiai Hasyim sedang resah. Antarkan dan berikan tongkat ini kepadanya,” titah Kiai Cholil kepada As’ad. “Baik, Kiai,” jawab As’ad sambil menerima tongkat itu.
“Setelah membeerikan tongkat, bacakanlah ayat-ayat berikut kepada Kiai Hasyim,” kata Kiai Cholil kepada As’ad seraya membacakan surat Thaha ayat 17-23.

Allah berfirman: ”Apakah itu yang di tangan kananmu, hai musa? Berkatalah Musa : ‘ini adalah tongkatku, aku bertelekan padanya, dan aku pukul (daun) dengannya untuk kambingku, dan bagiku ada lagi keperluan yang lain padanya’.” Allah berfirman: “Lemparkanlah ia, wahai Musa!” Lalu dilemparkannya tongkat itu, maka tiba-tiba ia menjadi seekor ular yang merayap dengan cepat”, Allah berfirman: “Peganglah ia dan jangan takut, Kami akan mengembalikannya kepada keadaan semula, dan kepitkanlah tanganmu ke ketiakmu, niscaya ia keluar menjadi putih cemerlang tanpa cacat, sebagai mukjizat yang lain (pula), untuk Kami perlihatkan kepadamu sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Kami yang besar.”

Sebagai bekal perjalanan ke Jombang, Kiai Cholil memberikan dua keeping uang logam kepada As’ad yang cukup untuk ongkos ke Jombang. Setelah berpamitan, As’ad segera berangkat ke Jombang untuk menemui Kiai Hasyim. Tongkat dari Kiai Cholil untuk Kiai Hasyim dipegangnya erat-erat. Meski sudah dibekali uang, namun As’ad memilih berjalan kaki ke Jombang. Dua keeping uang logam pemberian Kiai Cholil itu ia simpan di sakunya sebagai kenang-kenangan. Baginya, uang pemberian Kiai Cholil itu teramat berharga untuk dibelanjakan.

Sesampainya di Jombang, As’ad segera ke kediaman Kiai Hasyim. Kedatangan As’ad disambut ramah oleh Kiai Hasyim. Terlebih, As’ad merupakan utusan khusus gurunya, Kiai Cholil. Setelah bertemu dengan Kiai Hasyim, As’ad segera menyampaikan maksud kedatangannya, “Kiai, saya diutus oleh Kiai Cholil untuk mengantarkan dan menyerahkan tongkat ini,” kata As’ad seraya menyerahkan tongkat. Kiai Hasyim menerima tongkat itu dengan penuh perasaan. Terbayang wajah gurunya yang arif, bijak dan penuh wibawa. Kesan-kesan indah selama menjadi santri juga terbayang dipelupuk matanya. “Apa masih ada pesan lainnya dari Kiai Cholil?” Tanya Kiai Hasyim. “ada, Kiai!” jawab As’ad. Kemudian As’ad membacakan surat Thaha ayat 17-23.

Setelah mendengar ayat tersebut dibacakan dan merenungkan kandungannya, Kiai Hasyim menangkap isyarat bahwa Kiai Cholil tak keberatan apabila ia dan Kiai Wahab beserta para kiai lainnya untuk mendirikan Jam'iyyah. Sejak saat itu proses untuk mendirikan jamiyyah terus dimatangkan. Meski merasa sudah mendapat lampu hijau dari Kiai Cholil, Kiai Hasyim tak serta merta mewujudkan niatnya untuk mendirikan jamiyyah. Ia masih perlu bermusyawarah dengan para kiai lainnya, terutama dengan Kiai Nawawi Noerhasan yang menjadi Pengasuh Pondok Pesantren Sidogiri. Terlebih lagi, gurunya (Kiai Cholil Bangkalan) dahulunya pernah mengaji kitab-kitab besar kepada Kiai Noerhasan bin Noerchotim, ayahanda Kiai Nawawi Noerhasan.

Untuk itu, Kiai Hasyim meminta Kiai Wahab untuk menemui Kiai Nawawie. Setelah mendapat tugas itu, Kiai Wahab segera berangkat ke Sidogiri untuk menemui Kiai Nawawie. Setibanya di sana, Kiai Wahab segeraa menuju kediaman Kiai Nawawie. Ketika bertemu dengan Kiai Nawawie, Kiai Wahab langsung menyampaikan maksud kedatangannya. Setelah mendengarkan dengan seksama penuturan Kiai Wahab yang menyampaikan rencana pendirian jamiyyah, Kiai Nawawie tidak serta merta pula langsung mendukungnya, melainkan memberikan pesan untuk berhati-hati. Kiai Nawawie berpesan agar jamiyyah yang akan berdiri itu supaya berhati-hati dalam masalah uang. “Saya setuju, asalkan tidak pakai uang. Kalau butuh uang, para anggotanya harus urunan.” Pesan Kiai Nawawi. Proses dari sejak Kiai Cholil menyerahkan tongkat sampai dengan perkembangan terakhir pembentukan jamiyyah rupanya berjalan cukup lama. Tak terasa sudah setahun waktu berlalu sejak Kiai Cholil menyerahkan tongkat kepada Kiai Hasyim. Namun, jamiyyah yang diidam-idamkan tak kunjung lahir juga. Tongkat “Musa” yang diberikan Kiai Cholil, maskih tetap dipegang erat-erat oleh Kiai Hasyim. Tongkat itu tak kunjung dilemparkannya sehingga berwujud “sesuatu” yang nantinya bakal berguna bagi ummat Islam.

Sampai pada suatu hari, As’ad muncul lagi di kediaman Kiai Hasyim dengan membawa titipan khusus dari Kiai Cholil Bangkalan. “Kiai, saya diutus oleh Kiai Cholil untuk menyerahkan tasbih ini,” kata As’ad sambil menyerahkan tasbih. “Kiai juga diminta untuk mengamalkan bacaan Ya Jabbar Ya Qahhar setiap waktu,” tambah As’ad. Entahlah, apa maksud di balik pemberian tasbih dan khasiat dari bacaan dua Asma Allah itu. Mungkin saja, tasbih yang diberikan oleh Kiai Cholil itu merupakan isyarat agar Kiai Hasyim lebih memantapkan hatinya untuk melaksanakan niatnya mendirikan jamiyyah. Sedangkan bacaan Asma Allah, bisa jadi sebagai doa agar niat mendirikan jamiyyah tidak terhalang oleh upaya orang-orang dzalim yang hendak menggagalkannya.

Qahhar dan Jabbar adalah dua Asma Allah yang memiliki arti hampir sama. Qahhar berarti Maha Memaksa (kehendaknya pasti terjadi, tidak bisa dihalangi oleh siapapun) dan Jabbar kurang lebih memiliki arti yang sama, tetapi adapula yang mengartikan Jabbar dengan Maha Perkasa (tidak bisa dihalangi/dikalahkan oleh siapapun). Dikalangan pesantren, dua Asma Allah ini biasanya dijadikan amalan untuk menjatuhkan wibawa, keberanian, dan kekuatan musuh yang bertindak sewenang-wenang. Setelah menerima tasbih dan amalan itu, tekad Kiai Hasyim untuk mendirikan jamiyyah semakin mantap. Meski demikian, sampai Kiai Cholil meninggal pada 29 Ramadhan 1343 H (1925 M),jamiyyah yang diidamkan masih belum berdiri. Barulah setahun kemudian, pada 16 Rajab 1344 H, “jabang bayi” yang ditunggu-tunggu itu lahir dan diberi nama Nahdlatul Ulama (NU).

Setelah para ulama sepakat mendirikan jamiyyah yang diberi nama NU, Kiai Hasyim meminta Kiai Ridhwan Abdullah untuk membuat lambangnya. Melalui proses istikharah, Kiai Ridhwan mendapat isyarat gambar bumi dan bintang sembilan. Setelah dibuat lambangnya, Kiai Ridhwan menghadap Kiai Hasyim seraya menyerahkan lambang NU yang telah dibuatnya. “Gambar ini sudah bagus. Namun saya minta kamu sowan ke Kiai Nawawi di Sidogiri untuk meminta petunjuk lebih lanjut,” pesan Kiai Hasyim. Dengan membawa sketsa gambar lambang NU, Kiai Ridhwan menemui Kiai Nawawi di Sidogiri. “Saya oleh Kiai Hasyim diminta membuat gambar lambang NU. Setelah saya buat gambarnya, Kiai Hasyim meminta saya untuk sowan ke Kiai supaya mendapat petunjuk lebih lanjut,” papar Kiai Ridhwan seraya menyerahkan gambarnya.
Setelah memandang gambar lambang NU secara seksama, Kiai Nawawie memberikan saran konstruktif: “Saya setuju dengan gambar bumi dan sembilan bintang. Namun masih perlu ditambah tali untuk mengikatnya.” Selain itu, Kiai Nawawie juga meminta supaya tali yang mengikat gambar bumi ikatannya dibuat longgar. “selagi tali yang mengikat bumi itu masih kuat, sampai kiamat pun NU tidak akan sirna,” papar Kiai Nawawie.
subhAnaallah.

sahabatku yang dirahmati Allah,
Rapat pembentukan NU diadakan di kediaman Kiai Wahab dan dipimpin oleh Kiai Hasyim. September 1926 diadakanlah muktamar NU yg untuk pertama kalinya yg diikuti oleh beberapa tokoh. Muktamar kedua 1927 dihadiri oleh 36 cabang. Kaum muslim reformis dan modernis berlawanan dgn praktik keagamaan kaum tradisional yg kental dgn budaya lokal. Kaum puritan yg lebih ketat di antara mereka mengerahkan segala daya dan upaya utk memberantas praktik ibadah yang dicampur dgn kebudayaan lokal atau yg lbh dikenal dgn praktik ibadah yg bid’ah. Kaum reformis mempertanyakan relevansinya bertaklid kepada kitab-kitab fiqh klasik salah satu mazhab. Kaum reformis menolak taklid dan menganjurkan kembali kepada sumber yg aslinya yaitu Alquran dan hadis yaitu dgn ijtihad para ulama yg memenuhi syarat dan sesuai dgn perkembangan zaman. Kaum reformis juga menolak konsep-konsep akidah dan tasawuf tradisional yg dalam formatnya dipengaruhi oleh filsafat Yunani pemikiran agama dan kepercayaan lainnya. Bagi banyak kalangan ulama tradisional kritikan dan serangan dari kaum reformis itu tampaknya dipandang sebagai serangan terhadap inti ajaran Islam. Pembelaan kalangan ulama tradisional terhadap tradisi-tradisi menjadi semakin ketat sebagai sebuah ciri kepribadian Mazhab Imam Syafii merupakan inti dari tradisionalisme ini . Ulama tradisional memilih salah satu mazhab dan mewajibkan kepada pengikutnya krn di zaman sekarang ini tidak ada orang yg mampu menerjemahkan dan menafsirkan ajaran-ajaran yg terkandung di dalam Alquran dan sunah secara menyeluruh.

Nah, inilah kenapa kita harus bermazhab salah satu dari mahzab 4.

Palestina diantara Pemilu Presiden 2014

Ditengah hiruk pikuknya Pilpres Indonesia 2014, masyarakat Indonesia yang entah kebetulan atau memang ditakdirkan sebagai Negara dengan pemeluk Islam terbesar kini disuguhi kabar pekat dari batas – batas Jalur Gaza di Palestina sana. Negeri ‘kecil’ ini lagi – lagi digempur oleh “ Negeri Kecil ” disebelahnya. Beranda Facebook maupun twitter saya langsung saja berubah drastis, dari yang tadinya tentang capres/pilpres jadi foto – foto memilukan, dan berbagai ajakan kemanusiaan. Ah, mungkin beranda anda juga sama.

Yang menarik, sebelum berita – berita (tentang serangan di Gaza) ini muncul, adalah pernyataan salah seorang calon presiden, Pak Joko Widodo, di salah satu sesi debat capres yang kira – kira bunyinya , “ Disini, saya Joko dan JK punya komitmen, mendukung penuh Palestina untuk menjadi Negara yang merdeka, dan mendukung penuh Palestina untuk menjadi Negara yang berdaulat, dan mendukung penuh Palestina untuk menjadi anngota penuh Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB).”
Tentunya ini pernyataan yang menarik dan ‘terlihat’ mantap. Yah, walaupun memang ada yang bilang itu pernyataan yang biasa saja, tidak ada yang istimewa. Salah satu teman saya, menanggapi kata – kata Pak Jokowi ini dengan memasang status yang bunyinya :

“ jokowi ganteng malam ini,,haha
baru mulai dah ngomong pengakuan trhadap kmerdekaan palestina.
#sya nunggu tanggapan dia tentang kedutaan israel d indonesia dan hubungan diplomatik'y.”
--- Pada tgl 22 Juni lalu.---

Tentunya, jika diluar sana ada yang bilang antara memuji dan menyinggung bahwa itu Cuma kata – kata retorika ‘pencitraan’, itu merupakan hal yang lain lagi. Yang jelas, ketika kata – kata Pak Jokowi ini belum bisa kita lihat ‘bukti nyatanya’, kita sudah melihat bukti nyata bahwa Gaza diserang lagi oleh Israel sejak awal Ramadhan kemarin. Anda menunggu bukti nyata kata – kata Pak Jokowi? Kalau begitu saya juga sama.

Kabar baiknya, tadi sore waktu buka puasa saya kebetulan lihat MetroTV, tepatnya di Runing Teks nya MetroTV yang menyebutkan (kira – kira) bahwa beliau (Pak Jokwi) akan berkunjung ke Dubes Palestina untuk menyampaikan rasa bela sungkawa dan turut berduka cita. Saya belum cross ceck berita ini, kalau ada yang punya ya monggo saja di share. Lagi – lagi, kalau ada yang bilang ini pembuktian beliau atau ‘pencitraan’, itu urusan lain. Dan lagian juga Pilpres sudah lewat 9 Juli kemaren, tinggal menunggu hasil real count nya dari KPU.

Ah, tapi disini saya tidak akan membahas panjang lebar tentang Bapak Yang Terhormat Yang Baru Pulang Umroh itu. Saya cerita tentang beberapa tanggapan orang tentang peristiwa pem-bom-an ini. Atau kalau mungkin itu terlihat agak terlalu ngeri dan dramatis, kita bisa sebut saja dengan kata ‘tragedi ini’.

Ya, memang bermacam – macam orang dalam menanggapi berita yang ia dengar dari media tentang ‘tregedi ini’. Ada yang langsung melakukan aksi galang dana, ada yang mendo’akan, ada yang mengirim fatihah ( Lahul fatihah...aminn), ada yang posting bacaan Qunut Nazilah, ada juga yang langsung mencaci, menghujat dan mengutuk Israel seperti yang disampaikan Sekjen Pengurus Besar Nahdhatul Ulama lewat Republika On Line (REPUBLIKA.CO.ID ).
“ REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Marsudi Syuhud mengecam keras aksi militer yang dilancarkan Israel ke wilayah Gaza, Palestina.”

Bahkan ada yang mengutuk dengan nada yang lebih kasar lagi, misal "Fuck Zionis" atau "Zionis Biadab". Salah satu teman saya (lagi) mengutuk dengan kata “fuck of israel,, kampang.” Kampang adalah bahasa khas umpatan Banten, semisal jancuk, jangkrik, dll.

Kebetulan tadi malam saya sedang post beberapa tulisan tentang “Snouk Hurgonje” di Account Twitter saya (@Imam_Chart ). Saat saya menelusuri beranda, saya lihat tweet teman – teman kurang lebih sama, tentang ucapan bela sungkawa Palestina. Namun ada yang menarik ternyata. Ada yang nge-tweet kira kira begini bunyinya :

“ Ini yg pada menghujat Zionis Israil sebenernya tahu nggak kalo Hamas jg melakukan serangan balik? [1] ”

Saya penasaran juga, apa yang sebenarnya ingin disampaikan oleh teman saya ini. Akhirnya saya buka TL nya. Dan hasilnya, beberapa tweetnya yang lengkap :

“ Ini yg pada menghujat Zionis Israil sebenernya tahu nggak kalo Hamas jg melakukan serangan balik? [1] ”

“ Dan serangan balik dari Hamas itu jg menjatuhkan korban. [2] “

“ Lalu kenapa isi postingannya selalu "Fuck Zionis" atau "Zionis Biadab" tanpa mengindahkan balasan Hamas? [3] “

Bagi Anda yang kemarin – kemarin sudah terlanjur menghujat dengan kata – kata serupa tolong jangan tersinggung dulu, atau merasa tersentil. Maksud dari teman saya ini ada di tweet selanjutnya :

“ Apa dianggapnya adalah sebuah keharusan yg wajar ketika roket dibalas roket, bom dibalas bom, dan korban dibalas korban? [4] ”

“ Kalau begitu jangan mengatasnamakan rasa kemanusiaan dong. Wong cuma pembelaan sepihak. :3 [5] “

“ Oke. Anggap saja membela Islam dan Muslim di Gaza. Atau jangan2 sebenernya lebih berfokus pada persoalan tanah? [6] ”

“ Membela mati-matian Gaza dan Tepi Barat jg Al-Aqsa. .dari tangan Zionis. [7] “

“ Bagaimana seandainya bukan Zionis yg melakukannya? Atau, atau, bagaimana jika Palestina merdeka, dan mereka menendang keluar warga Israel dan ... (sepertinya kalimatnya kepanjangan jadi terputus).“

“(yang ini juga sama)...ri negaranya? [8]”

“ Semacam balas dendam. Apakah kita akan tetap sevokal ini dalam menyuarakan kemanusiaan? Atau menganggapnya sbg euforia kemenangan Islam? [9] ”

Jadi yang saya tangkap kira – kira dari celotehan teman saya ini, mereka yang sedang marah – marah atas berita ‘tragedi ini’ adalah orang – orang kurang/tidak membaca ‘tragedi ini’ secara menyeluruh. Mudah terpancing dan terprovokasi, dan tersulut emosi. Sampe menghujat, mencaci dan “ gembor – gembor “ mati – matian membela Gaza atas nama kemanusiaan ini, kurang tepat. Menurutnya, bisa saja itu kan Cuma “cuma pembelaan sepihak”, atau dengan bahasa yang lebih mulia “membela Islam dan Muslim di Gaza” yang sebenarnya (mungkin hanya) “persoalan tanah”.
Saya harap Anda tidak emosi ketika membaca ini, sebagaimana saya ‘emosi’ waktu pertama membaca tweet nya beliau. Teman saya ini. Sebelum menulis note ini saya coba tenangkan diri dulu, dengan harapan, apa yang saya tulis ini tidak diwarnai rasa ‘emosi’ dan kemarahan yang mendominasi.

Lagian memang saya rasa juga menjadi wajar. Karena beberapa hari kemarin saya iseng buka Kompas.com. Dan memang disitu ada juga berita – berita tentang ‘tragedi ini’. Salah satunya memang membahas tentang motif balas dendam dalam ‘Tragedi ini’. Seperti berita ini :

Judulnya : ” Dalam Dua Hari Israel Serang 430 Sasaran di Gaza"

atau disini
judul : Menlu AS Israel dan Palestina Hadapi Momen Berbahaya

Operasi nya disebut sebagai upaya pertahanan diri. Jadi seolah – olah Israel lah yang sedang bertahan dari serangan Hamas. Selanjutnya kita sebut saja Palestina.
Atau ini
Judulnya : Israel Bombardir Gaza, 28 Orang Tewas dan 150-an Terluka

GAZA CITY, KOMPAS.com - Israel membombardir Gaza City, Selasa (8/7/2014). Petugas medis, Rabu (9/7/2014), menyebutkan setidaknya 28 orang tewas akibat serangan tersebut dan 150-an orang yang lain terluka. Serangan ini paling mematikan sejak 2012.
"Sejumlah teroris keluar dari laut dan menyerang basis dengan senapan Kalashnikov dan granat tangan," kata juru bicara militer Letnan Kolonel Peter Lerner.
Hamas disebut sebagai teroris. Jadi seolah – olah yang sedang dihadapai oleh Israel adalah para teroris yang memang sah untuk ditumpas.

Atau diberita ini
Judulnya : Israel Bombardir Gaza, 28 Orang Tewas dan 150-an Terluka

“ Sejauh ini lontaran roket dari Hamas tak menjatuhkan korban jiwa di Israel.”

Anda bisa lihat. Dan anda boleh bertanya, siapa yang harusnya khawatir atas ‘tragedi ini’. Siapa yang teroris, dan siapa yang sedang bertahan. Keseluruhan berita ini memang dibangun seolah – olah bahwa perang ini adalah ‘Perang Mulia’ Israel menumpas Teroris Al Qassam, sayap militer Hamas. Jadi wajar saja kalau ‘Teman saya’ tadi berpikir demikian. Mungkin berita – berita yang beliau baca, ya berita – berita dari Kompas ini. Kalau kita mau jeli, mungkin iseng – iseng kita juga bisa menebak kemana arah pemberitaan yang ada di Kompas media ini. 

Yang menjadi pertanyaan penting, bagaimana Anda bisa membedakan yang mana tentara Al Qasam dan mana sipil? Sedang mereka berjuang bersama!

Yang lagi, apa jadinya rakyat sipil Palestina tanpa adanya tentara Al Qassam?

Sayangnya di saat media lain membentuk Opini demikian, media Islam ‘lain’ malah mengalami pembusukan citra. Disebut adu domba, provokatif, penyebar fitnah dan lain sebagainya.

Nah, untuk perkara “Balas Dendam” kita mungkin bisa baca dari berita berjudul ” Dalam Dua Hari Israel Serang 430 Sasaran di Gaza.“ ada kata – kata yang menarik disana. Bunyinya :

| "Hamas menembak kami dan mereka harus menghentikan penembakan itu terlebih dahulu. Namun, kami tak puas sebelum kami bisa menghancurkan Hamas dan seluruh infrastuktur teror di Gaza," tambah Saar.|

Ya memang mudah untuk menyebut ini adalah tragedi saling balas dendam. Dalam kalimat itu Anda bisa lihat bahwa seolah – olah yang menyerang lebih dulu adalah Palestina. Lalu dengan begitu Israel bertahan dengan memBomBardir Palestina. Dan dengan itu, Palestina harus menghentikan serangannya terlebih dahulu. Tapi, apakah dengan demikian Israel akan berhenti juga. Ternyata jawabannya TIDAK. Jadi yang di incar oleh Israel bukan perdamaian, tapi kepuaan atas penghancuran Palestina. Selama Israel belum puas, menghancurkan Palestina maka selama itu pula tidak akan berakhir perang, walaupun premis satu “ mereka (Palestina) harus berhenti dulu” dipenuhi.

Ah memang ‘tragedi ini’ tak bisa kita rangkai hanya dengan potongan – potongan kecil berita – berita ini. Karena memang ‘tragedi ini’ adalah bagian dari konflik panjang 3 Agama Samawi di dunia. Yahudi, Kristen, Islam. Sama ketika kita ingin memahami Islam, tidak bisa sekedar dengan memakai artikel – artikel di internet, atau dengan hanya pelabelan ini Islam Radikal, ini Fundamentalis, Ini Moderat, Ini Suni, Syi’ah, Khawarijh, wahabi, ini Islam yang benar ini yang salah dan lain – lain.

Sialnya, tweet nya belum selesai. Masih ada lanjutannya :

“ Padahal Islam tidak mengajarkan balas dendam. [10] “

Sayangnya Diterima atau tidak, ajaran pokok Islam adalah “ Jika engkau ditampar maka balaslah dengan yang sama/setimpal.” Ini yang membedakan Islam dengan ajaran pokok Kristen, “ Jika kau ditampar pipi kananmu, maka berikanlah pipi kirimu (untuk ditampar pula).” Islam lebih kasar ketimbang Kristen yang cenderung lembut dan penuh kasih, ya? Logika yang salah! Itu adalah bentuk ketegasan, sikap adil dan pertengahan Islam. Walaupun memang ada lanjutan dari ajaran pokok Islam itu, “ bahwa jika engkau memafkan, tentu itu jauh lebih baik”. Saya tidak yakin opsi terakhir, “mema’afkan” Israel ini bisa jadi solusi. Mengingat premis diatas.

Selanjutnya beliau menulis :

| “ Jadi, kita pikirkan lagi alasan kita menghujat. Sembari berdoa, sembari memandang sekeliling kita. [11]” |

Jujur Saya sepenuhnya belum tahu motif pastinya, apakah beliau ini kecewa dengan respon teman – teman yang mengumpat dan menghujat, atau (naudzubillah) sedang mengejek bahwa mereka yang emosi itu kurang cerdas dalam membaca suasana, dan bahwa beliau lebih cerdas dalam menganalisa sehingga tidak mudah terprovokasi, atau beliau punya saran cara mengumpat yang lebih baik atau entahlah.

Yang jelas kita diingatkan oleh teman saya ini, untuk lebih santun dalam berkata – kata. Walaupun dalam keadaan marah. Dan beristighfar itu jauh lebih baik daripada apapun.

Kalau memang kebetulan teman saya ini membaca, semoga beliau bisa memaklumi kenapa umpatan – umpatan itu terlontar. Tidak lain hanya sebagai ekspresi rasa ukhuwah, persaudaraan dan cinta pada tanah Muslim Palestina. Dan rasa jengkel yang sangat mendalam bahwa dalam suasana konflik seperti itu, kita tak mampu berbuat apa – apa untuk menolong mereka, saudara – saudara kita di Palestina.

Yang menurut saya bahaya adalah, jika sudah muncul rasa bahwa ‘tragedi ini’ adalah gara – gara Hamas yang membuat kacau di Palestina. Ya, Hamas itulah aliran Islam garis keras, Radikal dan Fundamentalis, maka wajar jika perang di Palestina tidak pernah usai. Dan dengan begitu kita hanya sekedar simpati saja, setelah itu sudah. Karena kebencian kepada Hamas, lalu teman – teman yang terlihat gembar – gembor “seolah –olah” membela Palestina ini tidak faham tentang adanya kospirasi dibalik itu, yang merusak umat. Entah itu benar – benar konspirasi, atau yang yang dilebih – lebihkan, itu bisa kita bahas lebih lanjut. Yang jelas, Konspirasi Zionis dkk adalah menguasai untuk menguasai manusia sedunia, termasuk juga menundukkan Islam. Logika pengkotakan Islam seperti ini yang biasanya menjadi penghalang persaudaraan. Lebih parah lagi, kita menjadi buta siapa musuh kita sebenarnya.

Disisi lain satu golongan merasa perlu menjaga diri untuk tetap santun dan kalem – terutama di hadapan Barat - , sambil menyalahkan mereka yang beringas. Tak sadar bahwa dibelahan bumi lain, Islam sedang terinjak – injak dan dibantai habis - habisan. Kita tentu belum lupa, kemarin “ The Jakarta Post “ Islam kembali diperolokkan. Untuk ini saya bisa kutipkan kata – kata teman saya :

kata saya : “seenggaknya jangan ampe kemarahan lo mendominasi *asek bahasa gwe ...hehe "

jawab dia : “se'enggak'y jangan pula karena mulia'y hati lo bikin agama lo trus2an d injak2.”

Anda bisa simpulkan sendiri 
Yang jelas, pembelaan ini adalah wujud dari rasa peduli dan persaudaraan (ukhuwah) ke-Islaman. Siapapun yang muslim pasti tahu bahwa Ukhuwah tak terbatas oleh teritori, suku, bangsa dll. Dimanapun Ia ketika sudah muslim, maka dia adalah saudara kita. Penjajahan atas Hak – Hak nya adalah luka buat kita semua.

Namun jika memang hati kita tak cukup familiar dengan kata " (panggilan) Ukhuwah "
Mungkin kita bisa mengingat lagi kata – kata Ir Soekarno sebagai panggilan atas rasa Nasionalisme kita, “ Jika kemerdekaan bangsa Palestina beloem diserahkan kepada orang – orang Palestina, maka selama itoelah Bangsa Indonesia berdiri menantang pendjadjahan Israel.”

Namun, jika panggilan itu juga belum cukup pula menggerakkan hati, maka mungkin" (Panggilan) Kemanusiaan ", cukup untuk sekedar pertimbangan menentukan Sikap kita. Lagi – lagi atas nama Hak Asasi Manusia yang di bangga – banggakan Barat. Jika memang pemikiran kita lebih condong ke Barat ketimbang Islam.

Karena memang sepertinya agak muluk juga berharap bahwa semua muslim dapat di ajak bicara sebagai seorang muslim tanpa meninggalkan ‘kotak’nya, kecintaan pada ‘kotak’masing – masing masih kental terasa. Ah, termasuk mungkin juga saya, tanpa terasa.

Akhirnya mungkin untuk pengingat buat kita semua, (lagi-lagi) saya kutip dari teman saya :
Meminjam istilah Papa "CEKEREME"
Papa saya sering mengatakan pada anak-anaknya jangan jadi Orang Cekereme. Lucu sih kedengerannya, tapi maknanya dalem. Cekereme itu artinya remeh, kecil jiwa dan pemikirannya. Mungkin terinspirasi dari kata 'ceker' yg letaknya di bawah, dan berkonotasi kecil/remeh.

Kenapa tiba-tiba teringat Cekereme ini? Saya melihat saat ini para ulama atau orang2 yg dianggap paham agama justru meributkan dan memperebutkan hal hal yg bersifat cekereme ini. Entah kursi di pemerintahan, entah masa pengajian, dan perbedaan-perbedaan 'cekereme' ini justru akan menenggelamkan umat Islam dalam lubang perpecahan yg semakin dalam. Beda cara sholat ribut, beda cara berpakaian ribut, beda ustad ribut, beda partai atau gerakan ribut, beda milih presiden ribut.

Padahal saat ini ada hal yg paling genting dan paling utama untuk diperjuangkan bersama-sama sbg umat muslim. Sesuatu yg akan menaungi hal hal cekereme tadi.
Well, saya memimpikan suatu masa dimana ketika seseorang berkata dia muslim maka ikatan apapun akan lebih lemah karena dibandingkan dengan ikatan tauhid.
Stop meributkan hal 'CEKEREME' guys! ;)

| Agama yang benar, yakni agama yang menjadi pelita bagi peradaban dan pengamalannya sebagai pembimbing kemanusiaan. Makanya, agama dapat membuat orang bahagia, sedangkan yang bikin celaka orang adalah meninggalkan agama. | - Gus Mus, Pengasuh Pondok Pesantren Roudltut Thalibin - |

Oleh : Imam ‘BC’ Chartego
Jum’at, 11 Juli 2014
Pukul 03:22
Ditemani musik :
- Palestina Memanggil (Dari Album Bangkitlah Negeriku)
- Merah Saga (Dari Album Bangkitlah Negeriku)
- Freedom ( Maher Zain )
- Subhanallah ( Maher zain)
- I Love You So ( Maher Zain)

**** **** ****
Setelah memposting note ini di fb, malamnya say bener an berantem sama dua teman saya. Yang satu temen se kos, Taufik, yang satu lagi temen SMA saya, Raufina.
Yang sebenernya mereka berdua punya cara pandang yang saling berlawanan.
Pas waktu sahur, saya ngobrol sama Taufik, dan dia ngaku marah sampe pengen ngajak berantem. Tapi akhirnya, yasudah.
Siangnya saya juga ditelfon Rau, dan saya meminta maaf atas hal hal yang terkait dengannya. Sayangnya mungkin sampai saat ini kita nggak bisa akur bener bener ya karna note ini. Pasca note ini terbit, account twitter saya di block, dan sampai sekarang.
Dan teman saya si Taufik juga akhirnya nulis surat terbuka ( pas waktu itu masih rame ramenya surat terbuka).