Monday 2 November 2015

Seputar Ucapan Natal

SEBUAH PENGANTAR

Di masa kejayaannya yang lalu, umat Islam lebih kuat dan besar dari umat Kristiani. Tempat-tempat bersejarah yang dianggap sebagai tempat lahirnya nabi Isa sejak masa khalifah Umar bin Al-Khattab radhiyallahu 'anhu sudah berada di tangan umat Islam bahkan hingga pertengahan abad 20. Maka sepanjang 14 abad, pandangan muslim kepada pemeluk agama nasrani agak berbeda dengan di masa sekarang ini. Di masa kejayaan umat Islam, umat nasrani dipandang sebagai umat minoritas dan perlu dikasihi.

Bahkan di Eropa yang sebagiannya dikuasai umat Islam saat itu, begitu banyak pemeluk kristiani yang dilindungi dan disubsidi oleh pemerintah Islam.

Pandangan ini kemudian berubah ketika Barat mengekspansi negeri-negeri muslim di bawah bendera salib. Dan kekuatan salib berhasil menyelinap di balik misi ipmerialisme yang tujuannya Gold, Gospel and Glory. Gospel adalah penyebaran agama kristiani ke dunia Islam. Sejak saat itulah gambaran umat kristiani berubah dalam perspektif umat Islam. Yang tadinya dianggap umat yang lemah dan perlu dikasihani, tiba-tiba berubah menjadi agresor, penindas, penjajah dan perusak akidah.

Di masa kekuasaan Islam, ayat-ayat Al-Quran dan hadits nabi untuk menyayangi dan berempati kepada pemeluk nasrani kelihatan lebih sesuai dengan konteksnya. Misalnya ayat berikut ini:
Dan sesungguhnya kamu dapati yang paling dekat persahabatannya dengan orang-orang yang beriman ialah orang-orang yang berkata, "Sesungguhnya kami ini orang Nasrani." Yang demikian itu disebabkan karena di antara mereka itu terdapat pendeta-pendeta dan rahib-rahib, karena sesungguhnya mereka tidak menyombongkan diri. (QS. Al-Maidah: 82)

Al-Quran menggambarkan bahwa orang-orang nasrani adalah orang yang paling dekat persahabatannya dengan umat Islam. Sebab mereka masih mengakui Allah SWT sebagai Allah, juga mengakui keberadaan banyak nabi dan malaikat. Mereka juga percaya adanya kehidupan sesudah kematian (akhirat).

Apalagi di masa kejayaan Islam, umat nasrani sangat sedikit, lemah dan tertindas. Maka di berbagai pusat peradaban Islam, umat nasrani justru disebut dengan zimmy. Artinya adalah orang-orang yang dilindungi oleh umat Islam. Nyawa, harta, keluarga dan hak-hak mereka dijamin oleh pemerintah Islam.

Bahkan suasana itu juga terasa cocok dengan ayat Allah SWT yang lain lagi, yaitu tentang halalnya sembelihan mereka dan dinikahinya wanita ahli kitab oleh laki-laki muslim.

Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al-Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal bagi mereka. wanita yang menjaga kehormatan di antara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al-Kitab sebelum kamu (QS. Al-Maidah: 5)

Umat Islam mengizinkan mereka mendirikan geraja dan haram hukumnya untuk mengusik ibadah mereka. Sultan Shalahuddin Al-Ayyubi bahwa mempersilahkan umat kristiani untuk merayakan misa natal di tempat-tempat yang dianggap bersejarah. Semua itu adalah gambaran suasana kerukunan umat beragama yang sesungguhnya.

Hubungan Islam - Nasrani di Zaman Kolonialisme
Tetapi semua itu menjadi hancur berantakan gara-gara kolonialisme. Keserasian umat Islam dengan pemeluk nasrani berubah menjadi perang tiada habisnya. Darah para syuhada membasahi bumi Islam tatkala umat kristiani membonceng mesin perang Barat menjajah negeri, merampas harta benda, membunuh muslim dan membumi hangus peradaban. Umat kristiani yang tadinya umat lemah tak berdaya dan dilindungi, tiba-tiba berubah menjadi kekuatan yang congkak dan berbalik menjadi penindas umat Islam. Khilafah Islamiyah yang menyatukan umat Islam sedunia dicabik-cabik dan dibelah menjadi puluhan negara jajahan.

Akibat dari kolonialisme itu, pandangan umat Islam terhadap bangsa kristiani pun mulai mengalami pergeseran. Yang tadinya lebih banyak menyebut ayat-ayat tentang kedekatan antara dua agama, sekarang yang lebih terasa justru ayat-ayat yang mempertentangkan keduanya.

Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah, "Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk." Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu. (QS. Al-Baqarah: 120)

Juga ayat ini:
Hai orang-orang yang beriman, jika kamu mengikuti sebahagian dari orang-orang yang diberi Al-Kitab, niscaya mereka akan mengembalikan kamu menjadi orang kafir sesudah kamu beriman. (QS. Ali Imran: 100)

Maka umat Islam berperang melawan nasrani dan menolak bila negerinya dipimpin oleh mereka.
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin; sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim. (QS. Al-Maidah: 51)

Kondisi saat ini dan imbasnya pada hukum ucapan selamat Natal
Alhamdulillah, patut disyukuri bahwa sekarang hubungan kita sudah semakin membaik dan kedua belah pihak makin akrab serta saling menghormati. Namun, melihat realitas di atas, maka di dalam tubuh umat Islam berkembang dua cara pandang yang berbeda dalam menyikapi hal ini.

Di satu sisi, banyak yang menganggap bahwa nasrani itu bukan musuh, tidak boleh dibunuh atau diperangi. Justru harus dianggap sebagai komunitas yang harus ditolong. Kepada mereka tidak dipaksakan untuk memeluk Islam. Bahkan tidak terlarang untuk hidup berdampingan, saling tolong dan saling hormat, sampai saling memberi tahni'ah (congratulation) kepada masing-masing kepercayaan.

Di sisi lain, ada beberapa yang tetap berprinsip bahwa nasrani adalah umat yang harus dimusuhi, diperangi dan tidak bisa dipercaya. Maka kecenderungannya dalam fatwa yang berkembang adalah haram untuk saling mengucapkan tahni'ah di hari raya masing-masing.

Kalangan yang membolehkan ucapan selamat natal antara lain:
1. Dr. Yusuf Al-Qaradawi (Ketua Persatuan Ulama Internasional)
2. Dr. Mustafa Ahmad Zarqa'
3. Dr. Wahbah Zuhayli (Ulama Suriah)
4. Dr. M. Quraish Shihab (Mufassir Indonesia)
5. Fatwa MUI (Majlis Ulama Indonesia) dan Buya Hamka
6. DR. Din Syamsuddin
7. Gus Sholah (Pengasuh Ponpes Tebuireng, salah satu Ponpes besar di Indonesia)
8. Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah
9. Isi Fatwa MUI 1981 Seperti Dikutip Eramuslim.com
10. Prof. Dr. Sofjan Siregar, MA ((Dewan Fatwa Negeri Belanda)
11. Dr. Abdussattar Fathullah Said (Ulama bidang tafsir dan ulumul quran Universitas Al Azhar, Mesir)
12. Majelis Fatwa dan Riset Eropa
dan ulama besar lainnya, seperti Ibnu Masud, Abu Umamah, Ibnu Abbas, Al Auzayi, An Nakhoi, Attobary dll.

Kalangan yang tidak membolehkan ucapan selamat natal antara lain:
1. Ibnul Qayyim dalam kitabnya Ahkamu Ahlidz Dzimmah
2. Fatwa Syeikh Al-'Utsaimin (ulama Wahabi)
3. Seluruh ulama Wahabi Salafi.
4. Seluruh simpatisan Wahabi Salafi di Indonesia

Untuk lebih jelasnya bagaimana perbedaan pandangan itu, kami kutipkan fatwa-fatwa dari berbagai ulama terkemuka.

Fatwa Haram Ibnul Qayyim
Pendapat anda yang mengharamkan ucapan selamat natal difatwakan oleh Ibn al-Qayyim Al-Jauziyah. Beliau pernah menyampaikan bila pemberian ucapan "Selamat Natal" atau mengucapkan "Happy Christmas" kepada orang-orang Nasrani hukumnya haram.

Dalam kitabnya 'Ahkâm Ahl adz-Dzimmah', beliau berkata, "Adapun mengucapkan selamat berkenaan dengan syi'ar-syi'ar kekufuran yang khusus bagi mereka adalah haram menurut kesepakatan para ulama. Alasannya karena hal itu mengandung persetujuan terhadap syi'ar-syi'ar kekufuran yang mereka lakukan.

Sikap ini juga sama pernah disampaikan oleh Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin sebagaimana dikutip dalam Majma' Fatawa Fadlilah Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin, (Jilid.III, h.44-46, No.403).

Di negeri kita, tidak sedikit umat Islam yang mengharamkan ucapan selamat natal ini.

Fatwa Yang Membolehkan
Memang pendapat yang membolehkan ini kurang populer di banyak kalangan.

Mengapa kurang populer? Bisa jadi karena umat Islam tergesa-gesa dalam mengartikan suatu fatwa, ataupun karena pendapat yang membolehkan ini minim sekali penyebarannya. Di sisi lain, pendapat yang melarang pengucapan selamat natal malah terus disebarkan oleh simpatisannya. Taukah Anda dimana pusat gerakan Salafi/Wahabi yang disebut di atas? Ya betul, Arab Saudi. Dan taukah Anda bahwa walaupun sebetulnya jumlah mereka adalah minoritas di antara muslim dunia, namun sejak tahun 1990an, 90% dana dakwah Islam yang ada di seluruh dunia itu asalnya dari sana? Ya, sebagian besar memang disponsori oleh mereka... Maklum, mereka kan kaya... hehehe

(Data lebih lengkap bisa diperoleh dari buku "Ilusi Negara Khilafah")

Apalagi di Indonesia! Jangan heran, bila sempat kita cari di google tentang hal ini (pengucapan selamat natal), akan banyak sekali situs yang menampilkan pendapat yang melarangnya.

Tidak hanya pada masalah ini saja. Dalam banyak masalah keagamaan, mulai dari aqidah, fiqh, syariah, sampai muamalah, bila kita search di internet, maka kita akan lebih banyak terarah ke website "mereka" (sama halnya ketika kita cari di -apa yang kita sebut--- buku-buku dan media Islami, kebanyakan buatan mereka). Dan tidak jarang akan kita temukan pemahaman-pemahaman yang mungkin agak berbeda dari pemahaman kita sebelumnya.

Mungkin jadi pertanyaan, dimana NU, Muhammadiyah, Persis, dan Al-Irsyad yang seringkali menjadi rujukan mainstream umat Islam di Indonesia? Nah, itulah, memang minim sekali gerakan dakwah ormas-ormas ini via internet dan media.

Oke, kembali ke pokok masalah, yaitu tentang pengucapan Selamat Natal. Kalau kita mau agak teliti dan jujur (dalam mencari rujukan), rupanya memang tidak sedikit yang menghalalkan. Bukan hanya Dr. Quraisy Syihab saja, tetapi bahkan Majelis Ulama Indonesia, Dr. Yusuf Al-Qaradawi dan beberapa ulama dunia lainnya, ternyata kita dapati pendapat mereka membolehkan ucapan itu.

Rasanya mungkin kaget juga, tetapi itulah yang kita dapat begitu kita agak jauh menelitinya. Kami uraikan di sini petikan-petikan pendapat mereka, bukan dengan tujuan ingin mengubah pandangan yang sudah ada. Tetapi sekedar memberikan tambahan wawasan kepada kita, agar kita punya referensi yang lebih lengkap.

Menurut Dr. M. Quraish Shihab :
Dalam rangka interaksi sosial dan keharmonisan hubungan, Al-Quran memperkenalkan satu bentuk redaksi, dimana lawan bicara memahaminya sesuai dengan pandangan atau keyakinannya, tetapi bukan seperti yang dimaksud oleh pengucapnya. Karena, si pengucap sendiri mengucapkan dan memahami redaksi itu sesuai dengan pandangan dan keyakinannya. Salah satu contoh yang dikemukakan adalah ayat-ayat yang tercantum dalam QS. 34:24-25 [Katakanlah:"Siapakah yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan dari bumi?" Katakanlah: "Allah", dan sesungguhnya kami atau kamu (orang-orang musyrik), pasti berada dalam kebenaran atau dalam kesesatan yang nyata. Katakanlah: "Kamu tidak akan ditanya (bertanggung jawab) tentang dosa yang kami perbuat dan kami tidak akan ditanya (pula) tentang apa yang kamu perbuat".

Kalaupun non-Muslim memahami ucapan "Selamat Natal" sesuai dengan keyakinannya, maka biarlah demikian, karena Muslim yang memahami akidahnya akan mengucapkannya sesuai dengan garis keyakinannya. Memang, kearifan dibutuhkan dalam rangka interaksi sosial.

Tidak kelirulah, dalam kacamata ini, fatwa dan larangan itu, bila ia ditujukan kepada mereka yang dikhawatirkan ternodai akidahnya. Tetapi, tidak juga salah mereka yang membolehkannya, selama pengucapnya bersikap arif bijaksana dan tetap terpelihara akidahnya, lebih-lebih jika hal tersebut merupakan tuntunan keharmonisan hubungan.

Fatwa MUI Tentang Haramnya Natal Bersama, Bukan Ucapan Selamat Natal
Satu yang perlu dicermati adalah kenyataan bahwa MUI tidak pernah berfatwa yang mengharamkan ucapan selamat natal. Yang ada hanyalah fatwa haramnya melakukan natal bersama.
Majelis Ulama Indonesia pada 7 Maret 1981, sebagaimana ditandatangani K.H. M. Syukri Ghozali, MUI telah mengeluarkan fatwa : perayaan natal bersama bagi ummat Islam hukumnya haram.

Hal ini juga ditegaskan oleh Sekretaris Jenderal MUI, Prof DR. Din Syamsudin MA, yang juga Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah itu menyatakan bahwa MUI tidak melarang ucapan selamat Natal, tapi melarang orang Islam ikut sakramen/ritual Natal.
"Kalau hanya memberi ucapan selamat tidak dilarang, tapi kalau ikut dalam ibadah memang dilarang, baik orang Islam ikut dalam ritual Natal atau orang Kristen ikut dalam ibadah orang Islam, " katanya.

Bahkan pernah di hadapan ratusan umat Kristiani dalam seminar Wawasan Kebangsaan X BAMAG Jatim di Surabaya, beliau menyampaikan, "Saya tiap tahun memberi ucapan selamat Natal kepada teman-teman Kristiani."

Fatwa Dr. Yusuf Al-Qaradawi
Syeikh Dr. Yusuf Al-Qaradawi mengatakan bahwa merayakan hari raya agama adalah hak masing-masing agama. Selama tidak merugikan agama lain. Dan termasuk hak tiap agama untuk memberikan tahni'ah saat perayaan agama lainnya.

Maka kami sebagai pemeluk Islam, agama kami tidak melarang kami untuk untuk memberikan tahni'ah kepada non muslim warga negara kami atau tetangga kami dalam hari besar agama mereka. Bahkan perbuatan ini termasuk ke dalam kategori al-birr (perbuatan yang baik). Sebagaimana firman Allah SWT:
Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. (QS. Al-Mumtahanah: 8)

Kebolehan memberikan tahni'ah ini terutama bila pemeluk agama lain itu juga telah memberikan tahni'ah kepada kita dalam perayaan hari raya kita.

Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu. Sesungguhnya Allah memperhitungankan segala sesuatu.(QS. An-Nisa': 86)

Namun Syeikh Yusuf Al-Qaradawi secara tegas mengatakan bahwa tidak halal bagi seorang muslim untuk ikut dalam ritual dan perayaan agama yang khusus milik agama lain.

Fatwa Dr. Mustafa Ahmad Zarqa'
Di dalam bank fatwa situs Islamonline.com, Dr. Mustafa Ahmad Zarqa', menyatakan bahwa tidak ada dalil yang secara tegas melarang seorang muslim mengucapkan tahniah kepada orang non-muslim.

Beliau mengutip hadits yang menyebutkan bahwa Rasulullah SAW pernah berdiri menghormati jenazah Yahudi. Penghormatan dengan berdiri ini tidak ada kaitannya dengan pengakuan atas kebenaran agama yang dianut jenazah tersebut.

Sehingga menurut beliau, ucapan tahni'ah kepada saudara-saudara pemeluk kristiani yang sedang merayakan hari besar mereka, juga tidak terkait dengan pengakuan atas kebenaran keyakinan mereka, melainkan hanya bagian dari mujamalah (basa-basi) dan muhasanah seorang muslim kepada teman dan koleganya yang kebetulan berbeda agama.

Dan beliau juga memfatwakan bahwa karena ucapan tahni'ah ini dibolehkan, maka pekerjaan yang terkait dengan hal itu seperti membuat kartu ucapan selamat natal pun hukumnya ikut dengan hukum ucapan natalnya.

Namun beliau menyatakan bahwa ucapan tahni'ah ini harus dibedakan dengan ikut merayakan hari besar secara langsung, seperti dengan menghadiri perayaan-perayaan natal yang digelar di berbagai tempat. Menghadiri perayatan natal dan upacara agama lain hukumnya haram dan termasuk perbuatan mungkar.

Majelis Fatwa dan Riset Eropa
Majelis Fatwa dan Riset Eropa juga berpendapat yang sama dengan fatwa Dr. Ahmad Zarqa' dalam hal kebolehan mengucapkan tahni'ah, karena tidak adanya dalil langsung yang mengharamkannya.

Fatwa Dr. Abdussattar Fathullah Said
Dr. Abdussattar Fathullah Said adalah profesor bidang tafsir dan ulumul quran di Universitas Al-Azhar Mesir. Dalam masalah tahni'ah ini beliau agak berhati-hati dan memilahnya menjadi dua. Ada tahni'ah yang halal dan ada yang haram.

Tahni'ah yang halal adalah tahni'ah kepada orang non-muslim tanpa kandungan hal-hal yang bertentangan dengan syariah. Hukumnya halal menurut beliau. Bahkan termasuk ke dalam bab husnul akhlaq yang diperintahkan kepada umat Islam.

Sedangkan tahni'ah yang haram adalah tahni'ah kepada orang non-muslim yang mengandung unsur bertentangan dengan masalah diniyah, hukumnya haram. Sedangkan ucapan yang halal seperti, "Semoga tuhan memberi petunjuk dan hidayah-Nya kepada Anda."

Bahkan beliau membolehkan memberi hadiah kepada non muslim, asalkan hadiah yang halal, bukan khamar, gambar maksiat atau apapun yang diharamkan Allah.

Bagaimana bila kita diberi hadiah berupa makanan?
Terlepas dari ketidaksetujuan kita dengan aqidah mereka, khusus dalam masalah makanan yang mereka buat, pada dasarnya tidak ada larangan khusus. Bahkan dalam Al Quran telah ditegaskan bahwa hewan sembelihan ahli kitab halal buat umat Islam, seperti juga kebalikannya.

Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal pula bagi mereka. (Dan dihalalkan mengawini) wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al Kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar maskawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik. Barang siapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam) maka hapuslah amalannya dan ia di hari akhirat termasuk orang-orang merugi. (QS Al Maidah: 5)

Sedangkan yang diharamkan adalah hewan yang disembelih untuk dipersembahkan kepada selain Allah.

Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang disembelih selain untuk Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa sedang dia tidak menginginkannya dan tidak melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.(QS. Al Baqarah: 173)

Maka makanan yang ketika disembelih diniatkan untuk berhala misalnya, makanan itu haram untuk kita makan.

Tapi sebaliknya, bila tidak untuk berhala melainkan sekedar hidangan konsumsi biasa, meski untuk acara Natal sekalipun, sebenarnya tidak ada 'illat yang membuatnya menjadi haram. Baik secara zatnya atau pn secara nilainya.

Haram secara zat misalnya karena makanan itu najis seperti bangkai, anjing, babi dan sebagainya. Atau karena berupa khamar yang diharamkan. Atau karena zatnya memang berbahaya buat manusia seperti racun, drugs, narkoba dan sejenisnya.

Sedangkan haram secara nilai misalnya karena hasil curian, atau dipersembahkan untuk berhala. Sedangkan bila makanan itu pernah diedarkan untuk sebuah perayaan agama lain namun bukan buat persembahan berhala, tentu tidak ada kaitannya dengan zat dan nilainya.

Kesimpulannya
Memang ada kalangan yang melarang pengucapan selamat Natal, namun, banyak juga yang membolehkannya. Yang jelas dilarang adalah bila ikutan ritualnya. Sesuai dengan pernyataan Prof DR Din Syamsudin,
"Kalau hanya memberi ucapan selamat tidak dilarang, tapi kalau ikut dalam ibadah memang dilarang, baik orang Islam ikut dalam ritual Natal atau orang Kristen ikut dalam ibadah orang Islam."

Para ulama tentunya tidak berbeda pendapat kecuali karena memang tidak didapat dalil yang bersifat sharih dan qath'i. Seandainya ada ayat atau hadits shahih yang secara tegas menyebutkan bahwa tidak boleh memberi ucapan selamat pada Hari Raya non-muslim, tentu semua ulama akan sepakat.

Namun selama semua itu merupakan ijtihad dan penafsiran dari nash yang bersifat mujmal, maka seandainya benar ijtihad itu, mujtahidnya akan mendapat 2 pahala. Dan seandainya salah, maka hanya dapat 1 pahala.

So, bila tujuannya baik dan bisa menjaga keharmonisan hubungan, mengapa tidak kita lakukan?

Sumber Referensi:
1. Fimadani : Hukum Seputar Perayaan Natal dan Ummat
.
2. Rumah Fiqih 1
3. Rumah Fiqih 2
4. Hukum Ucapan Selamat Natal
5. Membumi Natal

Berita
~JK Mengabaikan Fatwa MUI Soal Ucapan Selamat Natal
~Pemimpin Ikhwanul Muslimin Ucapkan Selamat Natal
~Presiden Palestina Mahmoud Abbas Ikut Misa Natal
~MUI Jelaskan Kontroversi Ucapan Selamat Natal
~Menteri Agama : Muslim Boleh Ucapkan Selamat Natal

Demikianlah notes ini dicopas dengan sedikit perubahan dan tambahan informasi.

NB:
Notes ini aslinya dibuat dan diterbitkan sekitar setahun yang lalu (2013) oleh suatu akun facebook namun kini hilang, beserta akunnya yang sekarang juga tak dapat diakses. Jadi notes ini materinya hanya copas, sama dengan notes tersebut, dengan sedikit sekali perubahan. Walau mungkin beberapa link kurang relevan, dari sini kita masih bisa mengambil pelajaran.

Yang amat disayangkan, makin ke sini, logika para penentang ucapan selamat Natal itu terlihat makin rusak. Mulai muncul beberapa artikel, entah dalam bentuk artikel saja ataupun berbentuk dialog. Mereka antara lain menyatakan bahwa:

1. Umat Islam tidak boleh mengucapkan selamat natal, sama seperti umat Kristiani yang tidak mungkin mengucap syahadat.
Pernyataan ini jelas menunjukkan logika yang sangat timpang. Ucapan Natal sama sekali tidak bisa disamakan dengan syahadat. Paling maksimal, ucapan itu bisa disetarakan dengan ucapan selamat Idul Fitri atau idul Adha, sedangkan Syahadat itu hanya bisa disetarakan dengan ritual untuk mengukuhkan seseorang menjadi Nasrani, misalnya Pembaptisan (mohon koreksi)

2. Untuk apa mengucapkan selamat Natal, toh toleransi kan tidak harus ditunjukkan dengan cara itu.

3. Untuk apa mengucapkan selamat natal, toh orang Nasrani juga tidak memintanya bukan?

Kedua argumen ini nampak ada benarnya, namun jelas tidak disusun dengan berpikir panjang. Sama dengan pernyataan bahwa sekolah itu yang penting bukan nilai, tapi ilmu. Nyatanya, walaupun yang penting adalah ilmu, namun tanpa ada nilai, tentu proses pendidikan tadi sulit berlanjut. Sama juga dengan pernyataan bahwa uang bukanlah segalanya, tapi nyatanya segalanya kan perlu uang juga.
Mengenai Umat Nasrani yang tidak memintanya, bukan berarti mereka tidak senang jika diberi. Keengganan umat Islam memberi ucapan juga termasuk "mental minoritas" yang ironisnya justru menimpa mayoritas umat negeri ini. Meski katanya mayoritas, maunya selalu ditoleransi, maunya selalu dikasihani, jarang berpikir untuk mengayomi. Contoh kasus nyatanya bisa dilihat terutama ketika ada muslim yang berpuasa.

Lagipula, untuk saat ini justru sangat penting untuk mengucapkan selamat natal karena kemungkinan ada kawan Nasrani yang telanjur sakit hati. Kalau saja permasalahan ini hanya dibicarakan di internal umat Islam, tak akan terjadi "keributan". Sayangnya problem ini telanjur ter-blow-up dan menjadi konsumsi publik yang sangat luas, termasuk teman-teman non-Islam. Hal ini tentu saja mengganggu citra Islam secara keseluruhan, karena tampak sering ribut bila dilihat dari luar. Apalagi, menengok ulasan di atas tadi, media-media "islami" kebanyakan dikuasai oleh mereka yang bukan mainstream, sehingga pandangannya cenderung tidak mewakili keseluruhan umat Islam di negeri ini.

So, jangan ragu lagi...
Ayo berikan ucapan yang terbaik :D

Oleh : Mumtazal Admi

***** ***** *****
Nb" : artikel ini di copas kembali dengan izin dari penulis asli. Dan dipublikasikan dengan sedikit edit tanpa merubah konten dan ataupun isi dari artikel tersebut.
Sumber

No comments:

Post a Comment